(bagian 8) 12 PEMIMPIN DALAM KONTROVERSI: MENYOAL KEYAKINAN WAHABI TENTANG 12 PEMIMPIN YANG ADA DALAM HADITS-HADITS SAUDARA AHLU SUNNAH





TERNYATA MASIH BERLANJUT


Al-Ustadz Alvaen yang saya hormati, saya merasa gembira melihat anda tidak lari meninggalkan diskusi. Anda masih mencoba untuk mengambil hujah apa saja yang menurut anda kuat walaupun pada kenyataannya masih jauh panggang dari api. Anda mulai memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menuru saya terlalu dipaksakan dan kekanak-kanakan. Misalnya pada episode ke 7 dari dialog kita anda bertanya:


* apakah islam ini jaya di tangan 12 imam anda...??
* apa yang di kontribusikan oleh 12 imam anda terhadap dunia islam selain sayyidina ali..??
* apa mereka menyebarkan islam ke santero bumi...??
* apa mereka menyebarkan islam ke benua eropa..??
* negara kafir mana yang pernah di takklukan oleh imam anda ..??
* dan orang kafir mana yang pernah merka bunuh dalam medan peperangan..??



Pertanyaan-pertanyaan di atas mirip-mirip pertanyaan yang dilontarkan oleh dua orang bocah yang memperebutkan kemenangan. Dua orang bocah itu berdebat untuk memutuskan BAPAK SIAPAKAH YANG PALING HEBAT. Maka kedua bocah itu akan mengikuti jalur pertanyaan seperti yang anda postingkan itu. Itu sangat menggelikan. Seakan-akan kalau saya jawab TIDAK untuk pertanyaan pertama sampai keempat dan jawaban TIDAK ADA untuk menjawab pertanyaan kelima dan keenam, maka anda merasa menang dan hujah saya kalah hanya oleh pertanyaan kanak-kanak seperti itu. Tidak, saudaraku. Sama sekali tidak.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Al-Ustadz masih mengajukan pertanyaan (atau pernyataan) yang kurang lebih sama yaitu sama lucunya. 


Berikut petikannya:
(untuk kesekian kalinya saya katakan bahwa ini langsung dicuplik dari posting FB-nya tanpa mengurangi suatu apapun berikut kesalahan cetak atau bahasa kalau ada)


“disini saya akan menjawab dari tulisan saudara apep yang menurut dia adalah merupakan jawaban dari apa yang saya tanayakan :
saudara apep menulis :
Pertama kali izinkan saya untuk menuliskan hadits-hadits yang berkenaan dengan wajibnya kita memiliki Imam. Pengikut Ahlul Bayt (kaum Syi’ah) sama seperti halnya pengikut Ahlu Sunnah percaya akan adanya suatu keharusan untuk mentaati seorang pemimpin karena Allah telah berfirman dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisaa: 59)

#: disini saya setuju dengan anda bahwa kita di perintahkan untuk taat kepada pemimpin yang adil bijak dan lurus.
selanjutnya anda berkata :
Ketaatan yang disebutkan untuk pemimpin itu (dalam ayat tersebut) disejajarkan dengan ketaatan terhadap Allah dan RasulNya. Jelas akal kita berkata: “Pastilah itu bukan sekedar pemimpin” karena kalau hanya sekedar pemimpin, maka nantinya akan ada kerancuan.
Misalnya: anda mengikut seorang pemimpin yang dzalim, sedangkan ayat al-Qur’an menyuruh kita untuk mentaati mereka dan ketaatan kepada mereka disejajarkan dengan ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Maka kalau kita mengikuti pemimpin yang dzalim itu maka kita akan dihadapkan kepada satu dilema. Apa itu?

#: disini anda harus akui bahwa anda ini keliru . sebab kami ahlu sunnah waljamaah tetap berpegang terhadap sabda nabi saw.
لاطاعة لمخلوق في معصية الخالق
"tidak ada keta'an terhadap mahluk jika ia mengajak maksiat kepada sang kholik"
oleh karena itu yang perlu anda garis bawahi adalah kita senantiasa taat terhadap pemimpin selama pemimpin tersebut memerintahkan kita dalam kebajikan amar ma'ruf nahi mungkar. namun apabila sang peminpin tersebut mengajak dan memerinthakan kita untuk berbuat kedzaliman dan kemaksiatan terhadap Allah maka ketaatan itu sirna dan tidak boleh mena'atinya.
anda berkata : Kita harus mengikuti kebijakan pemimpin yang dzalim yang ternyata misalnya kebijakannya bertentangan dengan ajaran Allah di sisi lain anda harus mengikuti ajaran Allah yang bertentangan dengan kebijakan buruk dari sebuah pemerintahan yang buruk. Jelas itu konyol dan tidak bisa masuk di akal sehat.
#: dari mana anda mendapatkan pemahaman bengkok seperti ini...?? kalau dari ahlu sunnah wal-jamaah sudah pasti tidak mungkin. berat kemungkinan adalah dari imam syiah anda ! ;)
bukankah ayat al-qur'an di atas dengan terangnya memberikan letak posisi titik keta'atan. mari anda jangan penggal ayat-nya. dan fahami secara keseluruhan. saya heran kepada anda, menukil sebuah ayat lengkap tapi anda fahami separuh-separuh, bukan kah ayat di atas dengan terangnya melanjutkan " Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya)" apa anda tidak memahami ayat kelanjutan ini..??
artinya jika anda berselisih pendapat dengan pemimpin kalian atas sebuah perkara. maka kembalikan kepada hukum Allah dan sunnah rasul-nya bukan malah mengikuti kedzaliman yang bertentangan dengan ajaran allah dan rasul-nya. oleh karena itu memahami ayat al-qur'an itu tidak boleh separuh-paruh akan tetapi bacalah dengan sempurna dan fahami secara sempurna pula. jangan malah menafsirkan dengan perutnya sendiri sementara anda masih tidak mempunyai pengetahuan tentang ilmunya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


KESIMPULAN SEKALIGUS ULASAN:


1. Alhamdulillah akhirnya Ustadz Alvaen El-Mahbubi mau secara jujur mengakui bahwa ia memiliki pendapat yang sama dengan saya. Itu harus saya acungi jempol karena ia berani jujur. Ia berkata:
#: disini saya setuju dengan anda bahwa kita di perintahkan untuk taat kepada pemimpin yang adil bijak dan lurus.



Ustadz Alvaen setuju dengan klausul tentang kriteria pemimpin (yaitu yang dijanjikan dalam hadits tentang 12 Imam) yang saya berikan yaitu harus ADIL, BIJAK, dan LURUS. Dan kita diperintahkan untuk taat kepada pemimpin seperti itu.


2. Untuk kesekian kalinya saya kecewa dengan kecerdasan Al-Ustadz Alvaen El-Mahbubi. Ia tidak cermat sekaligus tidak cerdas. Kedua sifat ini sering timbul bersamaan pada diri beliau (semoga Allah memberikan maaf yang sebesar-besarnya pada diri beliau atas kekurang-cermatan dan kekeliruan serta ketergesaannya dalam mengambil kesimpulan. Lihatlah pada kalimat yang beliau tulis di atas:


#: disini anda harus akui bahwa anda ini keliru . sebab kami ahlu sunnah waljamaah tetap berpegang terhadap sabda nabi saw.
لاطاعة لمخلوق في معصية الخالق
"tidak ada keta'an terhadap mahluk jika ia mengajak maksiat kepada sang kholik"
oleh karena itu yang perlu anda garis bawahi adalah kita senantiasa taat terhadap pemimpin selama pemimpin tersebut memerintahkan kita dalam kebajikan amar ma'ruf nahi mungkar. namun apabila sang peminpin tersebut mengajak dan memerinthakan kita untuk berbuat kedzaliman dan kemaksiatan terhadap Allah maka ketaatan itu sirna dan tidak boleh mena'atinya.



Kalimat penjelas atau supporting detail dari paragraf yang ia buat (mulai dari kata-kata Tidak ada ketaatan…..sampai pada kata-kata tidak boleh mena’atinya) semua itu memiliki kesesuaian pendapat dengan saya sendiri. Jadi tidak ada pertentangan pendapat antara ustadz dengan saya. Tapi ustadz memulai paragraf itu dengan kata-kata:
#: disini anda harus akui bahwa anda ini keliru . sebab kami ahlu sunnah waljamaah tetap berpegang terhadap sabda nabi saw.


Sungguh ustadz membuat saya bergidik, karena dengan kesalahan pikir seperti itu, maka peluang anda untuk sesat karena salah paham akan besar sekali. Ustadz salah dalam mengambil kesimpulan karena didorong emosi tinggi sehingga kesimpulan yang diberikan sangatlah jauh sekali sejauh bumi ke langit yang tinggi.
Lihatlah kalimat saya yang utuh yang dalam kutipan anda di atas dipenggal-penggal jadi anda tidak mendapatkan ide secara utuh. Selengkapnya (saya gabungkan lagi kalimat saya yang ustadz potong-potong di atas) kalimat saya adalah sebagai berikut:


“Ketaatan yang disebutkan untuk pemimpin itu (dalam ayat tersebut) disejajarkan dengan ketaatan terhadap Allah dan RasulNya. Jelas akal kita berkata: “Pastilah itu bukan sekedar pemimpin” karena kalau hanya sekedar pemimpin, maka nantinya akan ada kerancuan.
Misalnya: anda mengikut seorang pemimpin yang dzalim, sedangkan ayat al-Qur’an menyuruh kita untuk mentaati mereka dan ketaatan kepada mereka disejajarkan dengan ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Maka kalau kita mengikuti pemimpin yang dzalim itu maka kita akan dihadapkan kepada satu dilema. Apa itu?

Kita harus mengikuti kebijakan pemimpin yang dzalim yang ternyata misalnya kebijakannya bertentangan dengan ajaran Allah di sisi lain anda harus mengikuti ajaran Allah yang bertentangan dengan kebijakan buruk dari sebuah pemerintahan yang buruk. Jelas itu konyol dan tidak bisa masuk di akal sehat”


WAHAI USTADZ ALVAENA EL-MAHBUBI, LIHATLAH PADA KATA “DILEMA” DI PARAGRAPH PERTAMA DAN KEMUDIAN LIHATLAH PENJELASAN DARI KATA “DILEMA” ITU DALAM SELURUH KALIMAT DI PARAGRAF KEDUA.
AFALAA TA’QILUUN??
(Janganlah mengambil pekerjaan sebagai pelawak kalau pekerjaan sebagai ustadz belum juga anda tekuni dengan baik)


SEBENARNYA KITA SEPAKAT UNTUK TIDAK MENGIKUTI PEMIMPIN YANG DZALIM (lihat kesimpulan nomor 1 di atas) TAPI KARENA KERANCUAN (sekaligus kelucuan) CARA BERPIKIR ANDA, MAKA ANDA MEMBUAT SAYA SEOLAH-OLAH BERSEBERANGAN DENGAN ANDA. INI KELIRU.


JANGANLAH MEMBUAT KESIMPULAN YANG PREMATUR DAN TIDAK CERMAT SEHINGGA KESIMPULAN ANDA BUKANNYA MENGUNDANG DECAK KAGUM MELAINKAN MENGUNDANG GELAK TAWA YANG MEMBAHANA.



3. Kemudian karena putus asa anda mulai menuduh yang bukan-bukan terhadap saya. Lihatlah kalimat berikut:
#: dari mana anda mendapatkan pemahaman bengkok seperti ini...?? kalau dari ahlu sunnah wal-jamaah sudah pasti tidak mungkin. berat kemungkinan adalah dari imam syiah anda ! ;)

Anda sudah bersikap subyektif dan diskriminatif. Pertama, menganggap pemahaman saya sebagai pemahaman bengkok padahal pemahaman kita tentang kriteria pemimpin sudah sepakat—seperti yang anda katakan—yaitu ADIL, BIJAK dan LURUS. Bagaimana mungkin yang sudah sepakat itu berasal dari pendapat saya yang bengkok?? Afalaa ta’qiluun??


Perasaan benci anda terhadap kaum Syi’ah membuat anda keliru dalam berpikir dan buntu dalam menggunakan akal. Itu mungkin adzab langsung yang diberikan oleh Allah kepada anda karena sudah melanggar ayat al-Qur’an sebagai berikut:


“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Maidah: 8)


JANGANLAH KEBENCIAN ANDA TERHADAP SYI’AH MENDORONG ANDA UNTUK BERLAKU TIDAK ADIL. BERBUAT ADILLAH, KARENA ADIL ITU LEBIH DEKAT KEPADA TAKWA.


4. Selanjutnya ustadz meneruskan tulisannya sebagai berikut:
“bukankah ayat al-qur'an di atas dengan terangnya memberikan letak posisi titik keta'atan. mari anda jangan penggal ayat-nya. dan fahami secara keseluruhan. saya heran kepada anda, menukil sebuah ayat lengkap tapi anda fahami separuh-separuh, bukan kah ayat di atas dengan terangnya melanjutkan " Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya)" apa anda tidak memahami ayat kelanjutan ini..??
artinya jika anda berselisih pendapat dengan pemimpin kalian atas sebuah perkara. maka kembalikan kepada hukum Allah dan sunnah rasul-nya bukan malah mengikuti kedzaliman yang bertentangan dengan ajaran allah dan rasul-nya. oleh karena itu memahami ayat al-qur'an itu tidak boleh separuh-paruh akan tetapi bacalah dengan sempurna dan fahami secara sempurna pula. jangan malah menafsirkan dengan perutnya sendiri sementara anda masih tidak mempunyai pengetahuan tentang ilmunya”



a. Anda menuduh saya memenggal ayat padahal saya tidak pernah melakukannya lihatlah posting asli saya dan saya harap anda jujur kepada Allah dan saya bahwa saya tidak pernah memenggal ayat itu. Itu tuduhan keji dari seorang ustadz yang saya hormati. Selengkapnya posting saya adalah sebagai berikut:

“Pertama kali izinkan saya untuk menuliskan hadits-hadits yang berkenaan dengan wajibnya kita memiliki Imam. Pengikut Ahlul Bayt (kaum Syi’ah) sama seperti halnya pengikut Ahlu Sunnah percaya akan adanya suatu keharusan untuk mentaati seorang pemimpin karena Allah telah berfirman dalam al-Qur’an sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisaa: 59)
Ketaatan yang disebutkan untuk pemimpin itu (dalam ayat tersebut) disejajarkan dengan ketaatan terhadap Allah dan RasulNya. Jelas akal kita berkata: “Pastilah itu bukan sekedar pemimpin” karena kalau hanya sekedar pemimpin, maka nantinya akan ada kerancuan.

Misalnya: anda mengikut seorang pemimpin yang dzalim, sedangkan ayat al-Qur’an menyuruh kita untuk mentaati mereka dan ketaatan kepada mereka disejajarkan dengan ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Maka kalau kita mengikuti pemimpin yang dzalim itu maka kita akan dihadapkan kepada satu dilema. Apa itu?

Kita harus mengikuti kebijakan pemimpin yang dzalim yang ternyata misalnya kebijakannya bertentangan dengan ajaran Allah di sisi lain anda harus mengikuti ajaran Allah yang bertentangan dengan kebijakan buruk dari sebuah pemerintahan yang buruk. Jelas itu konyol dan tidak bisa masuk di akal sehat”

JANGANLAH KARENA KEBENCIAN ANDA TERHADAP SAYA, MENDORONG ANDA UNTUK BERBUAT TIDAK ADIL TERHADAP SAYA. Berbuat adillah. Karena berbuat adil itu lebih dekat kepada ketakwaan.

b. Saya mengambil terjemahan Al-Qur’an yang berasal dari Ahlu Sunnah tanpa mengubah tafsiran yang ada di dalam kurung demi menghormati orang yang membuat tafsiran itu. Kata-kata dalam kurung itu ialah (al-Qur’an) dan (sunnahnya). Karena itu tafsiran bukan bagian dari Al-Qur’an maka saya tidak membahas sampai ke situ. Pembahasannya akan panjang karena saya memiliki tafsiran yang lain yang berbeda dengan tafsiran yang ada dalam kurung.

SEBAGAI PENJELASAN CUKUPLAH DI SINI MENGAPA SAYA TIDAK MEYAKINI TAFSIR AHLU SUNNAH YANG KELIRU TENTANG AYAT ITU.
KALAU SETIAP KALI KITA BERSELISIH PAHAM TENTANG SESUATU HUKUM, KEMUDIAN KITA KEMBALIKAN KEPADA (QUR’AN=sebagai tafsiran kata ALLAH) dan (SUNNAHNYA= sebagai tafsiran kata RASULNYA), maka kita akan terus berselisih paham karenan setiap kita bisa memiliki pemahaman yang berbeda walaupun ayat yang kita rujuk dan hadits yang kita kutip adalah sama.

CONTOH YANG NYATA ADALAH ANTARA ANDA DAN SAYA. UNTUK AYAT DAN HADITS YANG SAMA KITA BERBEDA PAHAM DEMIKIAN TAJAMNYA. KALAU SUDAH DEMIKIAN KEPADA AYAT DAN HADITS YANG MANA LAGI KITA HARUS MERUJUK UNTUK MEMBUAT KITA BERSEPAKAT.

KALAU PEMIMPIN DAN RAKYAT YANG DIPIMPINNYA BERSELISIH PAHAM TENTANG SESUATU, KEMUDIAN MEREKA HARUS MERUJUK PADA AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH (padahal mereka berselisih karena masing-masing merujuk kepada keduanya akan tetapi pemahaman mereka berbeda atasnya), INSYA ALLAH YANG AKAN MEMENANGKAN PERKARA IALAH PEMIMPIN KARENA IA MEMILIKI KEKUASAAN DAN KEKUATAN YANG LEBIH TINGGI DARIPADA RAKYAT.

PEMIMPIN YANG BERKUASA AKAN MENGGUNAKAN KEKUASAANNYA UNTUK MEMENANGKAN PERESELISIHAN DENGAN RAKYATNYA.
Lord Acton bilang, “Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely”
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MUDAH-MUDAHAN PENJELASAN SAYA BISA MENAMBAHKAN KECERDASAN BERPIKIR DAN MELUASNYA WAWASAN BAGI ANDA, USTADZ ALVAEN EL-MAHBUB yang terhormat.

sepertinya masih berlanjut………………………….

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta