taken and adapted from:
Salah satu rombongan jema’ah keagamaan terbesar di dunia sedang
berlangsung. Jutaan kaum Muslim Syi’ah sedang mempertaruhkan nyawanya untuk
berjalan kaki melintasi negara Irak.
Mereka sedang bergerak menuju ke kota suci Karbala yang terletak 62k di sebelah Barat Daya kota Baghdad. Mereka melakukan hal itu demi memperingati hari Arba’in yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 12 Desember (2014). Perjalanan mereka sebelumnya menjadi sasaran kaum teroris yang tidak suka terhadap rombongan jema’ah ini.
Peringatan hari Arba’in (hari keempat puluh) itu adalah
peringatan untuk memperingati hari ke-40 kesyahidan Imam Husein (as)—cucu Nabi
yang dibantai bersama para anggota keluarga Nabi lainnya oleh bala tentara
Khalifah Yazid bin Mu’awiyah—yang terjadi pada tahun 680M.
Malam Arba’in, 12 Desember 2014 di
Karbala
Kaum Muslim Syi’ah memandang Imam Husein sebagai Imam ketiga
mereka dan mereka memperingati kesyahidannya dalam Perang tak berimbang di
Karbala. Imam Husein dan anggota keluarga Nabi lainnya dibantai dan dipenggal
masing-masing kepalanya oleh bala tentara bayaran yang disuruh oleh Khalifah
Yazid bin Mu’awiyah.
Kota suci Karbala sendiri kemudian menjadi tempat kuburan Imam
Husein dan beberapa anggota keluarga Nabi lainnya dan sekarang menjadi kota
tujuan bagi 20 juta pasang kaki—tua muda, laki-laki perempuan, miskin kaya,
normal maupun cacat. Mereka semua bergerak menuju satu titik dengan segenap rasa
cinta kepada Imam-nya. Mereka datang dari berbagai negara. Tidak kurang dari 40
negara yang ikut ambil bagian dalam prosesi akbar ini pada tahun 2013. Sedangkan
tahun ini (2014) diperkirakan jumlahnya melonjak menjadi 25 juta dan dari negara
yang lebih banyak lagi jumlahnya.
Semua berjalan kaki, menuju satu titik yang
pasti
Peluh dan penat menyiksa badan, tak
sedikitpun kami hiraukan
Wahai Al-Husein junjunan kami, duhai cucu
terkasih Nabi
Kami datang, kami datang, walaupun rintangan
banyak menghadang
Rombongan jema’ah umat Hindu di Kumbh Mela diperkirakan sebagai
rombongan jema’ah terbesar sedunia akan tetapi mereka melakukan itu hanya sekali
dalam 3 tahun saja. Sedangkan jema’ah haji di kota Mekah hanya dipadati sejumlah
2 juta jiwa saja. Dan Jalan Kaki Arba’in diadakan tiap tahun dan tiap tahun pula
jumlahnya bertambah. Diperkirakan tahun depan jumlahnya menjadi yang terbanyak
sedunia dan akan masuk ke Guiness Book of Record. Siap-siap saja.
Ada puluhan korban jatuh pada ARBA’IN WALK tahun lalu karena
serangan kelompok teroris ISIS dan teroris milisi Sunni (Wahabi) lainnya. Mereka
menggempur jema’ah tak berdosa yang sama sekali tidak bersenjata ini dengan bom
bunuh diri dan roket-roket yang ditembakkan ke arah mereka. Akan tetapi ini sama
sekali tidak membuat mereka takut apalagi kapok. Jumlah mereka malah bertambah
jauh lebih banyak lagi dari tahun ke tahun.
Labayka, ya Husein! Labayka, ya
Husein!
Dua buah bom mobil di sebelah selatan kota Baghdad menjadikan 24 orang syahid
pada tanggal 16 Desember (2013) sementara bom bunuh diri digunakan untuk
menyerang para jema’ah itu 3 hari setelahnya—menyebabkan 36 orang syahid.ISIS dan kelompok teroris Sunni (Wahabi) lainnya berada di
belakang pembunuhan sadis ini. Mereka dengan pengecutnya membunuhi orang-orang
yang tidak bersenjata. Kaum ISIS dan teroris Sunni (Wahabi) menganggap kaum
Syi’ah ini sebagai orang-orang sesat dan layak untuk dijadikan target
pembunuhan. Selain dibunuh boleh juga dijarah barang atau harta miliknya dan
kehormatannya. Mereka menggunakan cara kekerasan demi untuk menegakkan
kekhalifahan di negara Irak dan Syria.
Keamanan ditingkatkan di sekitar kota Karbala menyongsong
kedatangan para jema’ah akan tetapi tetap saja para jema’ah itu bersikeras untuk
berjalan kaki dari kota Najaf sekitar 55 mil jauhnya dari kota Karbala. Dan itu
dekat sekali dengan wilayah yang dikuasai oleh kelompok teroris ISIS. Rupanya
rasa takut terhadap ISIS tidak melebihi rasa cinta para jema’ah kepada cucu
Nabi, Al-Husein. Rasa cinta mengalahkan segalanya.
Pada hari Arba’in tahun 2008, Sayyid Mahdi al-Modarresi
mengisahkan pengalamannya sendiri. Ia menuliskan pengalamannya di THE
HUFFINGTON POST sebagai berikut:
“Itu sebuah jema’ah yang riuh sekali akan tetapi sangat damai dan menentramkan hati. Rombongan itu mirip longsoran salju yang terdiri dari kaum laki-laki dan wanita; dewasa dan anak-anak. Akan tetapi yang paling nampak jelas ialah kaum wanita yang memakai pakaian dan jilbab serba hitam—sejauh mata memandang dari satu ujung pandangan ke ujung lainnya. Rombongan itu begitu banyaknya sehingga memblokade jalanan hingga beratus-ratus mil jauhnya.”
“Beberapa jema’ah malah memilih untuk berjalan kaki lebih jauh lagi. Mereka berjalan dari kota Basrah ke Karbala yang jauhnya sekitar 425 mil; dan mereka berjalan sampai dua minggu lamanya. Mereka menantang panasnya matahari di siang hari; dan dinginnya cuaca yang menusuk tulang di malam hari. Selain itu mereka juga harus melalui daerah-daerah yang dikuasai oleh para teroris.”
“Arba’in Walk seharusnya didaftarkan kedalam Guiness Book of World Records untuk beberapa kategori sekaligus seperti: perkumpulan tahunan terbesar sedunia; meja makan terpanjang sedunia; kumpulan orang yang makan bersama secara gratis terbesar di dunia; rombongan sukarela terbesar sedunia; dan itu dilakukan di bawah bayang-bayang ancaman serangan teroris yang menyisipkan anggotanya untuk melakukan bom bunuh diri.”ALLAHU AKBAR! SHALAWAT!
Berkenalan dengan saudara seiman, kemudian
berfoto bersama mengabadikan kenangan
Ada juga yang berjalan tanpa alas kaki,
karena dulu keluarga Nabi pun diseret lewat jalan ini tanpa alas kaki
Makan bersama di sepanjang jalan .......... tua muda semua kebagian
MENGHARAPKAN KEAJAIBAN, MEREKA BERJALAN DENGAN PENUH RASA CINTA DAN PENGORBANAN
Taken from:
KARBALA, Iraq — Amir Faez al-Atbi, 20 tahun, datang dari
Provinsi Babil (100km jauhnya dari sebelah selatan kota Baghdad). Ia senantiasa
mempersiapkan dirinya setiap tahun untuk ikut berpartisipasi dalam peringatan
Hari Arba’in. Ia ikut bersama rombongan manusia lainnya dari berbagai penjuru
dunia untuk menuju ke satu titik—kota suci Karbala, tempat Imam Husein, cucu
Nabi, dikebumikan. Kaum Muslimin yang cinta pada cucu Nabi (Al-Husein) melakukan
perjalanan jauh sekali dengan berjalan kaki. Di Irak sendiri (dimana kota suci
Karbala terletak), kaum Muslimin datang dari berbagai kota dan wilayah seluruh
penjuru Irak. Atbi sendiri tinggal di Babil. Kota itu seringkali dilewati
orang-orang yang hendak menuju ke kota suci Karbala.
Menuju kota Karbala yang suci
Secara singkat bisa dikatakan bahwa Hari Arba’in itu ialah
sebuah peringatan keagamaan yang diselenggarakan kaum Muslim Syi’ah di seluruh
penjuru dunia yang diselenggarakan sebagai sebuah kewajiban sosial dan pada hari
itulah banyak sekali orang-orang yang bisa menyaksikan keajaiban-keajaiban yang
terjadi di sepanjang perhelatan acara.
Oleh Adnan Abu
Zeed (Posted December 9, 2014) Translator Pascale el-Khoury
BEBERAPA KISAH
Atbi pada hari itu bangun pagi sekali untuk menyiapkan hidangan
minuman teh bagi para jema’ah Arba’in yang lewat di depan rumahnya. Ia berkata:
“Kebanyakan dari para pemuda di sini secara suka rela melayani
para jema’ah setiap tahun. Mereka menyiapkan paviliun-paviliun mereka atau
ruangan-ruangan kosong lainnya untuk tempat para jema’ah melepaskan rasa lelah
atau untuk mereka tidur. Kami juga menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka
dan obat-obatan bagi para jema’ah yang sakit,” tutur Atbi kepada Al-Monitor.com.
Paviliun yang mereka sediakan itu menjadi tempat persinggahan
sementara bagi para jema’ah. Paviliun itu dirancang sedemikian rupa sehingga
bisa memudahkan bagi mereka untuk segera dijadikan tempat untuk beristirahat
secara cepat.
Mereka menawarkan rumah-rumah mereka untuk
disinggahi para jema’ah secara gratis
Setiap rumah penduduk berlomba-lomba untuk
disinggahi para jema’ah. Bahkan terkadang sedikit memaksa. Mereka ingin tempat
mereka medapatkan keberkahan dari jema’ah Arba’in ini
Wajah lelah bertemu dengan wajah yang ramah.
Kehangatan yang ditemui dimana-mana selama Hari Arba’in
Mari saudaraku! Marilah singgah ke rumahku!
Kami siapkan makanan dan minuman bagi
kalian.
Setelah peringatan Hari Arba’in, mereka membereskan lagi
paviliun-paviliun itu agar bisa digunakan lagi untuk Peringatan Hari Arba’in di
tahun berikutnya. Jalan-jalan yang dilalui para jema’ah juga sudah dipersiapkan
secara matang hingga para pejalan kaki yang sudah berjalan jauh sekali—puluhan
kilometer jauhnya—menuju kota Karbala, bisa berhenti sejenak untuk makan dan
minum atau untuk mendapatkan pertolongan tertentu bagi yang sakit dan
membutuhkan bantuan segera.
Manisan, manisan, silahkan!
PICTURES MOSTLY TAKEN FROM:
Abu Ali, 86 tahun, tidur di sebuah kasur di tanah yang ada di
samping paviliun dimana Atbi sudah sediakan untuk disinggahi para jema’ah. Abu
Ali sudah berjalan kaki sejauh 30 kilometer jauhnya untuk mencapai kota Karbala.
Ia berkata bahwa ia sudah melakukan ARBA’IN WALK ini, setiap tahun, puluhan kali
dalam hidupnya.
Sudah menjadi tradisi bagi rakyat Irak setiap tahunnya untuk
mempersiapkan diri mereka sekitar satu bulan sebelumnya agar bisa menyambut dan
memperingati Hari Arba’in—Hari untuk memperingati kesyahidan Imam Husein bin Ali (as),
cucu terkasih dari Nabi Muhammad (SAW). Ini adalah tradisi dari kaum Muslim
Syi’ah yang diselenggarakan dengan cara memperingati Hari Keempat-puluh hari
Wafatnya Imam Husein, dengan mengungjungi makamnya dan berziarah di sana.
Falah al-Khafaji, salah seorang sukarelawan yang memberikan
pelayanan relijius, bercerita kepada Al-Monitor.com, “Kegiatan keagamaan ini
tidak saja berupa shalat atau penghormatan kepada simbol-simbol suci keagamaan,
akan tetapi kegiatan keagamaan ini sudah menjadi tradisi masyarakat dimana
sesuatu yang suci sudah menjadi kebiasaan bagi kalangan awam sekalipun.”
“Setiap keluarga dan setiap suku berusaha untuk berlomba-lomba
untuk menunjukkan eksistensinya di dalam konvoi keagamaan itu. Nama-nama
relijius bersanding dengan nama-nama suku. Setiap nama suku dituliskan pada
spanduk dan bendera-bendera—satu sama lain seperti tidak mau kalah,” ia
menambahkan.
Direktur akademis dan sekaligus mantan direktur Al-Najaf
Satellite TV Channel Ali
Moamen menyoroti dimensi sosial dari kegiatan relijius tahunan ini. Ia
berkata kepada Al-Monitor, “Kegiatan relijius tahunan ini adalah kegiatan
relijius tahunan terbesar di dunia, karena jumlah orang yang terlibat di
dalamnya melebihi 15 juta jiwa atau sekitar sepertiga penduduk negara Irak.”
Ia kemudian melanjutkan lebih lanjut lagi, “Yang paling menari
dari kegiatan relijius tahunan ini ialah bahwa manusia yang terlibat di dalamnya
datang dari seluruh segmen dan strata sosial yang berbeda-beda. Walaupun
sifatnya relijius, ada juga orang-orang yang tidak terlalu relijius juga
terlibat di dalamnya. Ada orang-orang yang buta huruf; ada orang-orang terdidik
yang berpendidikan tinggi dengan memiliki bermacam ragam gelar kesarjanaan. Ada
orang-orang awam dan ada juga para pemimpin dari suatu negara tertentu.”
Selama prosesi kegiatan keagamaan ini—selama orang-orang
melakukan perjalanan jauh dengan jalan kaki ini—ada orang-orang yang membaktikan
dirinya untuk melayani para jema’ah itu. Mereka biasanya menyebut diri mereka
sebagai para pelayan Husein—atau Khaddam of Husein. Mereka memberikan berbagai
jenis pelayanan secara suka rela dan tanpa bayaran sama sekali. Mereka
menyediakan makanan dan minuman; bahkan sebagian dari mereka juga menawarkan
penginapan.
Saeed Abdul-Hussein, 50 tahun, berjalan sejauh 200km jauhnya
dari kota Samawah (270km sebelah selatan kota Baghdad). Ia berjalan kearah
tepian kota Hillah di provinsi Babil. Begitulah yang disampaikan olehnya kepada
Al-Monitor ketika ia sedang berjalan yang lamanya beberapa hari. Segala
kebutuhannya sudah dipenuhi oleh masyarakat sekitar yang dilaluinya sepanjang
perjalanan. Ia tidak lagi perlu untuk berbelanja kebutuhan hidupnya.
Berdo'a di tempat yang sama; kaya-miskin, tua-muda; bahkan berlainan madzhab juga
Sementara itu Kareem Alabi, seorang anggota dewan kotapraja
dari kota Hamzah al-Gharbi (sekitar 20km sebelah selatan provinsi Babil). Ia
menggantungkan gambar-gambar atau foto-foto para syuhada tentara Irak di
sepanjang jalan balaikota yang disebut dengan Gharib
Tous, di sepanjang jalan menuju kota Karbala. Ia menggantung-gantungkan
foto-foto ini karena ia menganggap pertempuran tentara Irak melawan teroris ISIS
itu mirip dengan apa yang terjadi dalam Pembantaian
Keluarga Nabi di Karbala, dimana dalam pembantaian itu Imam Husein dicincang
tubuhnya, dipenggal kepalanya.
Haj Amin Hassan, salah satu sponsor dari acara keagamaan
tahunan ini, berbicara kepada Al-Monitor bahwa kekalahan teroris ISIS di Jurf
al-Sakhar dimungkinkan karena ada campur tangan dari keberkahan Imam Husein.
“Ini salah satu dari mukjizat dari Imam Husein,” katanya.
Hassan menggambarkan salah satu keajaiban atau mukjizat
lainnya: “Seorang laki-laki menderita penyakit arthritis. Ia malah mengikuti
jema’ah jalan kaki ini menuju kota Karbala. Kejadian itu terjadi tahun lalu.
Setelah mengikuti jema’ah jalan kaki itu, ia sembuh total dan itu terjadi ketika
ia melihat sesosok penampakkan
di malam hari. Dan sosok itu menyentuh dirinya dan akhirnya ia sembuh,” kata
Hassan.
Orang-orang Irak seringkali menceritakan kejadian-kejadian
ajaib seperti ini dalam berbagai macam media termasuk media sosial. Sebagai
jawaban kepada orang-orang yang meragukan peristiwa-peristiwa ajaib itu, Abu
Mohammad al-Amiri menayangkan beberapa video
footage dari salah seorang peziarah ke kota Karbala—yang dulunya tidab bisa
berbicara sama sekali. Selama ia berjalan kaki menuju kota Karbala, ia mulai
bisa berbicara setelah sebelumnya ia merasakan ada sesuatu yang aneh keluar dari
kerongkongannya yang sebelumnya menghambat dirinya untuk berbicara. Ketika itu
terjadi, saudara lelakinya mulai menangis bahagia; ia bersimpuh berdo’a dan
mengucapkan rasa syukur kepada Allah dan berterimakasih kepada Imam Husein (as).
Amiri menceritakan hal ini kepada Al-Monitor melalui akun
Facebook-nya. Ia memperlihatkan video-nya sendiri untuk membuktikan kepada kaum
sesat (begitulah ia menyebutkan orang-orang yang tidak percaya kepada mukjizat)
bahwa Imam Husein telah menunjukkan sebuah mukjizatnya yang ia lihat dengan mata
kepala sendiri.
Hassan Salman, seorang penulis sekaligus pemimpin dari
the Board of Trustees of the Iraqi Media Network
(IMN), bercerita kepada Al-Monitor, “Para peziarah jalan kaki
Arba’in itu hampir semuanya mengalami pengalaman sejarah, pengalaman relijius,
dan merasa dekat dengan Tuhan—terutama mereka yang memang sedari awal merupakan
pengikut Syi’ah (Ahlul Bayt Nabi). Mereka juga mengalami semacam dimensi politis
tertentu setelah melakukan perjalanan jalan kaki itu.”
Jalan kaki Arba’in tahun 2014 yang katanya
hampir mencapai 25 juta jiwa yang ikut serta
Salman menambahkan, “Kita lihat bahkan orang-orang sakit dan
orang-orang yang cacat fisik pun ikut ambil bagian dalam acara jalan kaki
Arba’in ini—dan mereka berharap mendapatkan kesembuhan dari acara itu. Merek
melakukan itu untuk menentang rasa sakit mereka dan berharap penyembuhan dari
Allah Ta’ala. Ada banyak sekali cerita atau kejadian misterius yang berhubungan
dengan acara ritual ini yang akhirnya mendorong orang-orang untuk ikut ambil
bagian melakukan hal yang sama.”
Walaupun banyak sekali orang-orang yang tidak setuju dan
menentang kegiatan relijius ini yang datang dari berbagai macam kelompok madzhab
yang berbeda keyakinan, tetapi setiap orang tanpa kecuali sepakat bahwa kegiatan
ini adalah kegiatan yang sangat akbar dimana setiap orang secara penuh semangat
berpartisipasi. Sebagian ikut dalam rombongan itu, sebagian lagi membantu
orang-orang yang ikut. Mereka merasakan kedekatan dan ikatan emosional yang
demikian tinggi. Perasaan yang menimbulkan rasa persatuan dan kekeluargaan yang
tinggi. Perasaan yang akan bisa menaghasilkan sebuah kekuatan yang dasyhat
sekali. Kekuatan yang sangat ditakuti oleh musuh-musuh Islam.
(Alhamdulillah. Taken from several sources.)
Comments