(bagian 6) 12 PEMIMPIN DALAM KONTROVERSI: MENYOAL KEYAKINAN WAHABI TENTANG 12 PEMIMPIN YANG ADA DALAM HADITS-HADITS SAUDARA AHLU SUNNAH
Al-Ustadz Alvaeni El-Mahbub (semoga Allah menjernihkan pendapatnya dan akalnya sekaligus dan tidak membeda-bedakan antara keduanya) kembali dengan posting FaceBook yang sangat panjang. Hampir habis nafas saya membaca tulisannya. Jadi perkenankanlah saya menyelamatkan nafas anda dengan memberikan rangkuman atau lebih tepatnya cuplikan dari tulisan atau sanggahan beliau (al-ustadz—semoga Allah memanjangkan umurnya dan akalnya sekaligus). Al-Ustadz menulis sebagai berikut:
“maka saya katakan kepada anda. apa yang telah di riwayatkan oleh ulama di atas dengan memberikan sebuah deretan nama-nama 12 khalifah yang berbeda-beda, ini sebuah bukti yang tidak terbantahkan . bahwa mengetahui nama-nama 12 khlaifah yang di nubuwahkan oleh baginda nabi saw yang akan membawa kejayaan islam.kukuh dan kuat adalah bukan bagian dari keimanan. dan bukan perkara wajib. sehingga muncul nama-nama yang berbeda sesuai dengan pandangan mereka masing-masing. adalah bukti ketidak wajiban mengetahui dan bukan bagian dari keimanan. yang wajib kita imani adalah kejayaan itu pasti akan terbukti. masalah di tangan pemimpin siapakah islam ini akan jaya ini bukan urusan kami. siapapun orangnya yang mengendalikan kepemimpinan atas kejayaan islam tidak menjadi soal.yang terpenting adalah kejayaan itu pasti terbukti dan di tanagn orang qurays. sebagaimana rasulullah menubuwahkan penaklukkan kota constentin. maka kita tidak wajib mengimani siapakah yang menaklukkan... melainkan yang kita wajib imani adalah constentine pasti akan di taklukkan oleh tangan kaum muslimin.begitu juga 12 pemimpin,….”
(saya kutip langsung tanpa mengubah apapun termasuk kesalahan ketik, kesalahan penggunaan huruf kapital dan lain-lain yang seringkali al-Ustadz lakukan dan kerancuan bahasa yang seringkali ia tuliskan—tapi itu tidak mengapa karena ia seorang ustadz, bukan ahli bahasa)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jawaban dari si pandir nan dungu, saya, Apep Wahyudin, adalah sebagai berikut:
PERTAMA, saya menghargai bualan anda tentang kemenangan atau kejayaan atau keberhasilan atau kedidayaan umat Islam di tangan para khalifah (yang anda yakini tapi tidak pernah anda sebutkan yang mana) untuk melemahkan hadits yang saya bawakan. Hadits yang sebenarnya datang dari kitab anda juga. Jadi ada kegelian di sini. Anda melemahkan hadits yang ada di kalangan anda sendiri.
Tapi bualan itu tetap saya hargai karena orang yang sedang terdesak bisa berdalil dengan dalil apapun yang ia kira bisa menguatkan kedudukannya. Bualan anda tentang kejayaan atau kemenangan atau keberhasilan itu bukan yang pertamakali saya dapatkan dari lawan debat saya. Ada banyak sekali yang memakainya. Mungkin mereka meng-copy-paste bualan itu dari ustadznya. Saya tidak tahu apakah itu ide asli anda atau anda juga meng-copy-paste dari ustadz anda. Tapi, sekali lagi, tetap itu saya hargai dari pada caci maki dan sumpah serapah (yang diikuti oleh penghapusan posting saya) yang dilontarkan oleh rekan-rekan (?) atau santri-santri (?) anda. Mereka lebih suka memarahi saya, ketika mereka terdesak dan tidak bisa mengelak. Sekali lagi, anda jauh lebih baik. Memilih bualan untuk mengelak.
KEDUA, tentang wajibnya bermakmum kepada Imam atau pemimpin yang ketaatannya disejajarkan dengan ketaatan kepada Allah dan RasulNya sudah saya bahas pada link sebelumnya. Jadi saya tidak usah membahasnya lagi. Anda cukup membacanya lagi apabila anda tidak bisa memahami tulisan saya dengan sekali baca. Semoga Allah memberikan kecerdasan kepada anda.
KETIGA, tentang definisi kejayaan atau kemenangan atau keberhasilan yang biasanya jadi bualan anda dan kawan-kawan penjelasan saya adalah sebagai berikut. Anda memiliki definisi kemenangan itu sendiri. Anda menganggap keberhasilan kekhalifahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah sebagai pertanda bahwa mereka mendapatkan kemenangan dan diridhoi Tuhan. Anda malah menegaskan bahwa yang 12 itu bisa siapa saja yang penting menang atau meraih kemenangan, keberhasilan. “Keberhasilan” atau “kemenangan” yang ada di tangan para khalifah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah itu lebih merupakan kemenangan di bidang ekspansi wilayah kekuasaan (seperti yang ditegaskan oleh Jhonson Taimiyah—seorang pengikut wahabi yang berdebat dan kalah kemudian lari dari saya); bergelimangnya harta kekayaan yang didapatkan dari wilayah jajahan; bertambahnya pajak dari negara atau kerajaan yang ditaklukan; bertambahnya wawasan dan ilmu serta kebudayaan (walaupun yang ini sumbangsih dari para khalifah tidak langsung. Para khalifah Bani Umayyah dan Abbasiyyah lebih sering disibukkan oleh pesta pora, nyanyia, berburu binatang dan kegembiraan lainnya dibanding dengan memperhatikan perkembangan ilmu dan kebudayaan). Pendek kata, KEMENANGAN MENURUT DEFINISI ANDA IALAH KEMENANGAN DUNIAWI.
MARILAH KITA BANDINGKAN DEFINISI KEMENANGAN ATAU KEJAYAAN ATAU KEBERHASILAN SEORANG MUSLIM MENURUT ANDA DENGAN DEFINISI KEMENANGAN YANG DIBERIKAN OLEH AL-QUR’AN KEPADA KITA. SIMAKLAH DENGAN SEGENAP PANCA INDERA.
1. تلك حدود الله ومن يطع الله ورسوله يدخله جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها وذلك الفوز العظيم
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar” (QS. An-Nisaa: 13)
Al-Qur’an di sini menyebutkan bahwa kemenangan besar itu ditunjukkan oleh ketaatan kita kepada Allah dan RasulNya. Ketaatan itulah kemenangan seorang Muslim di hadapan Tuhannya. Dan para khalifah dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah yang terkenal penyelewengannya (al-ustadz harap jangan pura-pura tidak tahu) mustahil akan membimbing umat Islam ini kepada ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Mereka sendiri tidak menunjukkan ketaatan yang standar sekalipun (terkecuali untuk Umar bin Abdul Aziz yang terkenal keadilannya, dan saya tidak akan memungkiri orang yang shaleh seperti dia). Jauh panggang dari api, jauh sekali, untuk mengharapkan kemenangan yang dimaksud Al-Qur’an bersama para pemimpin yang dzalim yang tak terjaga dari perbuatan dosa. Diperlukan lebih dari sekedar pemimpin untuk meraih kejayaan seperti yang dimaksud dalam hadits 12 Imam.
2. فليقاتل في سبيل الله الذين يشرون الحياة الدنيا بالآخرة ومن يقاتل في سبيل الله فيقتل أو يغلب فسوف نؤتيه أجرا عظيما
“Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar” (QS. An-Nisaa: 74)
Al-Qur’an di sini menjelaskan bahwa kemenangan seorang Muslim itu ialah keadaan dimana seseorang itu rela menukarkan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat dan berjuang di jalanNya. Bandingkan dengan definisi kejayaan yang disematkan kepada para khalifah Bani Umayyah dan Abbasiyyah yang lebih condong kepada dunia ketimbang akhirat karena hanya definisi kemenangan itulah yang ada pada mereka. Mustahil juga mendapatkan kemenangan yang dimaksud Al-Qur’an apabila kita bermakmum kepada sembarang pemimpin. Diperlukan pemimpin yang memang bisa menyerupai atau mendekati kedudukan Rasulullah di mata Allah untuk menggiring umat ini menuju kejayaan. Dan pemimpin yang dimaksud, ma’af saja, bukanlah yang dimaksud oleh Al-Ustadz Alvaeni El-Mahbub walaupun secara jujur ia katakan ia tidak memiliki daftar namanya. “Bisa siapa saja,” katanya.
3. والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه وأعد لهم جنات تجري تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At-Taubah: 100)
Al-Qur’an di sini malah memberikan definisi yang sangat susah untuk dilihat bentuk fisiknya. Allah menyebutkan bahwan mereka yang mendapatkan kemenangan itu ialah mereka yang mendapatkan surga. Ini agak susah untuk melacaknya. Siapakah diantara kita yang kira-kira bakal menjadi calon penghuni surga. Imam Hasan dan Imam Husein pernah disebutkan dalam sebuah hadits yang saya dapatkan ketika mengaji pada seorang guru dari NU. Ketika itu saya masih duduk di Sekolah Dasar. Ustadz saya itu bilang bahwa Hasan dan Husei (begitu beliau menyebut tanpa ada embel-embel “IMAM” adalah penghulu para pemuda di surga. Ada juga daftar 10 penghuni surga yang didapatkan dari seorang ustadz yang lain (saya lupa lagi siapakah mereka tapi kalau tidak salah ada Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubayr, dll.). Tapi hadits-hadits itu bersifat subyektif. Kalau anda seorang Syi’ah pasti anda lebih suka hadits yang pertama dan mengatakannya shahih. Kalau anda seorang Ahlu Sunnah atau Wahabi anda lebih suka yang kedua karena lebih mendukung ideologi anda. Kita kesampingkan dulu hadits-hadits itu. Kita lihat lagi ayat tersebut di atas yang memberikan kita kisi-kisi lain yaitu untuk menghuni surga Allah harus ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah. Pada peperangan Khaybar, Rasulullah berkata, “Panji ini akan aku serahkan kepada orang yang Allah ridho kepadanya dan Dia ridho kepada Allah”……..”Mana Ali?”………………”Dialah orangnya”. Para sahabat yang lain seperti Abu Bakar dan Umar ada di tempat, tapi Rasulullah hanya menunjuk Ali untuk tugas itu dengan terlebih dahulu menyebutkan kalimat “PANJI INI AKAN AKU SERAHKAN KEPADA ORANG YANG ALLAH RIDHO KEPADANYA DAN DIA RIDHO KEPADA ALLAH”. Dan orang itu adalah Ali bin Abi Thalib. Dialah yang akan membawa kemenangan kepada umat Islam. Kemenangan sebagaimana ia didefinisikan oleh Al-Qur’an bukan yang didefinisikan oleh Al-Ustadz Alvaen al-Mahbub.
4. وقال موسى ربي أعلم بمن جاء بالهدى من عنده ومن تكون له عاقبة الدار إنه لا يفلح الظالمون
“Musa menjawab: "Tuhanku lebih mengetahui orang yang (patut) membawa petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang baik) di negeri akhirat. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang dzalim" (QS. Al-Qashshas: 37)
Kemenangan (sekali lagi dalam definisi Al-Qur’an) tidak mungkin diraih oleh orang dzalim. Seorang yang dzalim karena membakar hadits di awal jabatannya tidak mungkin mendapatkan kemenangan dalam definisi al-Qur’an. Seorang yang hendak membakar rumah keluarga Nabi dimana di dalamnya ada Bunda Fathimah dan kedua puteranya yang cucu terkasih nabi……….tidak mungkin akan memberikan kita kemenangan apabila ia dijadikan pemimpin. Seorang yang membunuh cucu nabi dengan racun tak mungkin menjadi pemimpin yang memberikan kita kemenangan. Seorang yang memerintahkan pemusnahan cucu nabi dan keluarga nabi di Karbala takkan mungkin memberikan atau menyerahkan kejayaan atau kemenangan (seperti definisi Al-Qur’an) kepada kita umat akhir zaman.
5. يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar” (QS. Al-Ahzab: 70—71)
Kemenangan ialah mendapatkan jaminan Tuhan bahwa ia akan diperbaiki amalan-amalannya. Ia akan diampunkan dosa-dosanya. Ia akan dijaga dari dosa kecil dan dosa besar. Ia akan mendapatka kema’shuman. Dan itu diraih karena ketaatan dan kepada Allah dan RasulNya. Karena kejujuran yang dilakukannya seumur hidupnya.
Siapakah mereka yang mendapatkan kemashuman dalam ayat suci al-Qur’an ayat 33 surat 33?
Merekalah yang akan menjadi pemimpin yang dijanjikan karena dirinya sendiri memperoleh kemenangan. Orang yang mendapatkan kemenangan yand didefinisikan oleh Allah dalam Al-Qur’an akan menjamin kemenangan kepada kita ketika mereka menjadi pemimpin kita. Kemenangan itu bersama orang-orang yang ridho kepada Allah dan Allah ridho kepadanya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN
1. ADALAH KEWAJIBAN UNTUK MENGENALI PARA IMAM YANG 12, KARENA DENGAN MENGIKUTI MEREKALAH KITA AKAN MENDAPATKAN KEMENANGAN.
2. MENGIKUTI MEREKA YANG DIJANJIKAN HARUS DIDAHULUI DENGAN MENGENALI SIAPAKAH MEREKA YANG DIMAKSUD OLEH NABI AKHIR ZAMAN. TIDAK MUNGKIN MEREKA ITU SEMBARANG ORANG. KARENA MENGIKUT ORANG SECARA SEMBARANGAN ITU DILARANG TUHAN. IKUTLAH DENGAN SEGENAP PENGETAHUAN. KENALILAH MEREKA LEWAT SEJARAH ISLAM. JADI MEMPELAJARI SEJARAH ISLAM ITU JATUH HUKUM WAJIB ATASNYA (tidak seperti yang diyakini oleh sebagian kaum Wahabi yang menyatakan yang berlalu biarlah berlalu; itu bagian dari sejarah masa lalu; kita tatap masa depan karena kita akan hidup di sana nantinya. Kita tidak akan hidup di masa yang sudah lewat. Kelihatan bijak; tapi sebenarnya tidak. Karena untuk mendapatkan kemenangan di masa yang akan datang kita harus mempelajari masa yang sudah lewat supaya di masa kini kita berbuat yang baik untuk kita petik di masa depan).
3. DEFINISI KEMENANGAN ATAU KEJAYAAN ATAU KEBERHASILAN YANG HARUS KITA IKUTI HENDAKNYA YANG DIGARISKAN ALLAH BUKAN DIGARISKAN SENDIRI. ALLAH MENDEFINISIKAN KEMENANGAN DENGAN:
a. istiqamah dalam ketaatan kepada Allah dan RasulNya
b. kecondongan kepada akhirat atas dunia
c. keridhoan Allah dan RasulNya kepada kita karena ketaatan kita
d. terhindar dari melakukan perbuatan dzalim
e. kejujuran dan keterjagaan dari perbuatan dosa
DEFINISI KEMENANGAN MENURUT AL-QUR’AN LEBIH PADA PENEKANAN KUALITAS DIRI SESEORANG SECARA SPIRITUAL
SEDANGKAN KEMENANGAN MENURUT USTADZ ALVAEN LEBIH PADA ASPEK DUNIAWI
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN AKHIR TERSERAH ANDA PARA PEMBACA.
YANG MANAKAH YANG AKAN ANDA IKUTI?
MASIH BERLANJUT……………………….INSYA ALLAH!
Comments