ABDULLAH IBN SABA : the legend continues (VOL 4; Bagian Akhir) ‘AISYAH MENENTANG ALI, KHALIFAH YANG SAH

SIAPAKAH YANG MEMULAI PEPERANGAN?

Perang Jamal atau Perang Unta yang ditujukan untuk menentang Imam Ali dimulai di kota Basrah pada tahun 36H atau tahun 656 Masehi setelah orang-orang sepakat untuk memilih Imam Ali untuk menjadi khalifah mereka. Perang itu disebut dengan Perang Unta karena ‘Aisyah—selaku pemimpin pasukan pemberontak—melancarkan peperangan itu dengan menunggangi seekor unta. Sementara itu ‘Aisyah didampingi oleh dua orang jenderal pasukannya yaitu Thalhah dan Zubayr yang masih tergolong sahabat Nabi. Nama lain dari perang ini (sebagaimana tertulis di dalam sejarah) ialah Perang Basrah. Hasil dari peperangan ini adalah terbunuhnya sekitar lebih dari 10,000 Muslimin yang sebagiannya adalah para sahabat Nabi………………..

Orang-orang yang membenci keluarga Nabi dan para pengikutnya mengutip dari Sayf bahwa para pengikut dari Ibn Saba-lah yang telah memulai dan melancarkan peperangan Basrah pada malam hari tepat sebelum perundingan antara Imam Ali dan 3 orang penentangnya (yaitu ‘Aisyah, Thalhah dan Zubayr) dibuat. Mereka memulai perang pada malam hari dengan menyerang kedua belah pasukan secara terus menerus agar kedua belah pasukan itu terlibat langsung dalam peperangan. Ibn Saba ingin agar kedua belah pihak saling menuduh bahwa pihak lawannya-lah yang telah memulai peperangan. Dengan ini perundingan damai antara kedua belah pihak bisa digagalkan dimana salah satu permasalahan yang akan dibahas di sana ialah cara untuk menangkap pembunuh Utsman dan cara untuk menghukumnya.

Tuduhan ini tentu saja bertentangan dengan fakta-fakta sejarah di lapangan yang jelas dan terang benderang dimana semua itu juga dicatat dengan rapi oleh para sejarawan Sunni dan para ahli hadits seperti:

1. al-Sya’bi (Amir Ibn Syarahil al-Syi’abi), yang menuliskan:

“Sayap kanan dari pasukan Imam Ali menyerang sisi kiri dari pasukan pemberontak Basrah. Mereka saling menyerang dan orang-orang mengadu kepada ‘Aisyah dan kebanyakan dari mereka ialah orang-orang suku Dhubbah dan al-Azd. Peperangan dimulai pada saat matahari terbit dan terus berlangsung hingga sore hari. Orang-orang Basrah kalah dalam peperangan itu dan seseorang dari suku al-Azd berteriak: “Hai kembalilah dan seranglah mereka”. Muhammad (Ibn al-Hanafiyah)—putera dari Ali Ibn Thalib—memukul orang itu dengan sebilah pedang dan melukai tangannya. Orang itu akhirnya berteriak lagi: “Wahai kaum Azd, kaburlah.” Ketika orang-orang Azd itu kewalahan meladeni terjangan dari pasukan Imam Ali, orang-orang Azd itu berteriak: “Kami patuh dan tunduk pada agama Ali Ibn Abi Thalib.”

(LIHAT: Referensi dari Sunni; Tarikh al-Tabari, Versi bahasa Arab, Kejadian dan Peristiwa pada tahun 36H, volume 4, halaman 312; Versi bahasa Inggris-nya dari bagian ini belum diterbitkan pada saat tulisan ini dibuat).

Laporan di atas memberikan bukti yang sangat jelas bahwa peperangan itu tidak dimulai pada malam hari melainkan setelah matahari terbit. Dan ini berbeda dengan perkataan orang-orang yang telah membuat cerita Abdullah Ibn Saba. Laporan ini sekaligus meruntuhkan teori konspirasi yang menyebutkan bahwa Abdullah Ibn Saba lah yang menyerang kedua belah pihak secara bersamaan sepanjang malam agar kedua pasukan itu bertikai satu sama lainnya.

2. Qatadah melaporkan sebagai berikut:

“Ketika kedua pasukan itu berhadapan, Zubayr muncul dengan kudanya sementara ia bersenjata lengkap sekali. Orang-orang berkata kepada Imam Ali, “Ini Zubayr.” Imam Ali kemudian berkata, “Zubayr adalah orang yang paling mungkin untuk mengingat Allah dari kedua orang itu.” Thalhah juga datang menemui Ali. Ketika Ali melihat mereka, ia berkata, “Tentunya kalian sudah mempersiapkan seluruh senjata kalian, kuda-kuda kalian, dan para prajurit kalian. Apakah kalian juga sudah mempersiapkan suatu alasan pada hari penghisaban nanti ketika kalian bertemu dengan Allah? Takutlah kepada Allah dan jangan sampai menjadi seperti seorang wanita yang mengurai kembali tenunan yang sudah dijalinnya dengan kuat dan rapi. Bukankah aku ini saudara kalian dan kalian tahu bahwa darahku ini suci dan haram ditumpahkan? Apakah ada sesuatu yang membuat kalian sekarang menghalalkan darahku ini dan ingin mencurahkannya? Thalhah menjawab: “Engkau sudah menghasut orang-orang untuk membunuh Utsman Ibn Affan.”

Imam Ali menjawab—sambil menyitir sebuah ayat dari Al-Qur’an: “Pada hari itu (Hari Penghisaban), Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allahlah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya). (QS. AN-Nuur: 25).” Kemudian Ali melanjutkan: “Thalhah, engkau sekarang berperang untuk menuntut darah Utsman? Semoga Allah mengutuk dia yang telah membunuh Utsman. Zubayr, apakah engkau masih ingat suatu hari ketika engkau bersama Rasulullah melewati desa Banu Ghunam dan ia melihat kepadaku dan kemudian tersenyum kepadaku? Aku kemudian tersenyum balik kepadanya dan engkau berkata: “Putera Ibn Thalib itu selalu angkuh.” Rasulullah kemudian berkata kepadamu: “Dia bukan orang angkuh dan sombong. Engkau malah akan memerangi dia dengan dzalimnya.”

“Zubayr kemudian berseru: “Demi Allah. Itu benar adanya. Kalau saja aku ingat itu dari dulu, maka aku tidak akan ikut dalam perjalanan untuk memerangi engkau. Demi Allah, aku tidak akan memerangimu.” Kemudian Zubayr Ibn Awwam berbalik dan meninggalkan Ali dan kemudian memberitahu ‘Aisyah dan puteranya (Abdullah Ibn Zubayr, keponakan dari ‘Aisyah) bahwa ia telah berjanji untuk tidak memerangi Ali. Puteranya—yaitu Abdullah Ibn Zubayr—menasehatinya agar tetap memerangi Ali dan menyarankan agar nanti membayar Kaaffaraah atas pelanggaran sumpah setianya itu. Zubayr setuju dengan nasehat itu dan kemudian membayar kaaffaraah dengan membebaskan seorang budak bernama Mak’hul.”

(LIHAT: Referensi Sunni:

1. Tarikh al-Tabari, versi bahasa Arab, Kejadian dan Peristiwa pada tahun 36H, volume 4, halaman 501—502

2. Tarikh Ibn al-Athir, volume 3, halaman 240

3. Al-Isti’ab, Ibn Abd al-Barr, volume 2, halaman 515

4. Usdul Ghabah, volume 2, halaman 252

5. al-Isabah, oleh Ibn Hajar al-Asqalani, volume 2, halaman 557)

Peristiwa ini dengan jelas menggambarkan kepada kita bahwa Thalhah dan Zubayr telah berkonfrontasi dengan Imam Ali (as) SEBELUM terjadinya peperangan itu, dan konfrontasi itu terjadi pada siang hari dan bukan malam hari. Kalau terjadi di malam hari maka orang-orang tidak akan melihat atau mendengar konfrontasi yang terjadi antara Imam Ali dan para penentangnya karena digambarkan bahwa mereka memakai penutup kepala atau helm perang yang terbuat dari logam. Pada waktu itu tidak ada penerangan seperti listrik pada jaman kita jadi pastinya setiap orang menggantungkan diri pada cahaya bintang atau obor. Sementara itu juga tidak ada pengeras suara yang bisa membesarkan volume suara mereka hingga terdengar oleh orang-orang di sekitarnya. Jadi kejadian itu pastilah terjadi pada siang hari dimana orang-orang bisa menyaksikan mereka dan mendengarkan mereka dari dekat.

Karena perbincangan antara mereka serta konfrontasi antara mereka itu terjadi sebelum peperangan berlangsung, maka jelaslah sudah bahwa laporan yang dibuat oleh Sayf yang menyebutkan bahwa peperangan itu dimulai sejak malam hari adalah laporan yang sepenuhnya dusta dan mengada-ada.

3. al-Dhabbi meriwayatkan sebagai berikut:

“Kami ada di tenda-tenda pasukan Ali pada hari peperangan Unta itu dimana Ali mengutus seseorang untuk menemui Thalhah untuk berbicara dengannya (sebelum peperangan dimulai). Thalhah datang dan kemudian Ali berbicara kepadanya: “Aku memohon kepadamu demi Allah! Apakah engkau lupa pernah mendengar dari Rasulullah ketika beliau berkata: ‘Barangsiapa yang menjadikanku MAULA, maka Ali adalah MAULA baginya. Ya, Allah, cintailah dia yang mencintainya, dan musuhilah dia yang memusuhinya’? Thalhah menjawab: ‘Ya, aku pernah mendengarnya’ Ali kemudian melanjutkan perkataannya: ‘Lalu mengapa engkau ingin memerangiku pada hari ini?’”

(LIHAT: Referensi Sunni:

1. al-Mustadrak, oleh al-Hakim, volume 3, halaman 169, 371

2. Musnad Ahmad Ibn Hanbal, seperti diriwayatkan oleh Ilyas al-Dhabbi

3. Muruj al-Dhahab, oleh al-Mas’udi, volume 4, halaman 321

4. Majma’ al-Zawa’id, oleh al-Haythami, volume 9, halaman 107)

 

4. Yahya Ibn Sa’id meriwayatkan:

“Marwan Ibn al-Hakam yang sama kedudukan dengan Thalhah, melihat Thalhah sedang mundur (ketika pasukannya dikalahkan di peperangan). Karena ia dan Bani Umayyah mengenalinya dan juga mengenali Zubayr sebagai para pembunuh Utsman, maka ia kemudian menembakkan sebuah panah kearah Thalhah dan berhasil melukainya. Ia kemudian berkata kepada Aban—putera dari Utsman Ibn Affan: ‘Aku mempersembahkan kepadamu, salah seorang pembunuh ayahmu.’ Thalhah kemudian dibawa ke sebuah reruntuhan rumah di kota Basrah dimana kemudian ia dibunuh dan mati di sana.”

(LIHAT: Referensi Sunni:

1. Tabaqat, oleh Ibn Sa’ad, volume 3, halaman 159

2. al-Isabah, oleh Ibn Hajar al-Asqalani, volume 3, halaman 532—533

3. Tarikh Ibn al-Athir, volume 3, halaman 244

4. Usdul Ghabah, volume 3, halaman 87—88

5. al-Isti’ab, Ibn Abd al-Barr, volume 2, halaman 766

6. Tarikh Ibn Katsir, volume 7, halaman 248

7. Riwayat yang kurang lebih sama termaktub dalam al-Mustadrak, oleh al-Hakim, volume 3, halaman 169, 371)

 

5. Al-Zuhri salah seorang pelapor hadits di kalangan Sunni yang terkenal atas rasa permusuhannya terhadap Ahlul Bayt, juga ikut melaporkan sebuah riwayat dimana Imam Ali sedang terlibat dalam sebuah perbincangan dengan Zubayr dan Thalhah sebelum peperangan berlangsung:

“Ali berkata: ‘Zubayr, apakah engkau memerangiku untuk menuntut darah Utsman setelah engkau sendiri yang membunuhnya? Semoga Allah memusuhi Utsman kalau apa yang dituduhkan kepadanya oleh orang yang memusuhinya itu benar.’ Kemudian Ali berkata kepada Thalhah, ‘Thalhah, engkau telah membawa-bawa istri Rasulullah (‘Aisyah) dan menggunakan dirinya untuk memerangiku sementara engkau menyembunyikan istrimu sendiri di rumahmu (di Medinah)! Bukankah engkau pernah membai’atku?’ Thalhah menjawab: ‘Aku membai’atmu karena ada sebilah pedang yang mengancam di atas leherku.’”

(Sampai pada titik waktu itu, Ali tetap mencoba untuk berdamai dengan mereka, sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk memeranginya). Ali menyapa pasukannya dengan menawarkan suatu tugas:

“Adakah di antara kalian yang mau membawa al-Qur’an ini dan membawanya ke pasukan yang hendak melawan kita dengan satu syarat apabila ia kehilangan tangannya maka ia nanti akan membawa al-Qur’an ini dengan tangannya yang lain…….?” Seorang pemuda belia dari Kufah berkata: “Aku mau melaksanakan tugas itu.” Ali kemudian menyeruak diantara pasukannya dan memberikan tugas itu. Dan sekali lagi hanya pemuda itulah yang bersedia untuk melaksanakan tugas itu. Kemudian Ali berkata kepadanya: “Perlihatkanlah al-Qur’an ini dan katakanlah kepada mereka: Ini (al-Qur’an) akan menjadi pemutus perkara antara kalian dan kami; mulai dari ayat pertama hingga terakhir. Ingatlah kepada Allah, dan janganlah kalian curahkan darah kalian dan darah kami.”

“Ketika pemuda yang ditugaskan untuk membawa al-Qur’an itu menunaikan tugasnya, pasukan Basrah menyerang dirinya dengan sadis dan membunuhnya. Setelah itu Ali berkata kepada pasukannya: ‘Sekaranglah waktunya. Perang sudah halal dan diperbolehkan untuk kita.’ Kemudian Perang Jamal atau Perang Unta itu dimulai……………….”

(LIHAT: Referensi dari Sunni: Tarikh al-Tabari, Versi Bahasa Arab, Kejadian dan Peristiwa pada tahun 36H, volume 4, halaman 905)

Semua riwayat di atas beserta riwayat-riwayat lainnya yang sama dengan jelas dan terang benderang menunjukkan bahwa peperangan itu dimulai pada siang hari dan bukannya malam hari seperti yang digambarkan oleh Sayf Ibn Umar. Dan perang yang berlangsung itu tidak terjadi secara tiba-tiba karena kedua belah pihak bertemu terlebih dahulu sebelum mereka benar-benar memulai peperangan. Seandainya konfrontasi antara Imam Ali, Thalhah dan Zubayr itu berlangsung malam hari, maka seruan Imam Ali yang disampaikan oleh pemuda yang membawa Al-Qur’an dan menyeru pada perdamaian itu tidak akan ada gunanya sama sekali karena kedua pasukan dari kedua belah pihak tidak akan melihatnya dan tidak akan mendengarnya. Pasukan Basrah juga tidak perlu membunuh pemuda itu kalau seruan itu dilakukan pada malam hari karena pasukan lebih dari separuhnya sedang terlelap tidur. Selain itu, al-Qur’an yang dibawa pemuda itu tidak akan terlihat di malam hari dan percuma saja membunuhnya kalau memang itu terjadi pada malam hari.

Selain itu, persetujuan antara Imam Ali dan 3 orang jenderal pasukan pemberontak untuk menghukumi orang-orang yang telah membunuh Utsman Ibn Affan hanya akan masuk akal apabila ke 3 jenderal pasukan pemberontak itu sungguh-sungguh ingin menghukumi para pembunuh Utsman. Akan tetapi ke 3 jenderal pasukan pemberontak itu (‘Aisyah, Thalhah, dan Zubayr) adalah penghasut utama yang menghasut orang-orang agar membunuh Imam Ali, khalifah yang sah. Mereka menuntut darah Utsman kepada orang yang tidak pernah melakukan pembunuhan itu. Seperti yang kita lihat di atas dimana Imam Ali jelas-jelas menunjukkan bahwa Zubayr adalah salah seorang dari mereka yang membunuh Utsman Ibn Affan.

Sebenarnya bisa saja kaum pemberontak itu memilih Thalhah atau Zubayr untuk menjadi khalifah mereka untuk menggantikan Imam Ali; dan setelah itu mereka membuat sayembara berhadiah bagi siapa saja yang berhasil membunuh para pembunuh Utsman Ibn Affan. Akan tetapi mereka tidak melakukan itu karena mereka sendirilah justeru yang telah membunuh Utsman Ibn Affan. Tidak mungkin mereka memerintahkan orang-orang untuk menangkap diri mereka dan membunuh mereka sendiri!!! Mereka hanya berpura-pura menuntut darah Utsman kepada Ali Ibn Thalib yang sama sekali tidak berdosa atas pembunuhan itu. Mereka hanya menginginkan jabatan khalifah itu dan untuk itu mereka harus membunuh Ali Ibn Thalib terlebih dahulu. Untuk menutup-nutupi agenda busuk itu mereka membungkusnya dengan alasan penuntutan darah Utsman.

 

PERBANDINGAN ANTARA RIWAYAT TENTANG ABDULLAH IBN SABA

MENURUT DUA SUMBER

NO.

Menurut sumber yang merujuk Sayf Ibnu Umar dan para pengekornya

Menurut sumber lain yang tidak merujuk pada Sayf Ibn Umar

1.

Sayf seringkali menyajikan informasi yang panjang dan berlebihan yang tidak pernah dilaporkan oleh para pelapor hadits manapun yang berakal sehat.

Hadits-hadits yang tidak melewati Sayf Ibn Umar terlihat sederhana dan jumlahnya hanya ada 14 buah saja. Dan kesemuanya berupa hadits yang singkat dan tidak berlebihan.

2.

Seluruh hadits dari Sayf Ibn Umar ditolak sejak awal karena Sayf dikenal oleh para ulama Sunni ternama sebagai orang yang suka melakukan pemalsuan, suka sensai berlebihan dan suka mengarang-ngarang sesuatu yang tidak pernah ada.

Hadits-hadits yang jumlahnya 14 buah di atas itu tidak pernah dikatagorikan sebagai hadits shahih baik oleh kalangan Sunni maupun Syi’ah dan ini sekaligus menjadikan karakter Abdullah Ibn Saba sebagai karakter yang penuh misteri dan diragukan keberadaannya oleh kalangan Sunni sekalipun.

3.

Menurut Sayf Ibn Umar, Abdullah Ibn Saba muncul pada masa pemerintahan Utsman Ibn Affan

Menurut hadits yang 14 buah itu, Abdullah Ibn Saba muncul pada masa pemerintahan Ali Ibn Thalib

4.

Menurut Sayf, Ibn Saba menyebutkan bahwa Nabi Muhammad akan kembali ke bumi seperti halnya Yesus sebelum hari penghisaban dimulai. Ibn Saba dilaporkan menyebutkan bahwa Nabi Muhammad itu tidak meninggal dunia.

Hadits yang 14 itu tidak pernah menyebutkan hal-hal seperti yang disebutkan oleh Sayf Ibn Umar. Malahan Hadits-hadits Sunni menyebutkan bahwa Umar Ibn Khattab lah yang pertama-tama menyebutkan bahwa Nabi Muhammad itu akan kembali dan ia belum meninggal.

5.

Menurut Sayf Ibn Umar, Abdullah Ibn Saba menyebutkan bahwa Ali adalah penerus Nabi.

Menurut hadits yang 14 itu, Abdullah Ibn Saba itu mengaku sebagai Nabi sedangkan Ali disebut sebagai Tuhan.

6.

Sayf menyebutkan bahwa Ibn Saba menyuruh orang-orang untuk melengserkan Utsman Ibn Affan karena ia dianggap telah mengambil hak khilafah dari Ali Ibn Thalib. Ibn Saba disebut Sayf sebagai penghasut utama dalam penentangan terhadap Utsman Ibn Affan. Hasutan itu tidak dimulai di kota Madinah; dan Thalhah serta Zubayr disebutkan tidak pernah menentan Utsman.

Hadits yang 14 itu sama sekali tidak menyebutkan hal-hal yang disebutkan oleh Sayf. Riwayat-riwayat dari Sunni lainnya malah mengklaim bahwa Thalhah, Zubayr, serta ‘Aisyah, dan Amr Ibn al-Aas lah yang menghasut orang-orang untuk menentang Utsman Ibn Affan. Mereka memulai pembangkangan dan penentangan di kota Madinah dan kemudian menyebarkannya ke kota-kota lainnya untuk menghasut orang-orang agar mau bergabung untuk menentang Utsman Ibn Affan.

7.

Dalam riwayat-riwayat yang dikarang oleh Sayf Ibn Umar, Ibn Saba adalah orang yang menyulut peperangan (Perang Jamal)—dan itu terjadi pada malam hari—hingga kedua belah pasukan saling menyerang satu sama lainnya.

Dalam 14 Hadits dari Sunni itu sama sekali tidak disebutkan peran Ibn Saba dalam perang itu. Bahkan hadits-hadits dari Sunni menyebutkan perang terjadi pada siang hari setelah pembicaraan antara Imam Ali dengan para penentangnya dan pada saat itu kedua belah pasukan sudah saling berhadapan.

8.

Menurut Sayf Ibn Umar, sebagian sahabat Nabi dari kaum Muslimin generasi pertama seperti Abu Dzar al-Ghifari dan Ammar Ibn Yassir adalah murid-murid setia dari Abdullah Ibn Saba.

Dalam hadits-hadits yang 14 itu dan hadits lainnya dari Sunni sama sekali tidak disebutkan bahwa ada sahabat Rasulullah yang menjadi pengikut setia Abdullah Ibn Saba. Hadits-hadits shahih Sunni lainnya malah menunjukkan bahwa Abu Dzar al-Ghifari dan Ammar Ibn Yassir termasuk sahabat Nabi yang terbaik dan paling dicintai oleh Rasulullah.

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta