(serial Timun Laut episode 10) TERPANCING




(Serial Sepuluh) TERPANCING


"Mengapa orang-orang yang mengatas-namakan agama selalu bersifat galak dan tidak mengenal toleransi pada sesama? Seharusnya mereka bisa lebih menahan diri agar tidak terlarut dalam emosi negatif yang bisa merusak bukan saja orang lain melainkan juga diri sendiri", ketus Timun suatu hari di sebuah kolam pemancingan. Pagi itu, Timun dan teman-teman sepekerjaannya di kantor sedang mengadakan outing pergi mancing. Timun sendiri tidak begitu suka dengan ide seperti ini. Ia sangat mencintai makhluk Allah yang namanya ikan. Timun berbintang Aquarius yang artinya air. Air itu memberikan kehidupan bukannya kematian kepada sang ikan. Dengan alasan yang sama Timun tidak suka makan ikan. Katanya seperti memakan sesama.

"Itu kan seperti membangunkan macan tidur. Yang salah ialah yang membangunkan, bukan yang tidur", kata Umar (selalu Umar, karena Umar paling senang berseberangan dengan Timun).

"Tidak ada reaksi kalau tidak ada aksi sebelumnya. Jadi mereka tidak bisa dipersalahkan begitu saja. Mereka itu seringkali dipancing dan diprovokasi oleh lawan-lawannya", kata Umar sambil melemparkan umpannya ke tengah kolam. Timun sendiri sibuk dengan kegiatannya sendiri membuat penganan kecil berupa goreng pisang dan ubi yang akan ia sajikan kepada teman-temanya yang sedang sibuk memancing. Ia menggoreng ubi dan pisang sambil sesekali membaca koran pagi; sesekali melirik ubi dan pisang yang sedang ia goreng. Sesekali pula ia bolak-balikkan gorengan di wajan itu. Dua kegiatan sekali jalan.

Berita yang menarik perhatiannya di koran yang sedang ia baca itu ialah berita tentang sekelompok orang yang mengaku berasal dari kelompok tertentu sedang menyerang tempat ibadah dan pesantren dari kelompok Islam tertentu. Oleh karena itulah ia tiba-tiba mengoceh seperti itu memecah konsentrasi temannya, Umar, yang sedang asyik memancing. Umar tahu kearah mana pembicaraan Timun karena ia telah membaca koran yang sama dengan yang sedang dibaca oleh Timun. Bahkan koran itupun Umar sendiri yang beli. Koran itu koran Umar, Timun cuma numpang baca. Dasar Timun pengin gratisan!!!!!!

Sementara itu sebagian dari kaum hawa sedang menanak nasi. Sebagian lagi sedang turut memancing. Timun baru tahu bahwa mereka juga jago mancing. Sedangkan sebagian lagi ada yang sibuk dengan ikan-ikan yang baru ditangkap. Mereka membelahnya, menarik keluar isi perutnya, mencucinya sambil membersihkan ikan-ikan itu dari sisik-sisiknya. Kemudian setelah itu diletakan di pinggan lebar sambil ditaburi rempah-rempah berupa serbuk warna kuning dan merah. Timun bergidik melihat itu.

"Siapa yang memancing mereka?", tanya seseorang, entah Nono, entah Karim.

"Ya, mereka yang selalu sok pluralis; sok membela hak asasi manusia; sok menjadi pahlawan bangsa yang akan menyelamatkan bangsa dari kekerasan dan peperangan. Mereka sok damai tapi sungguh tidak ada kedamaian yang hakiki kalau masih banyak orang yang sesat di sekitar kita. Mereka menghina agama kita dan melecehkan Nabi kita", Umar sekarang menyentakkan kailnya dan ia mendapatkan ikan yang sangat besar. Terlihat ia senyum dengan puas. Ikan itu dilemparkannya ke tanah, menggelepar-gelepar. Mungkin sekiranya ada orang sesat yang mancing di sana, Umar pun akan melemparkannya ke tanah dan membiarkannya menggelepar seperti ikan besar tadi. 

"Kalau memang mereka kaum pluralis yang memancing lalu mengapa pula orang-orang yang mengatas-namakan agama itu terpancing untuk melakukan kekerasan. Mengapa mereka selalu merasa ter-provokasi atau terpancing? Yang namanya terpancing itu kan sama saja dengan terjebak. Dan kalau tidak salah, orang bodoh lah yang biasanya terjebak. Apabila ini sampai terjadi beberapa kali, itu lebih bodoh lagi. Bahkan keledai dungu sekalipun tidak akan jatuh di lubang yang sama sampai beberapa kali", Timun membalas sambil sibuk membolak-balik ubi dan pisang supaya semua sisinya mendapatkan minyak panas yang sama. Kalau hanya satu sisi saja yang tergoreng pisang dan ubi itu akan memiliki bentuk, warna, dan rasa yang tidak bagus dan tidak enak. Semua sisi ubi dan pisang itu harus mendapatkan perlakuan yang sama dan adil supaya ubi dan pisang itu kelihatan cantik dan enak rasanya. 

"Kalau mereka terpancing pun sebenarnya mereka tetap ada dalam jihad. Kau tahu kan yang memancing itu orang-orangnya sesat. Jadi kalau mereka menyerang orang-orang sesat itu, itu dalam rangka jihad, itu bagian dari jihad", Umar membalas lagi, sekenanya.

"Ya, kalau memang mereka sedang berjihad. Sekali lagi kalau memang itu benar, maka mereka telah salah memilih. Mereka memilih jihad kecil dibandingkan dengan jihad yang besar sekali. Mereka sih kurang begitu cerdas. Mereka lebih memilih memanjangkan janggutnya daripada memanjangkan akalnya", Timun membalas, juga sekenanya tapi lebih cerdas daripada Umar. 

"Memangnya ada jihad yang lebih besar daripada jihad memerangi orang-orang sesat?", tanya Umar keheranan.

"Ada", Timun selesai menggoreng ubi dan pisang. "Yaitu jihad melawan amarah; jihad melawan hawa nafsu. Dan dalam urusan jihad yang satu itu, ma'af saja, mereka telah gagal total", Timun menandaskan penjelasannya.

"Ada yang mau pisang atau ubi. Cepat selagi panas. Selagi panas. Selagi panas", Timun menjajakan ubi dan pisang gorengnya ke setiap orang. Mereka makan bersama sambil menunggu ikan-ikan di kolam memakan umpannya. 

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta