BIARKANLAH AL-QUR’AN DAN AL-HADITS BERBICARA TENTANG KELAKUAN PARA SAHABAT NABI (BAGIAN 2): dengarkanlah al-Qur’an berbicara …………

KETIKA AL-QUR’AN BERBICARA TENTANG PARA SAHABAT NABI AKHIR ZAMAN, MAKA DENGARKANLAH KALAU INGIN MENDAPATKAN PENGAJARAN

Agar orang-orang yang jumud dan keras kepala tidak mengira bahwa ayat-ayat tentang orang-orang munafik itu tidak berkenaan dengan para sahabat Nabi—seperti keyakinan Ahlu Sunnah sekarang ini—maka kami memutuskan untuk menunjukkan beberapa ayat yang berkenaan dengan orang-orang beriman.

Dalam Al-Qur’anul Karim, Allah berfirman tentang kelakuan para sahabat Nabi ketika Nabi masih bersama mereka. Di antaranya ialah:

“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudaratan kepada-Nya sedikit pun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Taubah: 38—39)

“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfaal: 27—28)

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan. Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfaal: 24—25)

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan. (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.  Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya".” (QS. Al-Ahzab: 9—12)

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2—3)

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadiid: 16)

“Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar".” (QS. Al-Hujuraat: 17)

“Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)

“Orang-orang Arab itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".” (QS. Al-Hujuraat: 14)

“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.” (QS. At-Taubah: 45)

“Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.” (QS. At-Taubah: 47)

“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka Jahanam itu lebih sangat panas (nya)", jika mereka mengetahui.” (QS. At-Taubah: 81)

“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka. Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu.” (QS. Muhammad: 28—30)

“mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu).” (QS. Al-Anfaal: 6)

“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).” (QS. Muhammad: 38)   

“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (QS. At-Taubah: 58)

“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu mereka berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan: "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS. Muhammad: 16)

“Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya". Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu". Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka adzab yang pedih.” (QS. At- Taubah: 61)

Ayat-ayat yang terang benderang tersebut di atas adalah sangat cukup bagi orang-orang yang berakal sehat dan bagi para peneliti untuk menyimpulkan bahwa para sahabat Rasulullah itu terbagi paling tidak kedalam 2 kelompok besar:

  1. Kelompok pertama ialah para sahabat Nabi yang beriman kepada Allah dan RasulNya; dan menyerahkan setiap urusan mereka kepada Allah dan RasulNya. Kelompok ini mematuhi dan mentaati Allah dan RasulNya; mengabdikan diri mereka kepada Allah dan RasulNya secara tulus dan ikhlas. Mereka siap sedia untuk berkorban demi Allah dan RasulNya. Kelompok sahabat jenis ini ialah kelompok sahabat yang berhasil menjadi anak didik Nabi. Sayang sekali kelompok ini jumlahnya kecil sekali. Mereka hanya ada beberapa orang saja. Al-Qur’an menyebut mereka sebagai “orang-orang yang bersyukur”.
  2. Kelompok sahabat yang kedua lain daripada yang pertama. Kelompok ini menampakkan keimanan kepada Allah dan RasulNya di luarnya. Mereka berpura-pura beriman; padahal mereka tidak pernah memberikan kepercayaan kepada Allah dan RasulNya dalam setiap urusan mereka, kecuali kalau urusan itu berkenaan langsung dengan urusan pribadi mereka atau urusan duniawi mereka. Kalau urusan itu memberikan keuntungan materi kepada mereka; mereka menjadi orang yang terdepan untuk memintak hak bagiannya. Mereka seringkali menentang aturan dan perintah Rasulullah; mereka lebih mementingkan pendapat dan keyakinan mereka sendiri daripada Allah dan RasulNya. Kelompok sahabat Nabi jenis ini ialah kelompok pecundang dan jumlahnya banyak sekali dan merupakan mayoritas. Al-Qur’an menyebut kelompok sahabat ini dalam sebuah ayat: “Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan di antara kamu benci pada kebenaran itu.” (QS. Az-Zukhruf: 78)

Para peneliti sejarah menemukan fakta menarik bahwa “kelompok mayoritas” ini—selama masa hidup Rasulullah—tinggal bersama dengan Rasulullah; shalat di belakang Rasulullah; bepergian dengan Rasulullah dan menemani Rasulullah ketika Rasulullah bepergian. Mereka—dengan segala cara dan upaya—berusaha agar tampak dekat dengan Rasulullah supaya kemunafikan mereka tidak tampak di mata orang-orang beriman. Mereka mencoba sebaik mungkin menyembunyikan kemunafikannya hingga akhirnya banyak sekali orang yang tertipun oleh mereka.

Apabila mereka pandai menyembunyikan dirinya; pandai menyembunyikan kemunafikan dan kesesatannya di jaman Rasulullah, maka bagaimanakah keadaan mereka setelah Rasulullah wafat? Tentu saja mereka bisa menampakkan wajah asli mereka tanpa rasa takut dan sungkan lagi! Jumlah mereka malah bertambah setelah Rasulullah wafat. Mereka berkembang biak dengan cepat seperti jamur di musim hujan. Tidak ada lagi Rasulullah yang dulu mereka takuti dan segani; tidak ada lagi wahyu yang turun tentang mereka sehingga bisa membuat mereka malu bukan kepalang. Berakhirnya wahyu dan wafatnya Rasulullah seakan-akan menandai babak baru dalam kehidupan umat Islam di kota Madinah. Babak ini merupakan babak kehidupan di mana umat Islam Madinah mulai terkota-kotak; mulai bersengketa dan berselisih paham satu sama lainnya; mulai berani untuk berpecah belah dan bermusuhan dan kesemuanya itu menandakan sifat munafik mereka ketika Rasulullah masih ada. Orang-orang Arab di jazirah Arabia menjadi orang-orang sesat karena mereka dulunya sangat munafik dan tidak beriman kepada Allah dan RasulNya. Diantara mereka ada yang kemudian mengaku-aku sebagai Nabi seperti halnya MUSAYLAMA al-Kadzab; atau si Tulayha, Sajjah bint al-Hart, dan para pengikutnya. Semuanya adalah para sahabat Nabi sebelumnya.

Apabila kita tidak membahas para sahabat lainnya dan kita memfokuskan diri kita hanya kepada para sahabat yang ada di kota Madinah saja—yaitu para sahabat senior dan para sahabat Rasulullah lainnya yang sangat terkenal dalam sejarah—maka kita tetap bisa melihat dengan jelas bahwa benih-benih kemunafikan itu ada tampak jelas dalam diri-diri mereka. Kebanyakan dari mereka itu berbalik dan berpaling arah—tidak lagi menjadikan Islam sebagai pedoman hidup mereka. Mereka melakukan itu semua hanya karena mereka lebih tergiur oleh kursi khilafah yang tampak jauh lebih menggiurkan.

Dalam sejarah kita bisa lihat bahwa mereka telah membuat sebuah plot kejahatan untuk menjegal Rasulullah dan pemegang wasiat atau ahli warisnya. Mereka telah menentang perintah Rasulullah dan itu mereka lakukan ketika Rasulullah masih hidup dan sedang menjelang sakaratul mautnya.

Kenyataan ini benar-benar merupakan sebuah kenyataan yang mengikat sekaligus menyesakkan dada. Para peneliti sejarah dan para penikmat sejarah benar-benar tidak bisa lari lagi dari kenyataan ini. Mereka senantiasa dihadapkan kepada fakta-fakta sejarah yang bertebaran di dalam manuskrip-manuskrip sejarah yang ditulis di masa lalu. Ketika mereka melihat tulisan-tulisan biografi Rasulullah, mereka juga melihat hal yang sama. Kemanapun mereka berpaling mereka dihadapkan kepada kenyataan yang berbeda dengan yang mereka yakini selama ini (yaitu bahwa para sahabat itu jujur dan adil dan semuanya benar dan shaleh).

Allah menuliskan dalam Al-Qur’an secara jelas sekali mengenai hal ini:

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 144)

“Oran-orang Yang Bersyukur” seperti yang dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an di atas itu adalah sahabat-sahabat Nabi yang masih tetap tulus dan ikhlas; patuh dan taat kepada Nabi walaupun Nabi sudah meninggalkan mereka. Dan jumlah mereka itu sangatlah sedikit. Mereka tidak berpaling; mereka tetap berpegang teguh kepada ajaran Islam yang suci; mereka tetap mengikut Nabi; mereka tetap menghormati keluarga Nabi yang suci dan mereka tidak pernah berubah sedikitpun.

Ayat yang begitu jelas itu—beserta dampak yang ditimbulkan oleh ayat itu—dengan tegas menapikan dan menggugurkan pandangan Ahlu Sunnah selama ini yaitu bahwa para sahabat itu tidak ada satupun yang munafik.

Kalau kita misalnya menganggap pandangan Ahlu Sunnah itu sebagai kebenaran sekalipun tetap saja ayat ini menohok mereka. Ayat ini benar-benar ditujukan kepada para sahabat Nabi yang ketika Nabi masih hidup bersama mereka, mereka itu masih patuh dan taat kepada Nabi akan tetapi sepeninggal Nabi segera saja mereka berubah menjadi kaum munafik.

Kemunafikan para sahabat Nabi itu akan jelas sekali terpampang nyata apabila kita meneliti sifat-sifat mereka dan kehidupan mereka baik selama Rasulullah masih hidup bersama mereka maupun setelah Rasulullah wafat meninggalkan mereka. Kita juga bisa mengetahui kelakuan para sahabat Nabi itu dari apa-apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah mengenai mereka. Dan ini banyak sekali terdapat di dalam Hadits Nabi, Sirah Nabi, dan literatur sejarah lainnya.

Kita akan bahas ini di bagian selanjutnya…………….

BERSAMBUNG

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta