BAGAIMANA UTSMAN BISA MENJADI KHALIFAH


Setelah berkuasa selama kurang lebih 10 tahun, Umar pada suatu ketika terluka oleh seorang budak yang beragama Zoroaster bernama Firuz.

Umar sewaktu berkuasa merasa berhutang budi pada Utsman yang telah menuliskan namanya di surat wasiat yang didiktekan oleh Abu Bakar kepada Utsman. Akan tetapi walaupun begitu, Umar tidak ingin mencalonkan Utsman secara terbuka. Ia tidak ingin kaum Muslimin tahu bahwa ia berkehendak mencalonkan Utsman. Di sisi lain, Umar juga tidak ingin kaum Muslimin memilih secara bebas calon pemimpinnya di kelak kemudian hari ketika Umar mau lengser dari kepemimpinannya. Umar dengan cerdik menyusun sebuah sistem pemilihan khalifah. Sistem ini menjadi sistem ketiga yang berhasil ditemukan oleh Umar, Abu Bakar, dan Utsman sebagai elit politik yang hidup pada jaman Rasulullah. Sistem yang sebelumnya tidak dikenal dalam Islam dan kemudian dipaksakan kepada umat Islam dan secara perlahan dijadikan hukum Islam walaupun tidak berdasarkan Islam melainkan berdasarkan hasil kreatifitas manusia yang tidak terjaga dari dosa.

Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah telah mati dan ia telah ridho dengan enam orang dari suku Qurays yaitu: Ali, Utsman, Thalhah, Zubayr, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin Auf. Dan aku menginginkan agar mereka bermusyawarah bersama untuk menentukan siapakah yang akan menjadi khalifah selanjutnya. Jadi mereka boleh saling memilih satu sama lainnya (hingga terpilih seorang khalifah—red).”

Keenam orang itu akhirnya dipanggil kehadapan Umar ketika Umar menjelang kematiannya. Ketika melihat keenam orang itu, Umar berkata, “Jadi setiap orang dari kalian ini menginginkan jabatan khalifah sepeninggalku? Tak ada seorangpun yang menjawab. Umar mengulangi lagi pertanyaannya. Kali ini Zubayr bin Awwam balik bertanya, “Apa yang membuat kami tidak masuk hitungan untuk menjadi khalifah? Anda sendiri sudah pernah menjadi khalifah dan memerintah sebagai khalifah; padahal kami ini tidak lebih buruk dari anda selama ini. Kami ini semua orang Qurays yang memeliki hubungan kekerabatan yang sama baiknya (dengan anda terhadap Rasulullah)”

Umar bertanya, “Haruskah aku berbicara tentang kalian semua (tentang kelemahan mereka)?”
Az-Zubayr bin Awwam berkata, “Ceritakanlah kepadaku karena walaupun kami mencegahmu untuk tidak mengatakannya, anda tetap akan menceritakannya kepada kita semua, anda tidak akan menghiraukan kami.” Kemudian Umar mulai menyebutkan satu persatu kelemahan yang dimiliki oleh Zubayr bin Awwam, Thalhah bin Ubaydillah, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin Auf. Kemudian ia menghadapkan wajahnya pada Ali bin Abi Thalib seraya berkata, “Demi Allah anda sangat layak untuk mendapatkan jabatan khalifah ini kalau anda ini tidak terlalu suka bercanda (Imam Ali dan Rasulullah seringkali diriwayatkan senang bercanda satu sama lainnya—red). Demi Allah, seandainya kalian memilih DIA (sambil menunjuk Imam Ali) untuk menjadi pemimpin kalian, maka ia akan membimbingmu menuju jalan kebenaran yang terang.”

Kemudian ia memandang Utsman bin Affan sambil berkata, “Ambillah khilafah ini dariku. Aku seolah-olah bisa melihat apa yang akan terjadi padamu. Aku lihat orang-orang Qurays mengalungkan kalung (khilafah) ini di lehermu karena kecintaanmu pada mereka; kemudian kamu akan mengutamakan orang-orang Bani Umayyah dan Bani Abu Mu’ayt (klan keluarga Utsman) di atas orang-orang lain. Kamu akan memberi mereka harta dari baytul mal (harta kaum Muslimin). Oleh karena itu, sekelompok orang, serigala-serigala Arab, akan datang padamu dan membunuhmu di tempat tidurmu.”

“Demi Allah apabila orang-orang Qurays memberimu jabatan khalifah, kamu akan segera memberikan hak-hak khusus pada kaum Bani Umayyah; dan apabila itu yang terjadi, maka kaum Muslimin akan membunuhmu.” Kemudian Umar memegang kepala Utsman sambil berkata, “Apabila ini memang terjadi, ingatlah kata-kataku. Karena ini memang akan terjadi.”

Kemudian Umar memanggil Abu Thalhah al-Ansari dan berkata padanya bahwa apabila ia (Umar) mati, maka setelah upacara penguburan selesai, Abu Thalhah harus mengumpulkan sebanyak 50 orang Anshar. Mereka semua harus dipersenjatai dengan pedang. Setelah itu 6 orang yang disebutkan di atas harus dikumpulkan di sebuah rumah. Mereka akan menjadi kandidat khalifah dan harus saling memilih hingga satu orang terpilih sebagai khalifah. Ketentuan yang diajukan Umar ialah sebagai berikut:

1. Apabila ada 5 orang yang setuju dan 1 orang menolak, yang satu itu harus dibunuh dipenggal kepalanya.

2. Apabila ada 4 orang yang setuju dan 2 orang menolak, maka yang dua orang itu harus dipenggal kepalanya.

3. Apabila kelompok terbagi kedalam 2 bagian yang sama yaitu masing-masing 3 orang, maka kelompok yang di dalamnya ada Abdurrahman bin Auf harus menang dan khilafah diberikan kepada orang yang dipilih oleh kelompok ini. Dan apabila kelompok yang satunya lagi tidak setuju, maka mereka yang berada di kelompok yang tidak setuju itu harus dipenggal semuanya.

4. Apabila setelah 3 hari 3 malam berlalu tidak ada juga keputusan, maka semuanya harus dipenggal kepalanya dan seluruh kaum Muslimin diberikan kebebasan untuk memilih khalifahnya masing-masing.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

SEMUA PENJELASAN DI ATAS TERMAKTUB DALAM KITAB AHLU SUNNAH:

1. Ibn Abi ‘l-Hadid: Sharh, volume 1, halaman 185—188

2. Ibn Qutaybah: al-Imamah wa ‘s-siyasah, volume 1, halaman 23—27

3. At-Tabari: at-Tarikh, (Egypt, n.d.), volume 5, halaman 33—41

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Salah seorang penulis sejarah yang bermadzhab Ahlul Bayt bernama Qutbu ‘d-Din ar-Rawandi meriwayatkan bahwa ketika Umar memutuskan bahwa kelompok Abdurrahman bin Auf-lah yang akan memenangkan pemilihan apabila terjadi perpecahan kedalam dua kelompok yang sama banyaknya (yaitu tiga lawan tiga), Abdullah bin Abbas berkata kepada Imam Ali, “Sekali lagi kita akan kalah. Orang ini (Abdurrahman bin Auf) pastinya menginginkan Utsman menjadi khalifah.” Imam Ali menjawab, “Aku juga tahu itu akan tetapi aku tetap akan duduk bersama mereka dalam majelis syura ini. Dengan mengikuti aturan Umar ini aku paling tidak dianggap layak olehnya untuk menjabat jabatan khalifah padahal sebelumnya Umar sebelumnya pernah menyebutkan bahwa Nubuwwah (kenabian) tidak boleh tergabung jadi satu dengan Imamah dalam satu keluarga (maksudnya menurut Umar keturunan atau keluarga nabi tidak boleh menjabat menjadi khalifah—red). Oleh karena itu, aku akan tetap ikut serta dalam majelis Syura ini untuk menunjukkan kepada umat bahwa Umar senantiasa bertentangan antara perbuatan dan ucapannya.” (LIHAT: Ibn Abi ‘l-Hadid: Sharh, halaman 189)

Sekarang kita bertanya-tanya mengapa Ibnu Abbas dan Imam Ali bisa yakin bahwa Umar itu menginginkan Utsman menjadi khalifah? Jawabannya terletak dari aturan pemilihan khalifah yang telah ditentukan oleh Umar sendiri.

a. Abdurrahman bin Auf itu menikah dengan saudarinya Utsman. Jadi Abdurrahman bin Auf dan Utsman itu adalah ipar.

b. Sementara itu Sa’ad bin Abi Waqash dan Abdurrahman bin Auf itu adalah saudara sepupu

Mengingat hubungan keluarga dalam masyarakat Arab itu begitu kuatnya, susah untuk membayangkan Sa’ad akan bertentangan dengan Abdurrahman bin Auf. Susah juga dibayangkan bahwa Abdurrahman bin Auf akan mengabaikan Utsman. Dengan begitu Utsman telah mengantongi tiga suara yaitu suara Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, dan suara dirinya sendiri.

c. Thalhah bin Ubaydillah berasal dari klan yang sama dengan Abu Bakar (yaitu sama-sama dari berasal dari Bani Taim), dan sejak peristiwa pengangkatan Abu Bakar di Saqifah klan Bani Hasyim dan Bani Taim memiliki hubungan yang buruk. Mereka terlibat dalam permusuhan yang sengit satu sama lainnya. Itu di satu sisi. Di sisi lainnya yang lebih bersifat pribadi: Imam Ali pernah membunuh pamannya Thalhah yang bernama Umayr bin Utsman; kemudian saudaranya Thalhah, Malik bin Ubaydillah; dan keponakannya Thalhah, Utsman bin Malik semuanya pada perang Badar (LIHAT: asy-Syaikh al-Mufid: al-Irsyad (dengan terjemahan Persia oleh Sh. Muhammad Baqir Sa’idi Khurasani), halaman 65 [lihat juga: terjemahan bahasa Inggrisnya oleh I.K.A Howard, halaman 47).

Mengingat itu semua maka mustahil bagi Thalhah untuk mendukung Imam Ali untuk menjadi khalifah.

d. Zubayr bin Awwam itu puteranya Safiyyah, bibinya Imam Ali, dan setelah peristiwa Saqifah ,ia telah menghunus pedangnya untuk memerangi siapa saja yang berusaha memasuki rumah Imam Ali untuk memaksa Imam Ali agar berbai’at kepada Abu Bakar. Zubayr melindungi keluarga Imam Ali karena hubungan darahnya dengan Imam Ali. Jadi ada kemungkinan ia akan memilih Imam Ali untuk menjadi khalifah. Akan tetapi di sisi lain ada juga kemungkinan ia tergiur oleh jabatan khalifah itu dan memilih untuk maju menjadi calon khalifah dengan memilih dirinya sendiri.

Dengan ini, yang menjadi harapan Imam Ali satu-satunya ialah Zubayr akan memilih dirinya. Akan tetapi walaupun Zubayr memilih Imam Ali, Imam Ali tetap saja kalah karena di pihaknya hanya ada dua suara sementara di pihak lawannya ada 4 suara. Meskipun Thalhah menyeberang, misalnya, tetap saja Imam Ali akan kalah karena Umar bin Khattab sudah merekayasa pemilihan dengan ketentuan bahwa apabila keenam orang itu terpisah dalam kelompok yang sama besar (yaitu masing-masing 3 orang dalam setiap kelompoknya), maka kelompok yang menang ialah kelompok yang ada Abdurrahman bin Auf-nya. (LIHAT: analisa ini dibuat oleh Thabari dalam Tarikh-nya, halaman 35; [lihat juga: percakapan antara Ibnu Abbas dan Imam Ali di atas])

Dengan ketentuan yang telah digariskan oleh Umar bin Khattab, pemilihan khalifah berlangsunglah sudah. Thalhah mengundurkan diri dan memilih Utsman untuk menjadi calonnya. Zubayr bin Awwam ikut-ikutan mundur dan ia memilih Ali untuk menjadi calonnya. Sementara itu Sa’ad bin Abi Waqash juga mundur untuk memasrahkan suaranya pada Abdurrahman bin Auf.
Pada hari ketiga, Abdurrahman bin Auf mundur dan berbicara kepada Ali bahwa ia akan memilih Ali apabila Ali bersumpah untuk mengikuti Al-Qur’an dan sunnah Nabi serta sistem yang sudah dibuat oleh Abu Bakar dan Umar. Abdurrahman bin Auf tahu betul jawaban yang akan diberikan oleh Ali. Ali berkata, “Aku akan mengikuti Kitabullah dan sunnah Rasulullah serta keyakinanku sendiri.”

Setelah puas mendengar jawaban itu, Abdurrahman bin Auf memberikan persyaratan yang sama kepada Utsman bin Affan yang dengan segera menjawab bahwa ia sepakat dan bersedia menjalankan ketentuan atau syarat yang diajukan oleh Abdurrahman bin Auf itu. Setelah itu Abdurrahman bin Auf menyatakan bahwa khalifah terpilih ialah Utsman bin Affan.

Imam Ali berkata kepada Abdurrahman bin Auf: “Demi Allah, kamu tidak melakukan itu kecuali dengan satu harapan yang sama seperti harapan yang dimiliki Umar ketika ia memilih temannya (Abu Bakar)” (Maksudnya ialah Abdurrahman bin Auf menjadikan Utsman khalifah dengan harapan bahwa kelak Utsman akan menunjuk dirinya untuk menjadi khalifah selanjutnya).
Kemudian Ali berkata, “Semoga Allah menciptakan permusuhan diantara kalian berdua.” Setelah dua tahun berselang, Abdurrahman bin AUf dan Utsman saling membenci satu sama lainnya; mereka tak pernah bertegur sapa hingga akhirnya Abdurrahman bin Auf meninggal dunia.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

BAHASAN:

1. Apakah yang dilakukan Umar ini ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi? Manakah dalil yang bisa dijadikan landasan pemilihan dengan sistem syura yang dilakukan Umar ini?

2. Apakah ketentuan Umar dalam pemilihan itu sudah adil dan jujur?

3. Alasan apakah yang dipakai Umar untuk membunuh mereka yang tidak sepakat?

4. Alasan apakah yang dipakai oleh Umar untuk mengutamakan Abdurrahman bin Auf sehingga ia menentukan bahwa kelompok yang ada Abdurrahman bin Auf-lah yang harus menjadi pemenang?

5. Mengapa sistem yang diciptakan oleh Umar ini berbeda dengan sistem yang sebelumnya? Manakah yang lebih Islami?

6. Kalau pemilihan hasil rekayasa Umar ini tidak Islami, maka hasil pemilihannya pun pastilah tidak sah menurut Islam!


taken and translated from IMAMATE a scientific work of The Late Sayyid Saeed Akhtar Rizvi (May His Holy Soul Rest in Peace)

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta