ALI DIJADIKAN CALON KHALIFAH OLEH RASULULLAH KETIKA MASIH BELIA

JAMAN KEBODOHAN, JAMAN JAHILIYAH

Pada jaman Jahiliyah yang diliputi oleh kebodohan inilah nilai-nilai moral dan hukum-hukum spiritual dicampakkan dan dilupakan orang. Ritus-ritus penuh takhayul dan ajaran-ajaran baru menggantikan ajaran-ajaran adiluhung yang dulu berasal dari ajaran Ilahi.

Hanya beberapa gelintir orang Qurays saja yang masih menganut dan setia pada ajaran mulia Nabi agung Ibrahim (as), akan tetapi mereka jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan tidak berdaya dan tidak bisa memberikan pengaruh kuat kepada orang lain yang sudah terlalu dalam bergelimang dalam kesesatan agama pagan. Masyarakat yang hidup pada waktu itu banyak yang malah sama sekali tidak percaya kepada adanya Tuhan dan memandang hidup itu sebagai peristiwa alami biasa saja—dulu ada dan senantiasa ada. Tentang hal itu al-Qur’an berkata:

“Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”                

(QS. Al-Jaatsiyah: 24)

Sebagian dari mereka ada juga yang masih percaya kepada Tuhan akan tetapi mereka tidak percaya kepada hari kebangkitan atau hari penghisaban. Untuk itu Al-Qur’an berkata:

“Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,”

(QS. Yaasin: 79)

Hanya sekelompok kecil dari mereka sajalah yang masih percaya kepada Tuhan dan juga percaya kepada hari kebangkitan serta hari penghisaban. Akan tetapi mereka tidak percaya kepada kenabian. Untuk itu sekali lagi Al-Qur’an berkata:

“Dan mereka berkata: "Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?”

(QS. Al-Furqaan: 7)

Akan tetapi pada umumnya memang masyarakat Arab pada waktu ialah para penyembah berhala. Akan tetapi mereka tidak menyebutkan berhala-berhala mereka itu sebagai Tuhannya melainkan sebagai perwakilan Tuhan (intermediary). Al-Qur’an mengabadikan pengakuan mereka itu dalam ayat berikut ini:

"………..Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya".

(QS. Az-Zumar: 3)

Beberapa suku Arab pada waktu itu ada juga yang menyembah matahari; sedangkan yang lainnya menyembah yang lebih teduh dan lebih sayu cahayanya yaitu bulan. Akan tetapi kebanyakan dari mereka walaupun menyembah berhala, mereka masih percaya dan yakin bahwa ada sosok SANG MAHA PENCIPTA yang menjadi pencipta dari alam semesta ini—pencipta dari langit dan bumi yang mereka sebut dengan sebutan ALLAH. Al-Qur’an mengemukakan hal ini dalam salah satu ayatnya:

“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).”

(QS. Al-Ankabuut: 61)

“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah),”

(QS. Al-Ankabuut: 65)

Agama Nasrani dan Yahudi yang sudah lebih dulu disebarkan, seakan tidak ada lagi jejaknya di dalam masyarakat Arab pada waktu itu.

Sir William Muir salah seorang orientalis menuliskan dalam bukunya: 

Agama Kristen di sana sini memberikan pengaruh di dalam kebudayaan Arab namun pengaruhnya sangat lemah dan hanya berupa riak-riak kecil di permukaan saja. Sedangkan agama Yahudi yang lebih kuat pengaruhnya terlihat juga pengaruhnya itu dalam sistem kultural masyarakat Arab akan tetapi walaupun begitu gelombang keyakinan yang jauh lebih kuat berasal dari keyakinan terhadap berhala yang merupakan agama pagan yang lahir dari kebudayaan Arab sendiri yang dipenuhi oleh takhayul-takhayul. Semuanya berpusat di Ka’bah dimana berhala-berhala di letakkan sekaligus menunjukkan bahwa di masyarakat Arab penyembahan berhala itu sudah mendarah daging menjadikan penyebaran agama Kristen hanya menghasilkan beberapa gelintir pengikut saja sehingga agama Kristen di sana seolah-olah kehilangan dayanya sebagai agama misionaris.

FAJAR KENABIAN  MULAI MENYINGSING

Manusia adiluhung dilahirkan di dalam masyarakat Arab untuk mengangkat derajat orang-orang Arab dari keterpurukan kebodohan dan kesesatan untuk kemudian membuat mereka menjadi para penyembah Tuhan pencipta sekalian alam.

Karena Jazirah Arab letaknya yang berada di persimpangan secara geografis; dengan rute darat dan lautnya dan dikelilingi benua besar Asia, Afrika dan Eropa, maka Jazirah Arab menjadi tempat persinggahan segala budaya dan kepercayaan agama. Beberapa agama yang sangat penuh dengan takhayul yang tersebar di tiga benua di atas turut mempengaruhi Jazirah Arab. Akan tetapi begitu Jazirah Arab terbebas dari semua takhayul yang meliputinya, ia serta merta menjadi pusat pencerahan yang menyebarkan pengetahuan dan kebudayaan ke pelbagai arah mata angin; ke seluruh penjuru dunia.

Ketika Muhammad (saaw) berusia 38 tahun, ia lebih sering menghabiskan waktunya untuk bermeditasi (bertafakur) dan menyendiri (ber-’uzlah). Gua Hira adalah tempat favoritnya. Disanalah ia sering menyendiri; ia menghabiskan waktunya selama beberapa hari dengan perbekalan secukupnya berupa makanan dan minuman; dan selama itu ia hanya melakukan pekerjaan berdzikir (mengingat Allah). Tak seorangpun yang diijinkan untuk pergi ke situ kecuali isterinya yang dicintainya sepanjang hidupnya yaitu Khadijah serta sepupunya yang dicintainya yaitu Ali. Sepanjang bulan Ramadhan, biasanya Rasulullah menghabiskan waktunya di sana.

Waktu penantian telah hampir habis. Usianya yang empat puluh itu telah memberikan berbagai macam pengalaman hidup; dan dari kacamata dunia—dengan usia empat puluh itu—Muhammad telah sampai pada tingkat kedewasaan yang sangat matang; meskipun pada kenyataannya, Rasulullah sudah menunjukkan tingkat kedewasaan yang sangat matang pada usia yang masih belia. Ia dilaporkan seringkali berkata: “Aku ini sudah menjadi Nabi ketika Adam masih berupa air dan tanah lempung.” Hati Rasulullah meluap dengan rasa kasih sayang kepada umat manusia dan dirinya tegas dalam memberantas keyakinan yang sesat; perbuatan jahat; kekejaman dan penindasan; serta ketidak adilan. Waktunya telah tiba dan ia diijinkan untuk mengumumkan kenabiannya kepada khalayah ramai. Pada suatu hari, ketika ia ada di dalam gua Hira, Jibril datang kepadanya dan menyampaikan pesan dari Allah sebagai berikut:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1—5)

Inilah ayat-ayat pertama Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya; dan waktu itu adalah tanggal 27 Rajab, tahun keempat puluh tahun Gajah (kira-kira tahun 610M)

Pesan Illahiyah turun satu per satu terus menerus hingga 23 tahun kedepan setelah itu; dan Rasulullah telah mengumumkan pesannya yaitu TUHAN ITU SATU; dan UMAT MANUSIA ITU SATU. Rasulullah mulai mencoba untuk melenyapkan kebiasaan umat yang buruk seperti kepercayaan kepada takhayul; kebodohan; dan kesesatan. Rasulullah mulai mendirikan tonggak konsep hidup yang mulia untuk menggiring umat manusia dari kesesatan menuju cahaya kebenaran untuk mendapatkan ridho Tuhan Semesta Alam.

PERMULAAN DAKWAH ISLAM

Tugas yang diemban oleh Rasulullah itu sangatlah besar sekali. Oleh karena itu, Rasulullah memulai dakwahnya dengan sangat hati-hati. Dakwah pada permulaan sejarah Islam itu hanya disampaikan dan dibatasi untuk keluarga terdekat dan para sahabat saja. Ketika itu, dengan segera dakwah Rasulullah mencapai kesuksesan pertama. Kesuksesan sederhana. Isteri Rasulullah yaitu Khadijah segera bersaksi dan mengamini kebenaran yang disampaikan oleh suaminya itu. Setelah itu, sepupu Rasulullah—Ali Ibn Thalib—menyusul masuk Islam; kemudian budak Rasulullah yang sudah dibebaskan dan diangkat anak oleh Rasulullah yaitu Zaid juga masuk Islam. Orang yang keempat masuk Islam ialah Abu Bala.

Ibnu Hajar al-Asqalani—seorang ulama Sunni terkemuka—dalam kitabnya yang berjudul Al-Isabah, dan Ibn Hisham dalam kitabnya As-Sirah menuliskan sebagai berikut:

“Ali adalah lelaki pertama yang menerima Islam dan yang pertama shalat, dan ia menerima apapun yang diturunkan kepada Rasulullah oleh Allah. Pada waktu itu, Ali Ibn Thalib baru berusia 10 tahun. Setelah Ali, menyusul masuk Islam Zaid Ibn Haritsah dan ia juga mendirikan shalat setelahnya. Kemudian Abu Bakar juga turut masuk Islam. Para sahabat Rasulullah seperti Muhammad Ibn Ka’b al-Qarzi, Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghifari, Miqdad, Khabbab, Abu Sa’id al-Khudri, dan Zaid Ibn al-Arqam bersaksi bahwa Ali adalah orang yang pertama menyatakan ke-Islamannya. Para sahabat ternama ini lebih mengutamakan Ali dibanding para sahabat lainnya.”

Ameer Ali menuliskan dalam bukunya Spirit of Islam:

“Ini merupakan nilai lebih yang sangat agung dalam sejarah kehidupan Nabi Arab dimana ia membuktikan ketulusan karakternya; kesucian ajarannya; dan semangat keimanannya kepada Tuhan yang dibuktikan dalam dakwahnya yang segera disambut dengan penuh kehangatan oleh isterinya tercintanya, sepupu terkasihnya, dan para sahabat terdekatnya yang kesemuanya terilhami oleh kebenaran misi dakwahnya. Mereka yang mengenalnya dengan sangat baik—baik itu para kerabatnya dan para sahabatnya—orang-orang yang hidup bersamanya dan mengetahui setiap perbuatan dan tingkah lakunya menjadi para pengikut yang tulus dan setia.”

Dengan perlahan tapi pasti dakwah Islam mulai merambat dan menyebar kemana-mana. Selama 3 tahun pertama, Muhammad hanya mendapatkan sekitar 30 pengikut. Meskipun dakwah dilakukan dengan cara hati-hati dan rahasia, orang-orang Qurays tahu apa yang sedang terjadi. Akan tetapi pada mulanya mereka tidak ambil pusing dan hanya mengejek Rasulullah dan para pengikutnya. Mereka menganggap Muhammad Rasulullah sedang terganggu jiwanya atau sedang kerasukan setan. Akan tetapi waktu untuk mengumumkan dakwah Islam secara terang-terangan sudah dimulai.

 

MEMBERITAHU MEREKA YANG PALING DEKAT

Setelah 3 tahun berlalu, sebuah perintah datang langsung dari Allah:

وأنذر عشيرتك الأقربين

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,”

(QS. Asy-Syu’araa: 214)

Ayat ini mengakhiri masa dakwah rahasia yang dulunya dijalangkan oleh Rasulullah dan memulai era baru dimana dakwah Islam harus dinyatakan kepada khalayak ramai.

Abu Muhammad Husain al-Baghawi (dalam kitabnya Tafisir-Ma'alim ut-Tanzil); kemudian  Shaikh 'Ala'uddin 'Ali ibn Muhammad al-Baghdadi, yang dikenal orang dengan sebutan Khazin al-Baghdadi (dalam kitabnya Lubab-ut-Ta'wil, dan lebih dikenal dengan judul Tafsir Khazin);  Abu Bakr Ahmad ibn Husain al-Bayhaqi (dalam kitabnya Dalail-un-Nubuwwah); lalu Jalaluddin as-Suyuti (dalam kitabnya Jam'ul Jawami); 'Ala'uddin 'Ali Muttaqi (dalam Kanz-ul-'Ummal); Abu JaTer Muhammad ibn Jarir at-Tabari (dalam Tarikh-ur-Rusul-wal-Muluk); Abu Sa'adat Mubarak ibn Athir al-Jazari (dalam Tarikh-ul-Kamil); dan  Isma'il Abul Fida (dalam kitab tarikhnya, Kitab-ul-Mukhtasar fi Akhbar-il-Bashar) telah menyebutkan bahwa Ali bersabda sebagai berikut:  

“Ketika ayat Wa andzir ‘ashiratakal-aqrabin diturunkan, Rasulullah yang mulia memanggilku dan memerintahkan kepadaku, ‘Ya, Ali! Pencipta alam semesta ini telah menyuruhku untuk mengingatkan orang-orang tentang hari kiamat, akan tetapi melihat keadaan mereka sekarang ini dan mengingat aku akan menyampaikan kalam Allah kepada mereka, aku yakin mereka akan mengabaikan itu. Oleh karena itu aku merasa resah dan tak berdaya dan aku memilih diam hingga Jibril datang kepadaku untuk kedua kalinya dan memberitahu bahwa aku harus segera menyampaikan ini dan tidak boleh menunda-nunda lagi. Oleh karena itu, wahai Ali, ambillah gandum, dan sepotong kaki kambing serta semangkuk besar susu dan kemudian siapkanlah perjamuan, lalu panggilah putera-putera Abdul Muttalib untuk datang kepadaku supaya aku bisa menyampaikan firman-firman Allah.’

Aku melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah, dan putera-putera Abdul Muttalib berkumpul—jumlahnya sekitar 40 orang semuanya. Diantara mereka ada paman-paman dari Rasulullah seperti Abu Thalib, Hamza, Abbas, dan Abu Lahab. Ketika makanan disajikan, Rasulullah mengangkat sepotong daging dan kemudian memotong-motongnya hingga potongan kecil-kecil dengan menggunakan giginya sendiri. Kemudian meletakkan potongan-potongan itu di atas sebuah nampan dan kemudian bersabda: ‘Makanlah, dengan nama Allah,’ Setiap orang yang hadir di sana makan makanan yang disajikan hingga mereka merasa kenyang meskipun susu dan makanan yang disajikan itu sebenarnya hanya cukup untuk satu orang saja. Kemudian Rasulullah bermaksud untuk berbicara kepada mereka, akan tetapi Abu Lahab segera memotong pembicaraan dengan berkata: ‘Sesungguhnya, kawan kita ini sedang berusaha untuk mempengaruhi.’ Demi mendengar perkataan Abu Lahab itu, mereka segera bubar jalan dan pulang……..dan Rasulullah pun tidak punya kesempatan untuk berbicara kepada mereka. 

Di hari berikutnya, Rasulullah, atas perintah Allah menyuruhku lagi: ‘Ya, Ali. Siapkan lagi perjamuan yang sama seperti yang engkau buat kemarin, dan undanglah para putera Abdul Muttalib.’ Aku kemudian mempersiapkan segalanya untuk perjamuan makan malam itu dan mengumpulkan para tetamu seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah.  Segera setelah mereka selesai makan, Rasulullah berkata kepada mereka: ‘Wahai para putera Abdul Muttalib, aku telah membawakan kebaikan kepada kalian di dunia ini dan di akhirat nanti; dan aku diutus oleh Tuhan untuk mengajak kalian menujuNya. Oleh karena itu, siapakah diantara kalian yang bersedia membantuku dalam hal ini dan menjadi saudaraku, penerusku dan khalifahku?’ Tak ada seorangpun yang menjawab ajakan itu. Akan tetapi aku—meskipun yang paling muda di perjamuan itu—langsung menjawab ajakan itu. Aku berkata, ‘Ya, Rasulullah! Aku mau menjadi penolongmu untuk urusan ini.’ Rasulullah menepuk-nepuk tengkukku dan kemudian bersabda, ‘Wahai, umatku! Inilah Ali saudaraku, penerusku, dan khalifah diantara kalian. Dengarkanlah dia dan patuhilah dia!’. Mendengar hal ini, mereka langsung tertawa dengan sangat kerasnya dan berkata kepada Abu Thalib, ‘Dengarlah itu, hai Abu Thalib! Engkau disuruh untuk mematuhi dan mengikuti anakmu sendiri!’”

Peristiwa ini dicatat juga dengan teliti oleh Thomas Carlyle dalam bukunya Heroes and Hero Worship; juga oleh Gibbon dalam bukunya Decline and Fall of the Roman Empire; lalu oleh Davenport dalam bukunya Apology for Muhammad and the Koran; dan oleh Washington Irving dalam bukunya Muhammad and His Successors, lengkap dengan rinciannya.

Untuk lebih lanjut bisa dilihat dari referensi-referensi Ahlu Sunnah berikut ini:

  1. Tarikh Tabari, Versi Bahasa Inggris, volume 6, halaman 88—92 (ada dua hadits)
  2. Tarikh Ibn Athir, volume 2, halaman 62
  3. Tarikh Ibn Asakir, volume 1, halaman 85
  4. Durr al-Mantsur, Jalaluddin As-Suyuthi, volume 5, halaman 97
  5. al-Sirah al-Halabiyah, volume 1, halaman 311
  6. Shawahid al-Tanzil, al-Hasakani, volume 1, halaman 371
  7. Kanzul Ummal, al-Muttaqi al-Hindi, volume 15, halaman 15, juga halaman 100—117
  8. Tafsir al-Khazin, Ala-ud-Din al-Shafi’i, volume 3, halaman 371
  9. Dala’il al-Nabawiyah, al-Baihaqi, volume 1, halaman 428—430
  10. al-Mukhtasar, Abul Fida, volume 1, halaman 116—117
  11. Life of Muhammad, Hasan Haykal, halaman 104 (Edisi Pertama saja, pada edisi keduanya KALIMAT TERAKHIR YANG DIUCAPKAN OLEH RASULULLAH TELAH DIHAPUS)
  12. Tadhib al-Athar, volume 4, halaman 62—63

Sementara itu Abul-Fida, dalam kitabnya Kitabul-Mukhtasar fi Akhbaril-Bashar, menyatakan bahwa ada beberapa baris syair puisi yang ditulis oleh Abu Thalib yang menunjukkan fakta bahwa ia telah menerima kenabian Muhammad dari lubuk hatinya yang terdalam. Terjemahan dari puisi Abu Thalib itu ada di bawah ini:


Kau telah menyeruku ke dalam kebenaran

Dan aku yakini itu dengan sepenuh keyakinan

Aku yakin engkau benar dan jujur

Serta bisa dipercaya dengan perangaimu yang luhur

Dan tak ada keraguan sedikitpun di hatiku

Dalam keyakinan yang meliputiku

Bahwa agama Muhammad adalah yang terbaik

Dari semua agama yang dianggap laik

Demi Allah! Sepanjang aku hidup di dunia

Takkan ada orang dari Qurays yang bisa memperlaya

Yang akan memberikan ancaman dan siksaan

Pada Nabi akhir zaman

(terjemahan bebas dengan tetap memelihara isi dan misi dari puisi oleh redaksi: Apep Wahyudin)


PENYIKSAAN DIMULAI

Kemudian setelah itu mulailah satu persatu perintah Allah turun:

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”

(QS. Al-Hijr: 94)

“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa  tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”

(QS. Al-Muddatsir: 1—7)

Dan metoda dakwah yang digunakan ialah sebagai berikut:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

(QS. An-Nahl: 125)

Setelah itu, Rasulullah mengumumkan bahwa Tuhan itu Esa di depan Ka’bah. Orang-orang Qurays merasa terkejut dan terperanjat. Sebelumnya orang-orang Qurays hanya sebatas mengejek dan menghina para pengikut Muhammad akan tetapi setelah ini mereka merasa waspada dengan dakwah Muhammad. Gerakan baru itu memuncak hingga menimbulkan keresahan di pihak Qurays. Agama nenek moyang mereka terguncang dan kalau gerakan itu dibiarkan maka otoritas mereka dan hak spesial mereka sebagai pelindung dan penjaga Ka’bah akan tergerus dan tercampakkan.

Sejak itulah kaum Qurays mulai melakukan tindakan balas dendam. Mereka mulai melakukan tindak kekerasan terhadap para pengikut Muhammad. Muhammad mulai dilarang untuk memasuki pelataran Ka’bah ketika ia mau bersembahyang di sana. Ketika Muhammad hendak berjalan menuju tempat ibadah itu, duri-duri dilemparkan ke jalan agar Muhammad terluka. Kotoran hewan juga dilemparkan ke jalan agar terinjak oleh kakinya yang suci. Kotoran juga bahkan dilemparkan ketika ia sedang bersujud menyembah Tuhan. Anak-anak jalanan yang miskin dihasut untuk mengikutinya, meneriakinya, dan menepukinya dengan maksud mengejeknya. Ia dan para pengikutnya tidak pernah luput dari penghinaan, caci maki dan fitnah keji.

Tindakan jahat dan brutal dibiarkan begitu saja kalau itu menimpan para pengikut Muhammad yang setia. Semua itu dilakukan agar semua para pengikut itu mau berbalik arah dan kembali ke ajaran nenek moyang bangsa Arab. Sebagian dari mereka mengalami penyiksaan badani yang kejam: mereka dipukuli dibaringkan di atas pasir yang panas dan kemudian badannya ditindih oleh batu besar. Ada diantara mereka yang lehernya diikat tali dan tubuhnya diseret di atas pasir yang panas. Salah seorang sahabat Nabi yang tulus dan jujur yaitu Yasir adalah yang disiksa seperti ini dan ketika Sumayyah (isterinya yang berasal dari Afrika) memprotes, maka kedua kakinya diikat dan ditambatkan pada dua ekor unta dan kedua unta itu dipaksa untuk berlari kearah yang berlawanan sehingga tubuh Sumayyah terbelah dua. Kedua orang tua Ammar Ibn Yasir itu adalah syuhada pertama dalam Islam. Orang-orang yang beriman dari para pengikut Muhammad sudah terbungkus oleh semangat suci untuk mempertahankan keimanannya dan semangat itu diilhami oleh gurunya yang luhur dan mulia, Muhammad al-Mustafa.

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta