DIBAKARNYA RUMAH FATHIMAH AZ-ZAHRA KARENA MENOLAK BERBAI’AT KEPADA ABU BAKAR ADALAH BUKTI BAHWA KHILAFAH ABU BAKAR BUKAN SEBUAH IJMA’ MELAINKAN PEMAKSAAN (15 referensi dari Ahlu Sunnah)

shahadat_janab_zahra_s_a-other

1. IBN ABI SHAYBAH
Abu Bakar Abdullah Ibn Muhammad Ibn Utsman Abasi Kufi (lebih dikenal dengan nama Ibn Abi Shaybah, meninggal tahun 235H), dalam kitabnya yang berjudul Al-Musannaf, volume 7, halaman 432 (terjemahan no. 37045, edisi pertama, Beirut (circa 1409H) menjelaskan sebuah hadits dari Aslam:
“Tidak lama setelah wafatnya Rasulullah, ketika mereka mengambil bai’at untuk Abu Bakar. Ali dan Zubayr sedang berada di rumah Fathimah, puteri Rasulullah; mereka sedang bertanya kepada Fathimah tentang pandangannya tentang bai’at itu. Ketika Umar mengetahui hal ini, ia segera pergi ke rumah Fathimah. Sesampainya di sana ia berteriak, “Hai puteri Rasulullah! Demi Allah! Tidak ada seorangpun yang paling aku sayangi selain ayahmu; dan tidak ada seorangpun sepeninggal ayahmu yang lebih aku cintai selain dirimu. Akan tetapi demi Allah! Cinta dan kasih sayangku ini tidak akan menghentikanku untuk membakar rumahmu karena ada dua orang ini di rumahmu.” Ketika Umar pergi, Fathimah mendatangi Ali dan Zubayr dan berkata kepada keduanya: “Apakah kalian tahu apa yang dikatakan oleh Umar kepadaku? Ia bersumpah demi Allah bahwa apabila kalian berdua tidak mau keluar dari rumah ini, ia akan membakar rumah ini dan demi Allah ia akan benar-benar melakukannya.”

2. IBN QUTAYBAH DAINURI
Abu Muhammad Abdulllah Ibn Muslim Ibn Qutaybah Dainuri (lebih dikenal di kalangan Ahlu Sunnah dengan sebutan Ibn Qutaybah, meninggal tahun 276H) dalam kitabnya  yang berjudul ‘Al-Imamah wa al-Siyasah, volume 1, halaman 12, edisi ke-3, dicetak di Mesir (dalam 2 volume yang disatukan). Di bawah bab yang diberi judul “Cara Ali berbai’at” lengkap dengan rantai sanadnya, Abdullah Ibn Abdurrahman Ansari menulis:
“Sesungguhnya, pada satu hari Abu Bakar mencari tahu siapa saja orang-orang yang menolak berbai’at kepadanya dan siapa saja orang-orang yang telah mendukung Ali berdiri di belakang Ali. Ia kemudian menyuruh Umar untuk mengejar orang-orang itu dan waktu itu mereka sudah berkumpul di rumah Ali. Ketika mereka hendak keluar dari rumah itu, Umar berteriak dengan keras, “Kumpulkanlah kayu bakar.” Umar berteriak-teriak menyuruh para pengikutnya. “Aku bersumpah demi Dia yang Satu yang nyawa Umar ada di tanganNya! Keluarlah. Kalau tidak aku akan bakar rumah ini beserta orang-orang yang ada di dalamnya.” Seseorang berseru, “Wahai Abu Hafs! Apakah kamu tidak tahu bahwa Fathimah ada di dalam rumah itu?” Umar balas menghardik orang itu, “(“Aku tidak peduli”) Bahkan walau Fathimah ada di dalamnya sekalipun.”

fatimah-az-zahra-1
3. YAQUBI
Senada dengan para ulama di atas, Yaqubi dalam Tarikh-nya, volume 2, halaman 137, dicetak di Beirut, dengan judul “Pemerintahan Abu Bakar”, menuliskan sebagai berikut:
“Ketika Abu Bakar menderita sakit keras—penyakit yang akhirnya menggiringnya kepada kematian, Abdurrahman Ibn Auf datang menjengguknya dan bertanya kepadanya, “Wahai khalifah Rasulullah! Apa kabar gerangan tuan?” Abu Bakar menjawab, “Tentu saja baik. Aku tidak pernah menyesalkan apapun yang kulakukan kecuali tiga hal dan aku berharap aku tidak pernah melakukannya ……… Tiga hal telah aku lakukan dan aku berharap tidak pernah melakukannya ialah: Aku berharap aku tidak tidak pernah memakai belenggu kekhalifahan ini! Aku berharap aku tidak pernah ikut menyerbu rumah Fathimah! Aku berharap aku tidak pernah menyerang para pengikutnya, bahkan meskipun mereka menyerangku terlebih dahulu dan menyatakan peperangan denganku!”

4. BALADHURI
Ahmad Ibn Yahya—lebih dikenal sebagai Baladhuri (meninggal tahun 279H), dalam kitabnya yang berjudul Ansaab al-Ashraaf dicetak di Mesir, volume 1, halaman 586, dalam bab Saqifah Affair, hadits no. 1184, menuliskan:
Madaaeni mengutip dari Salmah Ibn Muharib dari Sulayman al-Timi dari Ibn Aun, yang mengatakan sebagai berikut:
“Abu Bakar mengirimkan orang-orang untuk mengambil bai’at dari Ali yang menolak untuk patuh dan mengikuti mereka yang sudah berbai’at. Pada saat yang bersamaan, Umar sedang mengumpulkan kayu bakar untuk membakar rumah Ali. Fathimah berdiri di belakang pintu dan berkata kepada Umar, “Wahai putera Khattab! Aku melihatmu menyalakan api untuk membakar rumahku.” Umar menjawab, “Betul. Dan aku tidak tergoyahkan sedikitpun dalam pendirianku sebagaimana ayahmu tidak tergoyahkan dalam agamanya,”

fatimahouse4
5. IBN QUTAYBAH DAINURI
Sekali lagi kita akan kemukakan keterangan dan fakta dari Ibn Qutaybah yaitu dalam kitabnya yang terkenal di kalangan Ahlu Sunnah yang berjudul Al-Imamah wa Al-Siyasah, volume 1, halaman 18, di bawah judul bab “Insiden Saqifah dan Percakapan Mengenainya”. Ibn Qutaybah menuliskan rantai sanad dari Abdullah Ibn al-Rahman al-Ansari:
“Setelah itu, Abu Bakar memerintah selama dua tahun dan beberapa bulan hingga kemudian ia terjatuh sakit dan selama masa sakitnya ia mengakui sesuatu: “Sesungguhnya, penyakit parah sudah meliputiku …… dan aku bersumpah demi Allah! Aku tidak pernah menyesalkan segala sesuatunya dari hidupku itu kecuali tiga perkara yang sudah aku lakukan. Aku berharap bahwa aku tidak pernah melakukan tiga perkara itu. Aku berharap aku tidak pernah meninggalkan rumah Ali meskipun ia misalnya mengumumkan perang kepadaku!”

6. BALADHURI
Sekali lagi dari Baladhuri dalam buku yang sama yaitu yang terdapat dalam halaman 587, H. 1188, dimana ia menulis bahwa Bakr Ibn Haytham menyampaikan kepadaku dari Abd al-Razaq, dari Muammar, dari Kalbi, dari Abu Saaleh, dari Ibn Abbas yang mengatakan:
“Bahwa Ali menolak untuk berbai’at kepada Abu Bakar dan memilih untuk tetap tinggal di rumahnya mengisolasi diri. Abu Bakar memerintahkan Umar untuk mendatangi Ali dengan sebuah perintah khusus: “Hadirkan Ali ke hadapanku seburuk apapun kondisinya.” Ketika Umar datang kepada Ali segera terjadi pertengkaran yang sengit antara keduanya. Ali bersabda, “Wahai Umar! Bawalah setengah dari hartamu itu di pundakmu. Demi Allah! Tidak akan engkau seserakah ini terhadap kekuasan dan kursi pemerintahan Abu Bakar kecuali karena esok lusa ia akan memberikannya kepadamu.”

ftmzhr
7. ISMAIL IMADDUDIN
Ismail Ibn Ali Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Umar Ibn Shahanshah Ibn Ayyub, raja Muayyid Imaddudin (meninggal tahun 732H), dalam kitabnya “Al-Mukhtasar fi Akhbaar al-Bashar,” dicetak di Mesir, volume 1, halaman 156, dengan menyebutkan rantai sanad-sanadnya, menuliskan sebagai berikut:
“………Setelah itu, Abu Bakar memerintahkan Umar untuk menyeret Ali keluar, dan juga menyeret mereka yang ada di dalam rumah Fathimah. Abu Bakar berkata kepada Umar, “Apabila mereka menolak untuk keluar, maka perangilah mereka.” Pada saat yang sama, Umar pergi ke rumah Fathimah sambil membawa api untuk membakar rumahnya, ketika ia bertemu dengan Fathimah, Fathimah menyapanya, “Hendak kemana gerangan engkau, wahai putera Khattab? Apakah engkau hendak membakar rumah kami?” Umar menjawab dengan ketus, “Ya, benar. Aku hanya iba dan penuh belas kasihan apabila mereka yang ada di dalam rumahmu itu keluar dan mau berbai’at kepada Abu Bakar seperti yang sudah dilakukan oleh umat.”

8. UMAR RIDHA KAHHALEH
Umar Ridha Kahhaleh, seorang ahli fatsir Sunni kontemporer (masa kini), dalam kitabnya yang berjudul “A’laam al-Nisaa”, edisi ke-5, dicetak di Beirut, circa 1404H, ketika membicarakana tentang Hazrat Fathimah binti Muhammad, setelah menyebutkan rantai sanadnya secara terperinci, ia menuliskan sebagai berikut:
“Abu Bakar mempermasalahkan mereka yang menolak untuk berbai’at kepadanya dan malah memilih untuk berkumpul di rumah Ali, seperti: Abbas Zubayr, dan Sa’ad Ibn Ubaddah. Mereka sedang duduk-duduk di rumah Fathimah dan mereka tidak mau berbai’at. Abu Bakar memerintahkan Umar untuk mengambil bai’at dari mereka. Umar pergi ke rumah Fathimah dan berteriak-teriak (meminta mereka keluar dan berbai’at kepada Abu Bakar) sesampainya di sana. Mereka menolak keluar dari rumah Fathimah. Pada saat inilah Umar meminta para begundalnya untuk mengumpulkan kayu bakar dan berkata keras, “Aku bersumpah demi Dia Yang Satu yang nyawa Umar ada di tanganNya! Keluarlah  dari rumah Fathimah atau aku akan bakar rumah ini beserta orang-orang yang ada di dalamnya! Seseorang berkata kepada Umar, “Wahai Aba Hafs (menyapa Umar dengan nama panggilannya)! Fathimah ada di dalam rumah itu!” Umar balik membentak, “Aku tidak peduli walau Fathimah ada di dalamnya. Aku akan tetap membakarnya.”

9. MUHAMMAD HAFIDZ IBRAHIM
Muhammad Hafidz Ibrahim adalah seorang penyair kontemporer di kalangan Ahlu Sunnah. Ia meninggal pada tahun 1351H. Ia telah memuji-muji setinggi langit perkataan Umar “AKAN AKU BAKAR RUMAH INI MESKIPUN FATHIMAH ADA DI DALAMNYA.” Di dalam koleksi puisi-puisinya yang diterbitkan pada tahun 1937M di Beirut, volume 1, halaman 82, dalam judul “Eulogies to Umar”, dalam bab “Umar dan Ali” , ia menuliskan sebagai berikut:
“Betapa benar dan bagusnya pernyataan Umar kepada Ali
Hormatilah orang-orang  yang pernah mendengarnya, dan muliakanlah orang yang pernah mengatakannya.
(Umar berkata) Aku akan bakar rumahmu hingga tak satupun orang yang tetap hidup di dalamnya
Jika kalian tidak berbai’at maka tak ada satupun yang selamat
Walapun Fathimah binti Muhammad ada di rumah itu
Tiada lagi orang sehebat dan seberani Abu Hafs
Yang berani melontarkan kata-kata  seperti itu
Diantara orang-orang yang paling berani dalam sebuah pasukan
Dialah yang paling berani dari keturunan Adnan”

10. SHAHRASTAANI
Abu al-Fath Muhammad Ibn Abd al-Karim Ibn Abi Bakr Ahmad Shahrastaani (meninggal tahun 548H) dalam karyanya yang berjudul Al-Milal wa an-Nihal, diterbitkan di Beirut, tahun 1404H, volume 1, halaman 57, ia menuliskan sebagai berikut:
Nazzam pernah berkata: "Sesungguhnya, pada hari pembai’atan, Umar memukul Fathimah di perut sedemikian kerasnya hingga Fathimah mengalami keguguran”
(Nazzam: Ibrahim Ibn Sayyar Ibn Haani Mu’tazali—ia adalah salah seorang pemuka aliran Mu’tazilah di masa hidupnya. Ia meninggal pada tahun 231H)

11. DHAHABI
Sejarawan Sunni terkemuka ini bernama Dhahabi (meninggal pada tahun 748H). Dalam kitab sejarahnya yang terkenal yaitu Lisan al-Mizaan, volume 1, halaman 268, no 824; di dalam sebuah bagian dalam kitabnya yang diberijudul halaman Ahmad, ia menguraikan panjang lebar mata rantai sanad yang ia kutip. Ia menuliskan di sana:
“Muhammad Ibn Ahmad Ibn Hammaad al-Kufi—seorang penghapal hadits dari kalangan Ahlu Sunnah telah mengatakan: “Tidak ada keraguan lagi sama sekali, Umar telah menendang Fathimah begitu kerasnya sehingga ia mengalami keguguran (al-Muhsin, puteranya yang masih berada dalam rahimnya itu syahid sebelum ia dilahirkan).”

12. SAFDI
Salahuddin Khalil Ibn Aibak Safdi (meninggal pada tahun 764H) dalam kitabnya Al-Waafi bil Wafayat, diterbitkan di Beirut, sekitar tahun 1401H, volume 6, halaman 17, Ibrahim Ibn Sayyar, no 2444—Nazzam Mu’tazali—ia menuliskan sebagai berikut:
“Nazzam Mu’tazali memiliki pandangan yang kuat bahwa Tidak ada keraguan sama sekali bahwa Umar telah menendang Fathimah begitu kuatnya sehingga ia keguguran janin bayinya yang diberinama al-Muhsin (yang masih berada di dalam rahimnya)”

13. IBN QUTAYBAH DAINURI
Ibn Shahr Aashub Sarvi (meninggal tahun 588H), dalam kitabnya yang terkenal Al-Manaqib, volume 3, halaman 132, menceritakan sebuah fakta sejarah yang dikutip dari kitab Al-Ma’arif tulisan dari Ibn Qutaybah Dainuri (meninggal tahun 276H) ketika menggambarkan putera-puteri yang dimiliki oleh Fathimah.
“Putera-puteri Fathimah itu ialah: Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum dan tentu saja Al-Muhsin—yang syahid karena terjangan Fanqadh Adwi,” penulis itu menuliskan. “Di dalam kitab Al-Ma’arif tulisan Ibn Qutaybah cetakan moderen dituliskan di sana, “Ali itu memiliki beberapa orang anak yang nama-namanya ialah sebagai berikut: Hasan, Husein, Muhsin, Ummu Kultsum, dan Zainab al-Kubra. Ibu dari mereka ialah Fathimah binti Muhammad Rasulullah. Akan tetapi Muhsin Ibn Ali meninggal ketika ia masih bayi!!!” Para peneliti dan para ahli sejarah bisa menjadi saksi dari banyak sekali penyimpangan fakta yang begitu melimpah di kalangan Ahlu Sunnah—dan ini adalah salah satunya.”
(Kitab yang asli dari Ibn Qutaybah—yang diterbitkan lebih awal—bisa menjadi bukti kuat bahwa penyimpangan fakta seringkali dilakukan oleh kaum Ahlu Sunnah demi menjaga kemuliaan Umar Ibn Khattab).

14. IBN QUTAYBAH DAINOORI
Abu Muhammad Abdullah Ibn Muslim Ibn Qutaybah Dainuri (meninggal pada tahun 276H) dalam kitabnya yang sangat terkenal Al-Imamah wa al-Siyasah, edisi ke-3, diterbitkan di Mesir sekitar tahun 1382H (dua volume dijadikan satu), volume 1, halaman 13, dengan menyebutkan rantai sanad hadits-hadits-nya secara lengkap, ia menuliskan sebagai berikut:
“Setelah beberapa saat berlalu, Umar berkata kepada Abu Bakar, ‘Mari kita datangi Fathimah karena kita telah membuat dia marah.’ Abu Bakar setuju dengan usulan itu dan oleh karena itu berangkatlah mereka berdua ke rumah Fathimah. Sesampainya mereka di sana, Fathimah menolak untuk bertemu dengan mereka dan mencegahnya masuk ke rumah. Mereka merasa upayanya tidak mendatangkan hasil, maka mereka kemudian menemui Ali dan berbicara dengannya agar ia bisa meminta Fathimah untuk menemui mereka atas namanya. Akhirnya, ketika mereka berdua bisa menemui Fathimah, Fathimah memalingkan muka dari keduanya dan tetap duduk dengan menatap dinding rumah. Mereka berdua menyapa Fathimah dengan salam yang tidak pernah dijawab oleh Fathimah. Akhirnya karena suasana kaku dan tegang, maka Abu Bakar memulai pembicaraan dengan Fathimah dengan berkata, “Wahai engkau yang paling dicintai oleh Rasulullah! Apakah kami telah membuat engkau murka dengan masalah warisan dari Rasulullah dan dari suamimu?” Fathimah menjawab, “Ada apa sebenarnya dengan kalian ini? Keluarga kalian boleh mewarisi apapun dari kalian sementara kami tidak boleh mewarisi apapun dari Muhammad?” Setelah itu Fathimah berkata lagi, “Apabila aku kutipkan sebuah hadits dari Rasulullah, akankah kalian terima itu dan akankah kalian meyakininya?” Umar dan Abu Bakar menjawab, “Kami akan menerimanya” Kemudian Fathimah berkata lagi, “Berjanjilah atas nama Allah, apakah kalian tidak pernah mendengar bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Keridhoan Fathimah itu adalah keridhoanku; dan murka Fathimah itu adalah murkaku. Kemudian barangsiapa mencintai puteriku Fathimah, maka ia sesungguhnya mencintaiku; dan barangsiapa membuatnya bahagia, maka sesungguhnya ia telah membuatku bahagia. Barangsiapa yang membuat Fathimah marah, maka ia  telah membuatku marah.”
Mereka berdua menjawab, “Ya, tentu saja, kami telah mendengar itu dari Rasulullah.”
Fathimah kemudian berkata lagi dengan keras, “Lalu sesungguhnya aku akan mengambil Allah dan para malaikat sebagai saksiku bahwa kalian berdua telah membuatku murka dan tidak pernah membuatku bahagia. Kalau nanti aku bertemu dengan Rasulullah, akan aku akan adukan kalian berdua kepadanya.”
Demi mendengar ini, Abu Bakar mulai menangis, sementara itu Fathimah berkata kepadanya, “Demi Allah! Aku akan mengutukmu setiap selesai shalat.”

15. UMAR RIDHA KAHHALEH
Umar Ridha Kahhaleh—seorang ulama Sunni kontemporer—dalam kitabnya yang terkenal A’laam al-Nisaa, diterbitkan di Beirut, sekitar tahun 1404H, volume 4, halaman 122—124, ia menuliskan sebagai berikut:
“Setelah itu Abu Bakar berkata kepada Umar, “Marilah kita pergi ke rumah Fathimah karena kita telah membuatnya marah. Setelah keduanya sepakat, maka mereka berdua menemui Fathimah di rumahnya. Mereka meminta izin untuk memasuki rumah Fathimah akan tetapi Fathimah tidak mereka izin. Kemudian keduanya pergi menemui Ali agar mau mempertemukan mereka berdua dengan Fathimah. Ketika mereka berdua sampai di hadapan Fathimah, Fathimah memalingkan muka dari keduanya dan memilih untuk menatap tembok rumahnya. Abu Bakar dan Umar mengucapkan salam kepada Fathimah akan tetapi Fathimah tidak menjawabnya. Abu Bakar memulai pembicaraan dengannya. Ketika pembicaraannya selesai, Fathimah berkata kepadanya, “Apabila aku sampaikan sebuah hadits dari Rasulullah, akankah kalian mendengarnya dan sanggup untuk memenuhinya?” Umar dan Abu Bakar berkata kepada Fathimah, “Tentu saja kami mau menyanggupinya”
Fathimah berkata kepada keduanya, “Aku akan ambil sumpah demi Allah dari kalian berdua; apakah kalian pernah mendengar bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Keridhoan Fathimah itu adalah keridhoanku; dan murka Fathimah itu adalah murkaku. Kemudian barangsiapa mencintai puteriku Fathimah, maka ia sesungguhnya mencintaiku; dan barangsiapa membuatnya bahagia, maka sesungguhnya ia telah membuatku bahagia. Barangsiapa yang membuat Fathimah marah, maka ia  telah membuatku marah.”
Mereka berdua menjawab, “Ya, tentu saja, kami telah mendengar itu dari Rasulullah.”
Fathimah kemudian berkata lagi dengan keras, “Lalu sesungguhnya aku akan mengambil Allah dan para malaikat sebagai saksiku bahwa kalian berdua telah membuatku murka dan tidak pernah membuatku bahagia. Kalau nanti aku bertemu dengan Rasulullah, akan aku akan adukan kalian berdua kepadanya.”

 

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta