KETIKA NABI HENDAK DIBUNUH DAN DIMUTILASI, PARA SAHABAT MALAH KABUR MELARIKAN DIRI (kisah dalam perang Uhud)


Luka peperangan Badar belum sembuh benar. Nyerinya masih terasa di setiap relung hati para penduduk Mekah yang masih menyembah sekelompok tuhan-tuhan kecil yang pasrah. Mereka takkan pernah bisa menolong bahkan menolong diri mereka sendiri dari kehancuran alami di dera panasnya gurun di siang hari dan dinginnya angin di malam hari.

Abu Sufyan sekarang telah menjadi pemimpin kota Mekah. Pemimpin kaum musyrikin. Pemimpin yang sekarang merencanakan makar terhadap kepemimpinan Illahi di bawah bimbingan dan perintah sang Nabi.

Abu Sufyan merencanakan penyerangan terhadap kota Madinah sebagai balasan terhadap apa yang mereka alam pada perang sebelumnya, perang Badar; dimana para tokoh musyrikin Mekah terbunuh di sana. Ada Abu Jahal pemimpin Qurays, ada Utbah, lalu Syaibah, Walid, Umayya bin Khalaf, dan Hanzalah bin Abu Sufyan. Mereka semua terbunuh luluh di perang Badar.

Sekarang sudah waktunya lewat kurang lebih setahun. Abu Sufyan sudah memberikan pembekalan terhadap tentaranya dengan ajaran bela diri ala gurun sahara, dan segenap janji pada para pemenang perang apabila mereka kelak bisa memenangkan pertempuran melawan Nabi.

Abu Sufyan menghembuskan nafas baru kepada tentara baru. Mereka dicekoki dogma bahwa perang  kali ini ialah perang suci bagi mereka untuk memusnahkan orang yang telah serta merta menginjak-injak tradisi dan ajaran nenek moyang mereka. Untuk itu Abu Sufyan membawa serta tuhannya. HUBAL ia naikkan ke sebuah unta yang dihias untuk menghormatinya sebagai salah satu tuhan yang disembah para penduduk gurun waktu itu. Tuhan yang sudah sejak lama menjadi sesembahan favorit keluarga Bani Umayyah.

Selain itu tentara baru ini juga menyertakan rombongan perempuan berdandan menor dengan rambut terurai. Mereka duduk santai di punuk-punuk unta yang merasa jengah dengan tingkah laku mereka. Mereka terkadang tergelak tertawa saling canda. Lalu kembali lagi ke pekerjaan mereka semula. Apa itu? Bernyanyi dan bersyair sambil memukul-mukul rebana dan tamborin memberikan semangat kepada para prajurit kota Mekah yang akan berlaga di medan perang.
Waktu itu tepat bulan Maret tahun 625 Masehi. Abu Sufyan bersama 3000 orang bala tentaranya bergegas menuju kota Madinah. Pasukannya ada yang jalan kaki (infantri) dan ada yang menunggang kuda (kavaleri). Ada yang berbalutkan baju besi, ada juga melindungi tubuh mereka dengan rantai dan tameng dada.

Mereka kelihatan sangat antusias untuk menyerbu musuh karena janji-janji muluk Abu Sufyan membuat mereka tersentuh. Abu Sufyan menjanjikan mereka pahala mati masuk surga dan mendapatkan keberkahan dari Hubal sang tuhan perkasa. Dan untuk yang selamat dari peperangan dan mendapatkan kemenangan……………para wanita yang ikut dalam rombongan akan menjadi piala yang sangat mengundang.

Singkat cerita, tibalah mereka. Di Madinah yang sedang berharap cemas menyambut kedatangan mereka. Kaum Muslimin tidak secanggih kaum musyrikin. Dalam jumlah mereka kalah. Musyrikin 3000, mereka 700. Dalam persenjataan mereka juga kalah. Kaum Musyrikin banyak yang berkuda dan berbaju zirah; sementara kaum Muslimin malah banyak yang bertelanjang kaki dan bertelanjang dada. Senjata apa adanya.

Sekarang dua pasukan yang tak berimbang dari segi taktik perang sedang berhadapan dengan pasang tampang garang. Masing-masing ingin membuat takut lawannya supaya moral pasukan runtuh sebelum berperang.

Menyeruaklah dari barisan musyrikin Mekah seorang penunggang kuda yang gagal. Dialah Thalhah Ibn Abdul Uzza, yang membawa panji peperangan dari kota Mekah. Ia menantang kaum Muslimin untuk berduel satu lawan satu.

Dari barisan kaum Muslimin keluarlah seorang pemuda tampan bernama Ali. Sontak wajah kaum musyrikin pucat pasi. Karena dialah yang telah menghancurkan nama besar kaum Qurays. Karena dialah yang telah membabat habis tokoh-tokoh musyrikin Mekah dengan ayunan pedangnya yang dasyhat tak terhingga. Thalhah pun merasa jeri tapi tak mungkin ia lari karena ia akan kehilangan harga diri. Akan tetapi Thalhah tak punya waktu untuk malu karena Ali langsung maju dan mengayunkan pedangnya sekali tebas.

Thalhah pun jatuh ke tanah dan mati seketika. Ali menyelamatkan dia dari rasa malu yang tidak perlu. Karena ia mati di tangan Ali; pahlawan di atas pahlawan yang ada di muka bumi! Panji yang dibawa Thalhah terlempar dari tanahnya jatuh ke bumi terkotori debu yang mengepul.

Muhammad al-Mustafa menjerit seketika: ALLAHU AKBAR! ALLAHU AKBAR!

Muhammad al-Mustafa merasa gembira karena Ali sepupunya yang sangat ia cintai bisa memenangkan perang dengan mudah. Jeritan takbir itu diikuti oleh kaum Muslimin yang lain sehingga lembah di kaki bukit Uhud itu penuh dengan gema takbir membelah angkasa.
Sejenak Hindun, istri Abu Sufyan, menghentikan tarian dan nyanyian perangnya. Ia pucat pasi dan khawatir karena salah seorang pemuda dari barisannya telah tewas di tangan musuh. Sejak tadi ia memberikan semangat dengan menari mengelilingi Hubal yang diarak di atas unta.

Jenderal perang dari kaum musyrikin telah mati; dan itu jelas menciutkan hati. Beberapa dari mereka berbisik bahwa kejadian yang sama seperti yang terjadi di Badar bakalan terjadi lagi di sini. Moral pasukan musyrikin jatuh.

Ali kembali lagi ke dalam barisan Muslimin dengan langkah yang sama tenangnya dengan yang ia biasanyay tunjukan dalam semua peperangan. Pada saat yang sama, saudara dari Thalhah ibn Abdul Uzza yaitu Utsman ibn Abu Thalha, mencoba untuk mengambil lagi panji peperangan yang terjatuh untuk menaikkan lagi moral pasukan kaum musyrikin akan tetapi dari barisan keluarlah seorang kakek-kakek perkasa, paman dari Nabi, bernama Hamzah, menyeruak dan membunuh Utsman seketika dengan satu kali sabetan pedang.

Satu laporan sejarah lainnya menlaporkan sebagai berikut:

“Ketika Ali bin Abi Thalib telah membunuh si pembawa panji perang (bendera perang), Thalhah ibn Abu Thalha, maka panji yang telah jatuh bersama pembawanya itu dipungut oleh Utsman ibn Abu Talha. Dan ketika Utsman jatuh juga karena ditebas oleh Hamzah (paman Nabi), maka panji itu kemudian dipegang oleh Abu Sa’ad ibn Abu Talhah. Ketika ia mengambil panji itu ia berteriak ke arah kaum Muslimin:
“Apakah engkau mengira bahwa para pahlawan kalianlah yang akan masuk surga sedangkan para pahlawan kami masuk neraka? Demi Allah, kalian telah berbohong! Kalau ada diantara kalian yang percaya terhadap keyakinan kalian, maka keluarlah dari barisan dan bertempurlah denganku”
Omongan dari Sa’ad itu terdengar oleh Ali bin Abi Thalib yang kemudian dengan mudahnya membunuh Sa’ad dalam satu ayunan pedang. Keluarga Banu Abdul Dar terus menerus membawa panji (bendera) perang mereka hingga satu persatu dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib hingga akhirnya mereka telah kehilangan 9 orang anggota keluarganya”

Ali, singa padang pasir itu, telah membunuh 8 orang diantara 9 itu (yang satu dibunuh oleh paman Rasulullah, Hamzah) 

Ibn Athir, sejarawan Sunni, menulis dalam tarikh-nya Tarikh Kamil, “Orang yang membunuh para pembawa bendera perang Uhud (dari golongan musyrikin) ialah Ali”. Setelah kematian 9 orang pembawa panji perang itu, Abu Sufyan memerintahkan bala tentaranya untuk maju dan menyerang barisan kaum Muslimin. Ketika Rasulullah mengetahui pergerakan musuh, beliau juga memerintahkan kaum Muslimin untuk waspada. Rasulullah membawa sebuah pedang di tangannya, dan akan memberikan pedang spesial itu kepada orang yang sangat spesial. Ia akan memberikan pedang mulia itu kepada orang yang paling mulia diantara para sahabatnya. Beberapa sahabat sangat berharap bahwa pedang itu jatuh ke tangannya. Beberapa diantaranya memberanikan diri untuk meminta pedang itu akan tetapi Rasulullah tidak memberikannya.

Muhammad Ibn Ishak, penulis sejarah paling awal, melaporkan sebagai berikut:

“Pada hari Uhud itu Rasulullah mengacung-acungkan sebuah pedang sambil berkata:

‘Siapa yang hendak mengambil pedang ini dengan haq-nya?’ (artinya siapakah yang memang berhak untuk pedang ini—red.). Beberapa sahabat berdiri untuk mengambil pedang itu akan tetapi Rasulullah tidak memberikannya kepada mereka hingga seseorang yang bernama Abu Dujana Simak bin Kharasha, saudara dari B Saida berdiri dan mengambilnya dan Rasulullah memberikannya.

Umar berdiri dan hendak mengambil pedang itu seraya berkata: “Aku akan mengambilnya dengan haq-nya”, akan tetapi Rasulullah berpaling darinya dan tetap mengacungkan pedang itu untuk kedua kalinya dan mengulangi pertanyaannya. Kemudian Zubayr bin Awwam juga berdiri dan hendak mengambil pedang itu dan kemudian Rasulullah menolaknya. Baik Umar maupun Zubayr merasa malu sekali.

Kembali ke Abu Dujana. Rasulullah memberikan pedang itu kepada Abu Dujana (seorang dari kelompok Anshar) dan kemudian ia mengambilnya dengan penuh semangat. Ia telah mengambil pedang itu dengan haq-nya.

Abu Dujana (sayang kaum Muslimin kebanyakan tak kenal dia) menyeruak ke tengah pasukan musuh dan mulai membabat mereka satu persatu. Abu Dujana dengan Ali dan Hamzah ibarat tiga buah tank kecil yang menyerbu musuh tanpa ada rasa takut sedikitpun.

Pasukan musuh dengan segera teringat peristiwa perang Badar. Kekalahan sudah membayang di raut wajah mereka.

Ali sendiri sudah membunuh beberapa perwira tinggi suku Qurays. Ia sekarang berada jauh di dalam barisan musuh. Karena merasa jeri dan tak mampu melawan ketangguhan seorang Ali, maka pasukan musuh mulai satu persatu tiarap dan sebagian melarikan diri. Sementara itu Hamza, paman Nabi dan Ali, sedang sibuk menyeruak ke barisan tentara musuh. Usianya yang sudah uzur rupanya tidak menghalangi dia untuk maju terus pantang mundur.

Sampai suatu ketika sebuah peristiwa terjadi………………………………….

Hamzah tewas di tangan al-Washi, seorang budak yang terlatih untuk melemparkan lembing tepat ke sasaran. Hamzah dibunuh dengan cara yang sangat pengecut. Ia dilempari sebuah lembing dari balik sebuah batu yang besar dan tepat mengenai selangkangannya. Hamzah syahid tepat setelah ia berhasil membunuh salah seorang tentara musyirikin Makkah.

Peristiwa lainnya yang terjadi ialah………………………………………….

Di sisi lain dari medan pertempuran itu kaum Muslimin merasa telah mendapatkan angin kemenangan. Mereka mengira bahwa mereka telah memenangkan peperangan. Tentara musuh telah lari kesana kemari meninggalkan barang-barang dan harta mereka. Sebagian dari para sahabat Nabi (karena ketamakkannya) buru-buru berebut harta pampasan perang itu karena mereka tidak ingin harta itu jatuh ke tangan orang lain. Para pemanah yang melihat hal itu terjadi juga ikut meninggalkan posnya masing-masing padahal Nabi sudah memperingatkan mereka agar tetap berada di posnya. Mereka turun dari posnya yang ada di bukit Uhud. Mereka berpikir kalau mereka tidak cepat-cepat turun maka mereka tidak akan mendapatkan bagian mereka.

Sekarang musuh-musuh Islam itu tidak lagi mengkhawatirkan serangan dari atas bukit. Mereka merasa senang itu terjadi karena serangan dari atas bukit itulah yang membuat mereka kocar-kacir selain serbuan dari 3 tentara tangguh yaitu Ali, Hamzah, dan Abu Dujana.
Pada saat bersamaan, seorang jenderal pasukan Makkah yang bernama Khalid bin Walid mengetahui bahwa jalur-jalur strategis di sayap kiri pasukan Madinah tidak lagi dijaga. Ia segera memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melakukan serangan berkekuatan penuh dengan pasukan berkuda atas pasukan Muslimin yang masih berjaga-jaga di jalur tersebut. Alhasil, para penjaga itu bertempur mati-matian dengan gagah berani. Namun apa daya, serbuan yang dilancarkan pasukan Qurays kali ini sangat besar. Seluruh prajurit Muslimin yang hanya tinggal segelintir di jalur itu, termasuk Abdullah bin Jubair (bukan Abdullah bin Zubayr putera Zubayr bin Awwam—red), tidak berdaya menghadapinya dan akhirnya syahid. Setelah menguasai jalur tersebut, Khalid langsung menyerang pasukan Madinah dari arah belakang.

Peristiwa lainnya lagi ialah ……………………………………….terbunuhnya Mus’ab bin Umair, salah seorang paman Nabi.

Washington Irving, seorang penulis sejarah menuliskan:


“Hamzah tertusuk tombak yang dilemparkan Wahsyi, seorang budak Ethiopia, yang telah dijanjikan kebebasan bila dirinya mampu membunuh Hamzah. Mus’ab bin Umair, yang saat itu menjadi pembawa bendera pasukan Muhammad, tewas tersungkur. Namun tiba-tiba Ali meraih bendera atau panji perang yang sakral itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah peperangan yang berkecamuk.

Karena wajah Mus’ab bin Umair itu hampir sama dengan wajah Rasulullah (karena memang masih ada hubungan darah), maka pasukan musuh menyangka bahwa ia adalah Muhammad al-Mustafa. Oleh karena itu, mereka langsung saja berteriak bahwa Muhammad telah mati. Orang-orang Qurays langsung merasa berada di atas angin. Sementara itu pasukan Muslimin tampak kocar-kacir dan berusaha untuk melarikan diri dalam keadaan putus asa. Tampak diantaranya adalah Abu Bakar dan Umar yang mengalami luka-luka.” (The Life of Muhammad)

Setelah berita tentang tewasnya Muhammad itu bergemuruh di medan perang, makin banyak tentara Islam yang mundur dan lari terbirit-birit.

Banyak sekali tentara Muslim yang lari berserabutan ke sana kemari dan meninggalkan Rasulullah berjuang sendirian bersama beberapa sahabat yang sangat sedikit sekali jumlahnya (tidak lebih dari 12 orang). Umar berlari ke atas bukit, sementara sahabat lainnya lari ke Madinah dan yang lainnya mencari tempat persembunyian di gua-gua dan di parit-parit.
Utsman bin Afffan (yang kelak akan menjadi khalifah) juga turut lari. Ia tidak ikut dalam perang Badar dengan alasan-alasan yang dicari-cari akan tetapi untuk perang Uhud kali ini ia terpaksa ikut serta karena rasa malunya yang tinggi. Ia sebenarnya bukan seorang ksatria sama sekali. Ia takut sekali dengan bunyi dentingan pedang beradu dan berseliwerannya lembing dan anak panah di medan peperangan. Ia seorang pengecut sekaligus pemalu. Maka oleh karena itu ia tidak lari masuk ke kota Madinah karena saking malunya telah kabur dari peperangan.

Al-Qur’an memperingatkan mereka atas kejadian itu sebagai berikut:

“Ingatlah! Ketika kamu lari ke atas bukit, tanpa berpaling pada siapapun; sementara Rasulullah ada di sebelahmu dan memanggilmu (untuk berperang). Kemudian Allah menimpakan kepadamu kesedihan di atas kesedihan, untuk memberimu pelajaran agar tidak serakah dengan harta pampasan perang yang lepas dari genggaman, dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan” (QS. Ali Imran: 153)
 

NABI TERLUKA…………………………………………….

Thabari (sejarawan Islam) mengatakan bahwa kaum Muslimin menghadapi tiga musibah; pertama, banyak yang terbunuh, terluka, dan sakit hati karena kalah. Kaum Muslimin tak tahu lagi apa yang harus diperbuat. Lebih dari segalanya, sisi kanan wajah Nabi terluka akibat dilempar batu oleh seorang Qurays Makkah bernama Ibnu Qamitsah.

Sementara itu Waqidi (sejarawan Islam yang lain) menceritakan bahwa usaha pembunuhan terhadap Nabi sudah direncanakan dengan baik. Untuk itu, mereka memilih empat orang pendekar:
  • Abdullah bin Syihab az-Zuhra
  • Ibnu Qamitsah
  • Utbah bin Abi Waqqash
  • Ubay bin Khalaf
Tatkala Khalid bin Walid menyerang dari arah belakang sehingga barisan Muslimin kacau balau, barisan infantri kaum musyrikin menyerbu ke arah kaum Muslimin dari segala arah. Sementara itu, Utbah bin Abi Waqqash melempar Nabi dengan batu sebanyak empat kali sehingga mengenai wajah beliau sebelah kanan, menembus rompi pelindung kepala (mighfar), sehingga sebuah matarantai  rompi hilang, melukai pipi, hidung, bibir, dan dahi di tepi akar rambut dan mematahkan sebuah gigi seri tepat depan gigi taring kanan bawah. Waqidi selanjutnya menceritakan bahwa yang melukai bibir dan mamatahkan gigi seri kanan bawah itu adalah Utbah, sementara Ibnu Qamitsah melukai pipi beliau yang mulia.

Ibnu Qamitsah kala itu berteriak-teriak, “Tunjukkan padaku, di mana Muhammad. Aku bersumpah, bila aku melihatnya, aku akan membunuhnya!” Ia lalu mendatangi Nabi dan membacoknya dengan pedang, sementara Utbah melemparinya dengan batu. Beliau kala itu sedang menunggang kuda. Ulah Utbah ini mengguncangkan hati Abdurrahman bin Auf, saudaranya yang Muslim.

Nabi juga mengenakan dua lapis rompi pelindung tubuh. Karena rompinya cukup berat, beliau pun terjatuh dari kuda dan masuk tepat dalam sebuah lobang dengna kedua lutut menimpa tanah sehingga mengalami lecet. Lobang itu ternyata digali oleh “si fasik” Abu Amir.

Thalhah bin Ubaidillah kemudian memegang punggung Nabi, sementara Ali bin Thalib memegang kedua tangan beliau dan mengangkatnya dari lobang parit itu.

Anas bin Malik melaporkan bahwa wajah Nabi sampai berlumuran darah dan wajahnya tertutup oleh darah itu.


KEMANAKAH GERANGAN UMAR DAN ABU BAKAR?

Seperti halnya Utsman bin Affan yang lari terbirit-birit entah kemana, Umar bin Khattab dan Abu Bakar juga lari. Mereka berdua berlari ke bukit bersembunyi di balik batu-batu besar. Mereka juga mendengar bahwa Rasulullah telah mati (seperti yang diteriak-teriakan oleh orang-orang Qurays yang mengira telah membunuh Nabi padahal yang mereka bunuh ialah Mus’ab bin Umair, paman Nabi); dan mereka tampaknya tidak rela untuk mati…………………
Biarlah Muhammad Husein Haikal, sejarawan Mesir ternama yang bercerita pada kita tentang dua orang tokoh ini.

Muhammad Husein Haikal mengisahkan:

“Mereka yang mengira bahwa Muhammad telah tewas, termasuk Abu Bakar dan Umar, segera bergegas melarikan diri ke bukit dan bersembunyi di sana. Tatkala Anas bin Nadhir datang ke sana dan mempertanyakan mengapa mereka menyerah sedemikian cepat, kemudian mereka menjawab bahwa Nabi Allah telah tewas. Anas bin Nadhir melontarkan kecaman kepada mereka berdua: ‘Dan apa yang akan kalian lakukan terhadap diri kalian dan kehidupan kalian setelah Muhammad tewas? Bangkit dan matilah kalian seperti beliau!’ Setelah mengucapkan itu, Anas langsung berbalik dan menyerang pasukan musuh dan bertempur dengan gagah berani (sampai ia terbunuh)” (The Life of Muhammad, Kairo, 1935)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

PERANG UHUD INI MENGISAHKAN DUA KELOMPOK SAHABAT NABI YANG SANGAT BERBEDA KUALITASNYA:
Ada kelompok pejuang yang diwakili oleh Ali bin Abi Thalib, Hamzah, Abu Dujana, Anas bin Nadhir dan seorang wanita bernama Ummu Ammarrah Anshariyyah. Mereka berjuang sampai maut memisahkan mereka dari kekasih yang dibelanya (Muhammad) atau sampai menang tanpa sedikitpun berusaha untuk lari.
Ada kelompok pecundang yang diwakili oleh Utsman, Umar, Abu Bakar, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Mereka tidak rela untuk menyerahkan nyawanya atau mempertahankan Nabinya dari serangan musuh. Mereka memilih menyelamatkan nyawa mereka sendiri karena mereka menilai itu lebih berharga dari agama yang telah mereka peluk.
INGIN DIGABUNGKAN KE DALAM KELOMPOK MANAKAH ANDA?

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Disarikan dari berbagai sumber terutama: 
1. Muhammad Sang Nabi, karya O. Hashem
2. A Restatement of the History of Islam & Muslims, karya Sayyed Ali Asgher Razavy

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta