Para Sahabat Nabi sebagai makhluk politik
Kaum Muslim Sunni
memiliki pendapat bahwa seluruh sahabat Nabi Muhammad Al-Mustafa (tanpa
kecuali) adalah contoh-contoh dan suri teladan yang patut kita teladani dan
mereka itu pada masa hidupnya tak tersentuh oleh nafsu duniawi; mereka bersih
dari dosa; mereka tidak serakah dan senantiasa berbuat baik. Kaum Muslim Sunni
juga berpendapat bahwa semua sahabat itu saling mencintai satu sama lainnya;
mereka bekerja sama untuk menuju cita-cita Islam; mereka jauh dari saling
membenci dan saling iri hati satu sama lainnya.
Akan tetapi
pandangan kaum Muslim Sunni itu ternyata jauh panggang dari api. Pandangan kaum
Muslim Sunni itu tidak sesuai dengan kenyataan sejarah. Kita sebenarnya
berharap apa yang dikatakan kaum Muslim Sunni itu benar, akan tetapi
fakta-fakta dan bukti-bukti sejarah malah tidak mendukung sama sekali apa yang
sudah diyakini sebagai kebenaran oleh kaum Muslim Sunni. Fakta-fakta sejarah
yang kejam merobek-robek keyakinan kaum Muslim Sunni itu sehingga orang-orang
yang mengagumi para sahabat akan terhenyak di kursinya apabila kenyataan
sejarah yang sebenarnya sampai pada mereka semua.
Mereka
hampir-hampir semuanya tidak sanggup menerima kenyataan bahwa
keutamaan-keutamaan para sahabat yang mereka kagumi hanyalah mitos belaka.
Seorang pengagum yang paling fanatik pun tidak bisa menyangkal bahwa ada
pergulatan kekuasaan diantara para sahabat yang memuncak bahkan sebelum
Rasulullah dikebumikan sekalipun. Mereka tidak bisa menyangkal sedikitpun bahwa
pergulatan politik seperti itu memang ada dan pernah terjadi. Oleh karena itu,
bukti-bukti sejarah yang melimpah yang tertulis dalam berbagai buku sejarah
Islam yang standar itu bisa kita pakai untuk merekonstruksi sejarah;
merekonstruksi pandangan kita terhadap para sahabat; merekonstruksi keyakinan
kita akan Islam karena dari para sahabatlah kita mendapatkan Islam. Sedangkan
para sahabat itu tidak semua bisa kita percayai sesuai dengan apa yang kita
lihat dalam sejarah.
Tidak masuk akal
sehat kita apabila para sahabat itu sama semua dari segala aspeknya termasuk
aspek keimanan dan ketakwaan. Bahkan para Nabi pun memiliki berbagai tingkatan
ruhaniah, apalagi para sahabat yang hanya manusia biasa. Tidak ada dua orang
yang memiliki semua tingkat keimanan dan ketakwaan yang serupa. Ketika mereka
menerima Islam sebagai agama mereka, para sahabat Nabi itu adalah manusia biasa
dan mereka memiliki preferensi yag berbeda-beda terhadap Islam. Masyarakat
Islam yang ada pada waktu itu sama saja dengan yang ada pada hari ini.
Masyarakat Islam pada waktu itu terdiri dari berbagai umat manusia dengan
setiap karakter yang berbeda-beda. Setelah memeluk Islam, beberapa dari mereka
sanggup mencapai derajat keIslaman yang tinggi; sedangkan yang lainnya tetap
sama—keadaan sebelum dan sesudah masuk Islam sama saja.
Comments