WAHABI DAN MATA-MATA INGGRIS (bagian 1: simbiosis mutualisma antara dua anasir jahat untuk meruntuhkan Khilafah Utsmaniyyah)

MuHAMMaD ABDUL WAHAB

Khilafah Utsmaniyyah
Pasukan Turki sudah menaklukan Konstantinopel—sekarang disebut Istanbul—pada tahun 1453. Kemudian mereka mendirikan kekhalifahan Utsmaniyyah (Ottoman Empire) dan mulai melakukan ekspansi wilayah ke seluruh penjuru Eropa. Akan tetapi pada tahun 1683, ekspansi wilayah mereka di Eropa terpaksa terhenti setelah mereka dikalahkan di Wina—Austria. Perluasan wilayah kekhalifahan Utsmaniyyah telah mencapai puncaknya dan tidak lagi memperluas wilayahnya. Walaupun begitu, kekhalifahan Utsmaniyyah tetap memiliki pengaruh yang cukup kuat di sejumlah besar wilayah. Malahan pengaruh itu masih cukup kuat di beberapa wilayah yang sangat diinginkan oleh Inggris untuk dikuasainya. Oleh karena itu, pemerintah Inggris mencoba sekuat tenaga untuk mendapatkan wilayah-wilayah itu dengan politik adu domba-nya yang disebut “divide and rule” (Pecah belah-lah, kemudian jajah-lah). Pemerintah Inggris melancarkan kegiatan mata-mata dan gerakan bawah tanah. Mereka mencoba untuk melakukan penetrasi kedalam jantung kekuasaan kekhalifahan Utsmaniyyah. Mereka mencoba untuk merusak dari dalam. Mereka hendak mengadu domba dengan saudara-saudara se-Islam; mengadu Turki Utsmaniyyah dengan negara-negara Arab di jazirah Arabia.
Tentu saja diharamkan dalam Islam bagi seorang Muslim untuk menumpahkan darah atau memerangi seorang Muslim lainnya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’. Oleh karena itu, supaya bangsa Arab memusuhi bangsa Turki yang seiman seagama, maka diperlukan penafsiran yang lain terhadap Islam[1]. Diperlukan sejenis penafsiran baru yang bisa membuat para penafsirnya merasa lebih benar daripada kelompok yang lain; memandang kelompok yang lain sebagai kelompok yang salah dan sesat dan boleh diperangi karena dianggap duri dalam daging; dan pada akhirnya boleh membunuh mereka yang dianggap berbeda penafsiran dengan diri mereka sendiri. Dan mereka melakukan itu semua dengan atas nama Jihad[2]. Akhirnya pemerintah Inggris—lewat agen rahasianya—berhasil mendapatkan orang keji yang bisa mereka jadikan boneka. Orang itu bernama Muhammad Abdul Wahab yang menelurkan pemahaman agama yang baru yang sangat intoleran dan sektarian. Nama paham yang ia ajarkan ialah WAHABISME.
Muhammad bin Abdul Wahab lahir pada tahun 1703 di sebuah desa kecil yang terletak di daerah tandus; sebuah daerah yang terkucilkan dari peradaban yang bernama Najd. Najd itu terletak di daerah timur yang sekarang disebut dengan Saudi Arabia. Pada jaman dulu—ketika Nabi Muhammad masih hidup—Nabi Muhammad telah menolak untuk memberikan do’a pemberkatan kepada daerah tersebut (padahal daerah lainnya telah diberikan do’a oleh Rasulullah berkali-kali). Rasulullah malah menyebutkan bahwa dari daerah NAJD itulah nanti akan keluar “gangguan; ketidak-amanan; dan tanduk-tanduk setan”. Ayah dari Abdul Wahab itu adalah seorang hakim ketua yang mengikuti pemikiran madzhab Hambali yang pada waktu itu menjadi madzhab yang banyak diikuti oleh orang-orang di daerah itu.  Sementara itu, ayah dari Abdul Wahab (beserta saudaranya yang bernama Sulayman) sudah mendeteksi akan adanya penyimpangan sejak dini dalam diri Abdul Wahab. Sulayman berbicara dengan saudaranya (ayah dari Abdul Wahab) tentang kepoakannya itu dan ia mengadu panjang lebar tentang prilaku Abdul Wahab yang menyimpang itu.



Mekah
Setelah Abdul Wahab menyelesaikan pendidikan dasarnya di kota Madinah ia kemudian keluar kota Madinah untuk melanjutkan pendidikannya. Ia menjelajah jazirah Arabia untuk mendalami pendidikannya. Ia memulai pendidikan lanjutannya di kota Basrah. Setelah itu ia menuju kota Baghdad dimana ia kemudian menikahi seorang wanita kaya dan tinggal bersamanya di kota itu selama 5 tahun lamanya. Stephen Schwartz dalam bukunya yang terkenal yang berjudul Two Faces of Islam, mengatakan: “Banyak orang yang mengatakan bahwa selama masa petualangan inilah Abdul Wahab melakukan hubungan yang erat dengan beberapa orang Inggris yang mendorongnya untuk memenuhi ambisi pribadinya sekaligus untuk melancarkan sikap kritis terhadap Islam.”[3] Dalam buku Mir’at al Harramin, sebuah buku yang ditulis dalam bahasa Turki oleh Ayyub Sabri Pasha (ditulis antara tahun 1933 s.d 1938), disebutkan bahwa di kota Basrah, Abdul Wahab telah menjalin hubungan dengan seorang mata-mata Inggris yang mengaku bernama Hempher. Hempher mengilhami Abdul Wahab dalam melakukan trik-trik dan membuat kebohongan-kebohongan yang ia pelajari dari Menteri Inggris untuk negara-negara persemakmuran.”[4]


Rincian dari hubungan istimewa antara Abdul Wahab dan mata-mata Inggris Hampher ini tertulis secara lengkap dalam sebuah dokumen yang diberi-judul The Memoirs of Mr. Hempher: A British Spy to the Middle East. Dokumen ini pernah dimuat secara berkala dalam sebuah surat kabar di Jerman yang bernama Spiegel; kemudian setelah itu dimuat juga dalam sebuah harian ternama di Prancis. Seorang doktor dari Lebanon pernah menerjemahkan dokumen ini kedalam bahasa Arab dan dari situ banyak yang menerjemahkan kedalam bahasa Inggris maupun kedalam bahasa-bahasa lainnya. Memoar yang dibuat oleh Hempher itu memuat otobiografi dari Hempher itu sendiri yang mengaku bahwa dirinya pernah menjadi seorang mata-mata  untuk pemerintah Inggris dengan tugas untuk mencari cara untuk masuk kedalam kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmaniyyah. Karena—seperti yang ditulis oleh Hempher—ada dua hal yang menjadi perhatian pemerintah Inggris atas daerah-daerah jajahannya di India, Cina, dan Timur Tengah. Dua hal itu adalah:
  1. Untuk mempertahankan daerah-daerah yang sudah dikuasai/dijajah
  2. Untuk merebut daerah-daerah yang belum pernah bisa dikuasai sebelumnya. Karena kami (orang-orang Inggris) sudah cukup lama bersabar dan menanti-nanti hal ini terlaksana.
Hempher mengaku bahwa ia adalah salah seorang dari 9 orang mata-mata yang ditugaskan di Timur Tengah untuk tujuan yang sama seperti yang dijelaskan di atas. Ia berkata, “Kami merancang rencana-rencana untuk menyemaikan bibit perselisihan, meningkatkan kebodohan, kemiskinan, dan bahkan menyemaikan benih-benih peyakit di negara-negara itu. Kami mencoba untuk meniru kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat yang ada di negara-negara itu tapi sekaligus menyembunyikan agenda kami itu.”


Mu’adzin sedang melantunkan adzan di menara
photo by Jean-Leon Gerome

Dalih yang diajukan oleh Hempher atas setiap perbuatannya ialah:
"Kami—orang-orang Inggris—harus melakukan perbuatan-perbuatan jahat dan menyemaikan bibit perpecahan di daerah-daerah jajahan kami agar kami bisa hidup dalam kesejahteraan dan kemewahan. Hanya dengan cara-cara seperti itulah maka kami bisa menghancurkan kekuasaan kekhalifahan Utsmaniyyah (Ottoman). Kalau tidak, maka mana mungkin sebuah bangsa yang berpopulasi kecil bisa membawa bangsa lainnya yang berpopulasi jauh lebih besar dan mempermainkannya sesuka hatinya?" 
"Dengan cara-cara seperti itu sebuah negara kecil bisa menjatuhkan bangsa-bangsa besar seperti Turki Utsmaniyyah dan Kekaisaran Persia ke bawah titik nadir."
"Oleh karena itu, tugas pertama kami ialah mendorong orang-orang untuk menentang pemerintahan yang berkuasa! Sejarah telah menunjukkan bahwa “sumber dari segala sumber bibit revolusi ialah adanya penentangan dari rakyat jelata.” Apabila kesatuan kaum Muslimin itu rusak dan pecah berantakan sementara perasaan sehati dan perasaan simpati diantara mereka dilumpuhkan, maka kekuatan mereka lambat laun akan melemah dan akhirnya dengan mudah bisa dihancurkan dan ditaklukan."
Pada tahun 1710, menteri yang mengurusi daerah-daerah jajahan Inggris menugaskan Hempher ke Mesir, Irak, Arabia, dan Istanbul dimana ia belajar bahasa Arab, Turki, dan juga belajar hukum-hukum Islam. Setelah dua tahun berselang, ia kembali ke London untuk sebuah briefing sebelum kemudian ia ditugaskan kembali dikirim ke Basrah—sebuah kota yang dihuni oleh kaum Sunni dan Syi’ah dimana Hempher bertemu dengan Abdul Wahab di sana.
Demi melihat perangai buruk Abdul Wahab yang sering menghina Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, maka Hempher melihatnya sebagai orang yang sangat cocok untuk dijadikan panutan oleh pemerintah Inggris. Hempher melihat ada sosok yang sangat kuat dalam diri Abdul Wahab yang bisa digunakan oleh pemerintah Inggris. Untuk memastikan bahwa dia orang yang cocok untuk tugas sebagai pemecah belah persatuan umat Islam oleh pemerintah Inggris, Abdul Wahab ditawari seorang wanita untuk dinikahi secara kontrak. Wanita yang ditawarkan kepadanya adalah salah seorang dari wanita-wanita Kristen yang diutus oleh pemerintah Inggris untuk merayu dan menggoda para pemuda Muslimin. Seperti yang pernah dikatakan oleh Hempher pada suatu ketika, “Kita sudah pernah merebut Spanyol kembali dari tangan kaum sesat (maksudnya kaum Muslimin) dengan cara menyebarkan alkohol dan kebiasaan mesum. Oleh karena itu, marilah kita rebut kembali tanah-tanah kita dengan menggunakan dua senjata ini.”[5]
Hempher kemudian ditarik kembali dari tugas untuk selanjutnya ditugaskan di beberapa wilayah di Iran, kemudian ia juga pernah ditugaskan di Baghdad. Ia menginginkan murid-muridnya untuk diajar oleh seseorang yang jauh lebih memiliki pengetahuan dibanding dirinya. Dan untuk itu Hempher menasehati Abdul Wahab agar ia pergi ke Iran waktu itu—dimana Iran dikenal orang sebagai daerah yang banyak dihuni oleh para pemeluk Islam yang bermadzhab Syi’ah—yang menurut Hampher, Iran itu masih dipenuhi dengan kebodohan, dan oleh karena itu tidak akan menjadi hambatan besar bagi ajaran Wahabi untuk diajarkan di sana.
Abdul Wahab kemudian benar-benar pergi ke Iran yang secara tradisi jelas berbeda dan berseberangan dengan tradisi yang diyakini oleh Abdul Wahab yang mengaku bermadzhab Sunni. Abdul Wahab di Iran mendapatkan penolakan di sana-sini. Oleh karena itu, misi Abdul Wahab betul-betul gagal total. Perjalanannya ke Iran hanya untuk memenuhi tugas dari tuannya saja yaitu Hampher yang pernah menasehati Abdul Wahab agar melakukan taqiyyah selama ia berada di Iran. Hampher menasehati Abdul Wahab agar ia menyembunyikan keyakinan atau ajaran yang ditemukan oleh dirinya itu di hadapan orang-orang Iran. Ia berkata kepada Abdul Wahab, “Kalau kamu tinggal diantara orang-orang Syi’ah, ber-taqiyyah-lah dan jangan tunjukkan bahwa dirimu itu seorang Sunni karena mereka akan berhati-hati terhadap dirimu. Gunakanlah negara mereka itu dan hasutlah para ulamanya! Pelajarilah kebiasaan mereka dan adat istiadat mereka. Karena mereka itu adalah orang-orang bodoh dan keras kepala.”

Hamid Algar, dalam Wahhabism, A Critical Essay, menuliskan:
“Apabila ia memang melakukan perjalanan (ke Iran) walaupun ia sangat membenci Syi’isme, motif yang ia miliki untuk melakukan perjalanan itu masih sangat misterius. Tidak ada satupun sumber tertulis dalam bahasa Persia yang menyebutkan bahwa Muhammad bin Abdul Wahab itu pernah berkunjung ke sana. Tidak ada catatan bahwa ia pernah datang kesana kemudian ajarannya dilecehkan, misalnya. Tidak ada catatan bahwa ia mendapatkan kesulitan ketika sedang bertaqiyah.[6]

Hempher kemudian dipanggil kembali ke London. Para pejabat tinggi merasa senang dengan sepak terjangnya itu dan mereka setuju dengan gagasan Hempher untuk memberikan penghormatan dan status yang tinggi kepada Abdul Wahab. Abdul Wahab kemudian diperkenalkan kepada beberapa orang pejabat tinggi yang dirahasiakan identitasnya dan banyak dari mereka namanya ada di dalam sebuah buku setebal seribu halaman yang menjelaskan tentang kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh umat Islam pada waktu itu dan cara-cara bagaimana untuk menghancurkan umat Islam secara seksama. Buku itu menunjukkan bahwa selain ajaran Islam yang beraneka ragam (tergantung dari madzhab yang dianut), umat Islam juga memiliki kelemahan lainnya. Umat Islam itu terkotak-kotak dalam berbagai madzhab dan aliran atau sekte; selain itu mereka itu kebanyakan buta huruf (tidak mengenal baca tulis huruf latin); dan mereka kebanyakan hidup dalam kemiskinan  serta kemelaratan—mereka hidup secara tidak layak dalam perkampungan-perkampungan yang tidak sehat yang menyebabkan mereka mudah sekali terjangkit penyakit menular. Mereka kebanyakan hidup dalam kekangan—dipimpin oleh para pemimpin tiran (diktator). Lingkungan dimana mereka tinggal sangat miskin infrastruktur-nya; tidak teratur ketertibannya; ajaran-ajaran mulia yang ada di dalam Al-Qur’an tidak mereka ejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka hidup dalam keadaan morat-marit, miskin papa, dan kondisi mereka itu makin memburuk dari waktu ke waktu. Tentara mereka lemah, dan persenjataan mereka banyak yang sudah usang dan rusak berat. Hak-hak kaum wanita diabaikan dan tak pernah diperjuangkan.
Apa yang diusulkan oleh si penulis buku tersebut di dalam buku tersebut sangat berkenaan erat dengan strategi rahasia Amerika Serikat dan Inggris atas negara dunia ketiga. Isi buku tersebut masih terus diterapkan hingga abad kedua-puluh. Buku itu menyarankan bahwa untuk merusak keunggulan atau keutamaan kaum Muslimin, dan sekaligus untuk menggembar-gemborkan kekurangan kaum Muslimin, diperlukan beberapa cara atau metoda seperti berikut ini:
  1. Semaikan bibit permusuhan dan pertikaian diantara mereka (kaum Muslimin)
  2. Terbitkan buku-buku yang bisa memperburuk perselisihan atau menimbulkan kekacauan yang lebih jauh lagi
  3. Haling-halangi atau persulit cara untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi
  4. Tebarkan atau beri semangat kepada orang-orang yang lebih menyukai kehidupan sufi, kehidupan miskin, atau kehidupan yang tidak mempedulikan dunia nyata
  5. Beri peluang lebih bebas kepada para penguasa (diktator) di dunia Muslim untuk mempraktekan kedzaliman dan penindasan
  6. Tumbuhkan semangat paham sekularisme yang memisahkan kehidupan agama dengan urusan-urusan dunia
  7. Sabotase kehidupan ekonomi dunia Muslim supaya tidak bangkit dari keterpurukan dan tidak pernah maju menjadi individu yang mandiri
  8. Manjakan para negarawan dari negara Muslim itu dengan kehidupan yang mewah dipenuhi dengan seks, olah-raga yang melupakan diri mereka; alkohol dan judi serta kesenangan untuk menumpuk-numpuk harta dan mendapatkan riba yang tinggi dari beberapa bank yang memang sudah disediakan untuk itu
  9. Dan untuk kaum mudanya, beri tahu mereka akan tindak laku korup dari para pejabat dan negarawan mereka agar para pemuda itu bertindak kasar dan kejam terhadap para pemimpin dan para ulama yang hidup bersama para pemimpin itu
  10. Untuk menebarkan pemahaman (yang keliru) bahwa Islam itu memiliki  sifat chauvinis (chauvinistic) terhadap kaum wanita, mereka harus mendukung dan menyebarkan tafsir (yang keliru) dari ayat Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa “Kaum laki-laki adalah penguasa dari kaum wanita” dan juga menebalkan keyakinan bahwa “Wanita itu semuanya jahat (buruk)”.
  11. Kaum Muslimin harus dididik menjadi kaum fanatis buta dan nantinya Islam akan dikenal sebagai agama teror semata.[7]
Usaha-usaha untuk mempopulerkan metoda-metoda tersebut di atas bisa diusahakan oleh para mata-mata yang ditunjuk untuk membantu para negarawan di negara-negara Muslim; bisa juga dengan menyelundupkan mata-mata dengan penyamaran sebagai budak belian atau sebagai para selir yang siap memenuhi nafsu syahwa para negarawan di negara Muslim. Para budak belian atau selir itu diperjual-belikan diantara keluarga terdekat supaya tidak ketahuan dan bisa dimonitor dari jauh penyebarannya. Proyek-proyek misionari Kristen juga dilakukan agar bisa memasuki seluruh kelas sosial masyarakat terutama kelompok pekerja yang bekerja di bidang obat-obatan, mesin dan bangunan serta perpustakaan. 
Buku-buku propaganda Kristen dibagi-bagikan di gereja, sekolah, rumah sakit, perpustakaan dan lembaga-lembaga sosial di negara-negara Muslim. Jutaan buku-buku Kristen harus dibagi-bagikan secara gratis. Para mata-mata menyamar sebagai ruhaniawan dan para biarawati, dan mereka ditempatkan di gereja-gereja dan biara-biara. Mereka nantinya ditunjuk sebagai para pemimpin pergerakan Kristen.



Segera, pemerintah Inggris secepatnya memutuskan untuk  berterus terang mengenai niat dan itikad mereka terhadapnya. Abdul Wahab setuju untuk bekerja sama akan tetapi dengan beberapa syarat yang sudah ia tetapkan. Salah satu syarat yang ia ajukan ialah ia ingin didukung oleh pemerintah Inggris dengan uang dan senjata yang memadai. Itu ditujukan untuk melindungi dirinya dari negara-negara lain dan dari para ulama yang tentu saja akan senantiasa menyerangnya karena Abdul Wahab sudah memperkenalkan (dan memaksakan) pemahaman agama yang baru dan kontroversial.  Abdul Wahab juga menghedaki berdirinya sebuah kerajaan di tanah kelahirannya, jazirah Arab.
Akhirnya, Hempher bergabung dengan Abdul Wahab di Najd. Mereka segera mengumumkan beberapa kewajiban yang harus dipatuhi oleh kaum Muslimin yang ada di daerah Najd dan sekitarnya. Kaum Muslimin harus mengikuti Abdul Wahab dan apabila mereka tidak bersedia untuk mengikuti Abdul Wahab, maka mereka akan dinyatakan sebagai kaum kafir. Setelah dinyatakan kafir, maka nyawa mereka boleh saja langsung diambil; harta bendanya boleh dijarah; kehormatannya boleh dirusak; dan mereka yang tertangkap akan dijadikan budak belian dan dijual di pasar budak. Abdul Wahab menakut-nakuti kaum Muslimin agar mereka tidak patuh lagi kepada Sultan di Istanbul. Ia menghasut kaum Muslimin agar mereka berontak kepada khilafah Utsmaniyyah.
Abdul Wahab bertindak lebih jauh lagi. Ia menyatakan bahwa seluruh tempat suci dan peninggalan sejarah Islam itu tidak lebih daripada biang kemusyrikan—itu hanyalah berhala-berhala saja. Dan apabila kaum Muslimin menghormati tempat-tempat suci itu—baik itu tempat bersejarah atau makam-makam orang shaleh—maka mereka akan dihukumi sebagai orang-orang murtad atau orang-orang musyrik yang sesat dan menyesatkan. Dan setelah itu maka mereka boleh juga dibunuh.
Abdul Wahab mulai memberikan ceramah-ceramah dan hampir dalam setiap kesempatan ia gunakan untuk bercerita yang isinya menghina Rasulullah, para khalifahnya, dan semua ulama terkenal dari berbagai madzhab Islam yang ada yang berbeda dengan "madzhab" dirinya. Ia juga menghasut orang-orang agar mau bangkit untuk melakukan pemberontakan di negara-negara Muslim dimanapun mereka berasal. Abdul Wahab menghalalkan tindakan kekerasan dan anarki yang diperbuat mereka untuk meraih setiap cita-citanya.
Akhirnya, reformasi atau pembaruan Islam yang digembar-gemborkan oleh pemerintah Inggris lewat mulut Abdul Wahab pada kenyataannya hanyalah sebuah rancangan untuk menghasut kaum Muslimin agar mau menentang kaum Muslimin lainnya terutama sekali menentang Kekhalifahan Utsmaniyyah.
Segera dunia Muslim berubah. Kaum Muslimin mulai menunjukkan kelemahannya di sana-sini. Mereka tidak lagi berkuasa di tanahnya sendiri. Mereka sibuk dengan pertikaiannya masing-masing. Akan tetapi di tengah-tengah masalah yang sangat serius yang mengancam eksistensi kaum Muslimin dan negaranya ini, Abdul Wahab malah berdakwah yang tidak ada hubungan ril-nya dengan permasalahan yang dihadapi oleh kaum Muslimin. Ia malah berdakwah tentang pemikiran kaum Muslimin yang ia anggap telah sesat dan dipenuhi takhayul, bid’ah dan kurafat. Kebiasaan kaum Muslimin seperti berziarah ke makam para wali atau berwasilah dan bertabaruk kepada mereka sebagai kebiasaan jahiliah yang harus segera dibasmi. Semua dakwah itu jelas berbeda dengan apa yang sedang dihadapi secara nyata oleh kaum Muslimin pada waktu itu. Kaum Muslimin sedang dilanda perpecahan dan pertentangan dan itu adalah masalah yang sangat nyata dan berbahaya. Tapi mungkin karena yang menyebabkan itu semua ialah Abdul Wahab sendiri dan para anteknya, maka mereka tidak ambil pusing dengan itu semua.
Kaum Muslimin seringkali melakukan ziarah kubur dan mereka berdo’a di kuburan para Wali Allah. Mereka memohon kepada para Wali Allah itu agar mendo’akan mereka supaya hajat mereka bisa tercapai. Demi untuk menyenangkan dan demi untuk menunaikan tugas yang diberikan oleh pemerintah Inggris, Abdul Wahab menggunakan ajaran barunya itu untuk menentang dan melarang kebiasaan ziarah kubur yang sudah menjadi adat kebiasaan kaum Muslimin sedunia selama berabad-abad dan tidak ada pertentangan tentang hal itu diantara mereka. Abdul Wahab berkata bahwa yang dilakukan oleh kaum Muslimin itu pada hakikatnya memohon pertolongan kepada selain Allah dan oleh karena itu mereka sudah “menuhankan” para Wali Allah itu. Menurut Abdul Wahab ini jelas sebuah bentuk kemusyrikan dan para pelakunya bisa dikategorikan sebagai seorang Musyrik atau murtad dan keluar dari Islam. Maka oleh karena itu, boleh saja memerangi mereka dan membunuh mereka. Ini sebenarnya ajaran yang digunakan oleh pemerintah Inggris melalui mulut-mulut para pengikut Wahabi (pengikut Abdul Wahab). Pemerintah ingin menghasut bangsa Arab untuk menentang bangsa Turki.
Lebih jauh lagi, Abdul Wahab menuduh bahwa situasi dunia Islam pada jamannya itu sama dengan situasi di jaman jahiliyah—yaitu jaman ketika Islam belum muncul di jazirah Arabia. Masa itu disebut masa kebodohan—kebodohan agama dan kebodohan sosial. Ada beberapa contoh yang bisa diambil di dalam Al-Qur’an dimana Allah menggambarkan seorang munafik yang hanya akan berdo’a kepada Allah saja ketika ia dihadapkan kepada berbagai masalah, akan tetapi ketika ia sudah terbebas dari segala kesusahan, ia kemudian kembali lagi menyembah berhala-berhalanya. Abdul Wahab menyatakan bahwa kaum Muslimin juga sama saja yaitu mereka mengaku bahwa hanya menyembah Allah saja tetapi pada kenyataannya mereka juga menyembah para berhala. Oleh karena itu, Abdul Wahab merasa bahwa ia sudah melengkapi ramalan Nabi yang memperingatkan bahwa akan datang sekelompok orang yang  memutar-balikkan fakta: “menafsirkan ayat-ayat Qur’an yang sebenarnya ditujukan untuk kaum kufar menjadi ayat-ayat yang ditujukan untuk orang-orang beriman.”


BERSAMBUNG KE BAGIAN KE DUA ...........

[1] Islam yang ada di Arab harus diubah supaya berbeda dengan Islam yang ada di Turki. Jadi walaupun mereka sama-sama Islam, tetapi mereka berbeda pemahamannya dan oleh karena itu, mereka merasa tidak lagi saudara dan malah mereka merasa yang lain telah sesat dan boleh diperangi karenanya—red.
[2] Konsep jihad yang agung dan suci menjadi penuh kelicikan, penindasan, dan kemunafikan. Jihad hanya dijadikan alat untuk membunuh dengan semena-mena.
[3] Two Faces of Islam, halaman 74.
[4] Ayyub Sabri Pasha. Bagian Dua: The Beginnings and Spread of Wahhabism.
[5] Maksudnya minuman keras dan kaum wanita; dua senjata yang halus tapi sanggup mematahkan dan mematikan semangat kaum pemuda; menjadikannya generasi yang lemah dan tidak berdaya.
[6] LIHAT: halaman 12-13, Wahhabism, A Critical Essay
[7] Semua metoda ini ternyata terbukti sangat efektif karena sekarang Islam sudah dikenal sebagai agama teror—agama yang sangat tidak toleran terhadap perbedaan; kaku, jumud, tidak tercerahkan, tidak berwawasan dll.

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta