KLIK SAJA SAMPUL BUKUNYA UNTUK MEN-DOWN-LOAD
Di dunia politik, biasanya sebuah
undang-undang dasar negara itu disusun terlebih dahulu sebelum negara itu
terbentuk. Dan ketika negara itu akan melangsungkan pemilihan umum untuk
menentukan calon pemimpinnya, maka perangkat untuk itu sudah ada sebelumnya.
Undang-undang pemilu yang mengatur pemilihan harus sudah ada sebelumnya. Setiap
kegiatan untuk menentukan calon dan memilih calon, mengangkat calon,
memberhentikan calon, dan lain sebagainya sudah diatur dalam undang-undang itu.
Kalau setiap aturan yang ada dalam undang-undang itu dipatuhi, maka itu artinya
kita mematuhi undang-undang (dalam hal ini mematuhi hukum Islam); sedangkan
kalau tidak mengikuti aturan itu kita dianggap membangkang dan harus dikenakan
hukuman atas tindakan menyimpang itu. Belum lagi kita akan dianggap berdosa
karena setiap pelanggaran hukum Islam bisa berdampak ganda. Melanggar aturan
sosial dan dianggap berdosa.
Menurut Ahlu Sunnah, mengangkat
khalifah itu adalah tanggung jawab dan hak umat Islam (walaupun pada hakikatnya
hanya ketika mengangkat Ali lah umat diberikan hak untuk mengangkat
khalifah—red). Karena Ahlu Sunnah berpendapat demikian, maka itu artinya sudah
selayaknya kalau kita menyebutkan bahwa Allah dan RasulNya harus terlebih
dahulu menyediakan perangkat undang-undang (lengkap dengan prosedur pemilihan
khalifah dan lain-lain). Dan apabila Rasulullah belum sempat membuatnya, maka
seharusnya umat sudah membuat langkah-langkah konstitusional (membuat aturan
pemilihan terlebih dahulu) sebelum akhirnya memilih khalifah.[1]
Akan tetapi anehnya ini belum pernah
dilakukan sama sekali! Tidak pernah di dalam sejarah disebutkan
bahwa umat berembuk untuk menentukan sistem pemilihan khalifah sebelum mereka
memilih khalifah. Semua serba mendadak. Semua serba kebetulan. Semua serba
darurat. Itulah fakta sejarah yang menyedihkan!
Kita bisa lihat bahwa “undang-undang”
atau “aturan” pemilihan tidak mengikuti aturan baku karena memang tidak pernah
ada aturan baku sebelumnya! Undang-undang atau aturan pemilihan hanya mengikuti
perkembangan politik terkini saat itu!
Argumen atau alasan yang paling baik
yang bisa diajukan kelompok Ahlu Sunnah demi membendung keheranan dan keberatan
kelompok lain ialah bahwa mengangkat khalifah itu adalah sesuatu yang sangat
penting. Saking pentingnya sampai orang-orang pada waktu itu mengabaikan dan
menelantarkan keawajiban untuk mengurus jenazah Nabi yang suci. Para elit
politik pada waktu itu malah secara sembunyi-sembunyi pergi ke Saqifah Bani
Saidah untuk menetapkan khalifah penerus kepemimpinan umat Islam. Dari titik
poin ini, kelompok Ahlu Sunnah berketetapan bahwa memilih khalifah itu adalah
kewajiban umat.
Akan tetapi sekali lagi mereka gagal
membuktikan bahwa pemilihan khalifah di Saqifah itu adalah benar-benar
pemilihan yang diketahui oleh umum (ingat! mereka bilang itu kewajiban umat!).
Kelompok pengikut Ahlul Bayt Nabi
(Syi’ah) menganggap pemilihan Abu Bakar itu sebagai pemilihan ilegal dan
bertentangan dengan Islam; sementara itu kelompok Ahlu Sunnah (Sunni)
menganggap itu legal dan benar. Bagaimana kelompok Ahlu Sunnah bisa membuktikan
bahwa klaim mereka itu benar?
Kita bisa merangkum klaim mereka dengan
sebuah peribahasa:
“TINGKAHKU INI BENAR
KARENA AKU TELAH MELAKUKANNYA”
Pengadilan mana yang bisa membenarkan
pernyataan tersebut di atas?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ULASAN:
- Klaim
Ahlu Sunnah sangat lemah untuk menyebut tiga khalifah pertama sebagai
khalifah yang sah karena sistem pemilihan mereka sangat berbeda dari satu
pemilihan ke pemilihan yang lainnya
- Kaum
Ahlu Sunnah tidak bisa membuktikan bahwa ada undang-undang pemilihan
sebelumnya yang akan dipakai untuk memilih khalifah
- Pemilihan
khalifah itu bukan seperti permainan anak-anak. Ini masalah serius. Tidak
mungkin aturan dibuat mendadak dan tergesa-gesa tanpa sosialisasi kepada
umat. Ingat! Hasil pemilihan itu harus dipertanggung jawabkan kepada umat
(ingat! Kelompok Ahlu Sunnah percaya bahwa ini hak dan kewajiban umat,
jadi wajar kalau umat harus—paling tidak—diberitahu tentang ini)
- Perbedaan
tata cara pemilihan khalifah itu menyiratkan bahwa tata cara itu illegal
dan tidak mengikuti syariat Islam karena syariat Islam pastilah
memberlakukan satu sistem yang baku dan tegas dan tidak pernah berubah-ubah
[1]
INGAT. Memilih pemimpin itu sangat vital dan penting—lebih penting daripada
mengatur orang bersin, menyikat gigi, menguap, mencukur rambut, makan dan minum
dan lain-lain. Kalau Islam mengatur tata-cara bersin, menyikat gigi, menguap,
mencukur rambut, makan dan minum yang tidak lebih penting daripada memilih
pemimpin, maka mengapa kita tidak bisa mendapati tata-cara memilih pemimpin
(khalifah) di dalam Islam (khususnya Islam Sunni)?
Comments