SERIAL UMAR BIN KHATTAB (episode 5)


Apakah agama berperan dalam sejumlah ekspansi wilayah?

Memang benar bahwa agama memegang peranan di kalangan kaum Muslimin untuk keluar dari jazirah Arab (dengan tujuan mendakwahkan Islam) akan tetapi begitu mereka keluar dari jazirah, maka peran agama itu tidak lagi memerankan peranan yang penting lagi ketika mereka melakukan penaklukan bangsa-bangsa. Jadi agama hanya dijadikan dalih saja bagi mereka. Seandainya agama dan keshalehan itu adalah penyebab dari keberhasilan kaum Muslimin di dalam sejumlah penaklukan itu, maka  bagaimana kita menerangkan peran agama (kalau ada) dalam berbagai penaklukan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa dunia yang sama sekali bukan kaum Muslimin? 

Bahkan bangsa-bangsa dunia yang melakukan ekspansi wilayah adalah semuanya merupakan musuh-musuh Islam akan tetapi mereka juga sanggup melakukan ekspansi wilayah atau penaklukan daerah dengan luas daerah yang kurang lebih sama atau bahkan lebih besar lagi—lebih luas daripada luas wilayah yang sanggup dikuasai oleh kaum Muslimin. 

Memang penaklukan atau ekspansi wilayah yang dilakukan oleh bangsa Arab itu cukup menakjubkan dalam hal kecepatannya akan tetapi itu tidak cukup hebat apabila dibandingkan dengan penaklukan yang dilakukan oleh bangsa lainnya. 

Alexander the Great
Kurang lebih sekitar seribu tahun sebelum datangnya Islam, Alexander the Great—Alexander yang agung—seorang lelaki dari Makedonia menaklukan wilayah mulai dari semenanjung Balkan hingga daerah perbatasan Cina; dan dari Libya hingga ke Punjab India, dalam kurun waktu hanya 10 tahunan saja. Padahal ia adalah seorang politeis—orang yang menyembah banyak tuhan. Kemanapun ia pergi, ia menyembah tuhan-tuhan setempat di daerah yang ditaklukannya. Di Yunani ia menyembah dewa Zeus. Ketika ia ke Libya, ia menyembah dewa Ammon-Ra; di Babylon ia menyembah Marduk; dan sewaktu sampai di Persepolis, ia menyembah Ahura. 

Penaklukan yang ia lakukan sama sekali tidak berdasarkan kepada agama tertentu atau agama dirinya sendiri. Malah agama sama sekali tidak dijadikan dasar atas penaklukan-penaklukan yang ia lakukan. Kalau saja Alexander yang agung itu tidak meninggal pada usia 32 tahun—usia yang masih sangat muda sebagai seorang penakluk—maka mungkin saja ia bisa menguasai seluruh dunia. 
Alexander the Great

Setelah masa para penakluk dari Yunani Kuno, datanglah para penakluk dari masa kerajaan Romawi. Para penakluk dari kerajaan Romawi itu merupakan para penakluk yang sangat berkuasa dan kuat sepanjang sejarah dan penaklukannya bertahan lebih lama daripada yang dilakukan bangsa manapun di dunia. Sama seperti para penakluk dari Yunani, mereka juga memiliki keyakinan politeisme. Mereka menyembah banyak Tuhan.  Walaupun kelak kekaisaran atau kerajaan Romawi Timur itu memeluk agama Kristiani pada awal abad ke-5 masehi. 




 
Jengis Khan
Pada abad ke-13, tentara Mongol yang dipimpin oleh Jengis Khan berhasil mengguncang dunia. Bangsa Mongol pada waktu itu merupakan musuh Islam yang paling berbahaya yang pernah mereka hadapi. Seluruh wilayah Asia berada di bawah kekuasaannya dan mereka berhasil mempermalukan Islam di seluruh benua itu. Penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Mongol itu jauh lebih cepat dan lebih luas cakupannya dibandingkan dengan penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab. Dalam kurun waktu 15 tahun saja, mereka sudah berhasil menguasai seluruh dataran Cina, seluruh wilayah Rusia, dan seluruh Asia Tengah dan Asia Barat. Bangsa Mongol juga berhasil memasuki wilayah Eropa sampai ke negara Hungaria. Sementara kaum Muslimin dalam usaha penaklukannya malah dikalahkan di sebelah barat di kota Tours (Prancis) dan di sebelah timur di kota Konstatinopel. Sementara itu pasukan Mongol terus-menerus meraih kemenangan dimana-mana. Mereka mundur dari Eropa Pusat hanya karena pemimpin mereka yaitu Jengis Khan yang agung, meninggal di dekat Karakorum.



Pasukan Mongol itu sama sekali tidak menganut agama apapun. Lalu apa yang mendorong mereka untuk melakukan penaklukan dunia ini? Tentu saja bukan didorong oleh motif agama atau karena mereka ini orang-orang shaleh dan bertakwa. 

Pada abad ke-16, Castilian Conquistadores memasukkan bangsa Spanyol sebagai salah satu bangsa terkemuka di dunia. Sekelompok kecil dari orang-orang Spanyol meninggalkan pantai-pantai di Spanyol untuk melakukan penaklukan mencari dunia baru. Mereka menaklukan dua buah benua di bawah kaki raja Spanyol. Memang benar bahwa mereka terilhami atau terdorong oleh ajaran agama mereka walaupun mereka itu tidak shaleh-shaleh amat. Akan tetapi agama yang mendorong mereka untuk melakukan itu ialah agama Katolik (bukan Islam, tentunya).

Ajaran agama yang mendorong mereka bukan Islam, malah sangat anti Islam. Sebelum mereka menemukan benua baru yaitu Amerika, mereka sudah terlebih dahulu mengalahkan kaum Muslimin di Granada pada tahun 1492. Mereka mengusir kaum Muslimin dari Spanyol dan secara membabi buta menghapus setiap peninggalan atau jejak-jejak kebudayaan Islam di sana, di jazirah Iberia.  
Pada abad ke-17, bangsa Belanda giliran memperoleh kejayaannya. Kisah kejayaan mereka ibarat kisah kepahlawanan yang hebat tiada bandingnya. Di negara mereka sendiri, mereka sibuk berjuang untuk mempertahankan diri dari dua musuh berat—yaitu bangsa Spanyol dan laut lepas; dan mereka berhasil mengatasi keduanya. 

Mereka berhasil mengusir bangsa Spanyol dari Belanda, dan mereka sudah bisa menjinakkan laut utara yang buas. 

Karena bangsa Belanda sudah bisa menaklukan dua musuh beratnya itu, maka bangsa Belanda melihat ke laut lepas untuk mengarunginya demi menaklukan dua baru. Dinamika perang dengan bangsa Spanyol dan dengan laut utara yang buas itu memberikan mereka momentum kemenangan dan keberhasilan yang mengantarkan mereka untuk berkelana keliling dunia. Dengan tenaga dan semangat yang menyala-nyala mereka mengelilingi dunia; menaklukan bangsa-bangsa lainnya; menjajah mereka; dan membangun peradaban di daerah-daerah yang ditaklukannya. 

Bangsa Belanda itu bukan saja pelaut ulung akan tetapi mereka juga pandai berdagang selain tentu saja menjadi penjajah bagi wilayah-wilayah koloninya. Mereka membangung pabrik-pabrik di India; mereka mendirikan daerah-daerah jajahan di Amerika Utara dan Amerika Selatan selain juga di Afrika Selatan. Daerah jajahannya di Afrika Selatan menjadi salah satu yang paling berhasil di dunia ini. 

Bangsa Belanda juga mendirikan kerajaan-kerajaan. 12 ribu mil jauhnya dari kampung halamannya, mereka menaklukan Hindia Belanda (Indonesia)—sebuah wilayah yang paling kaya dari seluruh daerah jajahan yang ada. Dan mereka menduduki Hindia Belanda hingga 350 tahun lamanya. 

Pada masa kejayaan bangsa Belanda ini—yaitu pada abad ke-17—bangsa Belanda sebenarnya jumlah populasinya sangatlah kecil. Akan tetapi meskipun mereka itu sangat kecil, mereka memiliki kualitas individu yang sangat prima. Mereka tidak menjadikan kuantitas yang kecil itu sebagai hambatan untuk meraih kesuksesan. Dengan itu mereka sekaligus membuktikan bahwa tidak ada hubungannya antara jumlah populasi sebuah bangsa yang besar dengan kesuksesan bangsa tersebut.

Bangsa Belanda menunjukkan kepada kita sebuah prestasi (kalau itu boleh disebut prestasi) sebuah bangsa yang kecil bisa membuat sebuah perbedaan di pentas sejarah. Kesuksesan mereka juga membuktikan sekaligus bahwa tidak ada hubungan antara agama dan prestasi yang mereka buat. 

Berabad-abad sebelum munculnya ketangguhan yang membuatnya berhasil, bangsa Belanda sudah memeluk agama Kristen dan menjadi pemeluk yang taat. Akan tetapi mereka baru dikenal di pentas sejarah mulai abad ke-17.

Pada abad ke-19, giliran bangsa Inggris yang memulai mengukir sejarah untuk mereka sendiri. Di Amerika Utara, mereka menguasai dan memimpin setengah benua Amerika sebelah utara. Sedangkan di Afrika, kekuasaan mereka membentang dari Alexandria di utara hingga ke Cape Town di selatan. Dan kekuasaannya di Asia Selatan, bangsa Inggris menguasai mulai dari Kabul (Afghanistan) hingga ke Rangoon. Bangsa Inggris menjajah Australia dan New Zealand. Mereka mendirikan Pax Britannia yang melingkupi luas wilayah yang sangat luas sekali sekitar satu perempat dunia.

Pada abad ke-18 ketika bangsa Inggris membangun kekuasaannya, mereka hanya memiliki pasukan 35,000 orang saja dan 7,500 dari mereka sibuk menenteramkan daerah Irlandia. 

Ketika angkatan lautnya merekatkan dan menjaga kerajaan Inggris, para pedagangnya membangun kekuasaan lain—kerajaan bisnis yang tak terkalahkan. Kerajaan perdagangannya-lah yang berhasil menguasai negara-negara yang luput dari kekuasaan politik mereka dan tidak bisa ditaklukan lewat kekuatan senjata.

Pada suatu ketika, ketika kekuasaan Inggris sedang pada puncak-puncak kejayaannya, tidak ada satu bangsa-pun di dunia ini yang bisa mengalahkan mereka baik di darat maupun di laut.  

Akhirnya dengan kekuatan politik dan kekuatan pengaruh bisnisnya, bangsa Inggris berhasil membuat hegemoni budaya atas negara-negara yang ditundukannya. Bangsa Inggris menyebarkan Bahasa Inggris ke berbagai penjuru dunia sehingga Bahasa Inggris menjadi Bahasa yang dipakai di banyak negara di dunia hingga saat ini. 

Inggris mencapai keberhasilan seperti ini bukan karena mereka itu bangsa yang shaleh dan bertakwa; bukan karena mereka sangat taat beragama. Mereka tidak begitu tertarik dengan permasalahan yang menyangkut agama. Jadi ketika mereka mencaplok satu demi satu sebuah negara; ketika mereka mengambil wilayah setiap langkahnya, sama sekali tidak ditujukan untuk agama yang mereka anut. Mereka tidak tertarik untuk menyebarkan agama. Mereka melakukan itu hanya untuk negara mereka. Mereka melakukan hal itu untuk Britania Raya.

Sistem penjajahan yang diterapkan oleh Inggris, Perancis, dan Belanda menguasai dunia selama kurang lebih 2 abad lamanya. Negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim dimana-mana ada di bawah kaki-kaki negara-negara adidaya ini. Akan tetapi setelah dua Perang Dunia, daerah-daerah jajahan ini satu per satu hilang. Dari sisa-sisa dari daerah penjajahan ini mulailah muncul bangsa-bangsa baru. Salah satu dari bangsa ini adalah Bangsa Zionis Israel.

Pada tanggal 14 Mei tahun 1948, Inggris melepaskan mandat mereka terhadap Palestina dan para penduduk Yahudi di negara itu memproklamasikan kelahiran Negara Israel. Pada keesokan harinya, yaitu pada tanggal 15 Mei, 5 negara Arab menginvasi Israel dengan tujuan untuk “memukul mundur Israel ke laut.” Akan tetapi mereka sama sekali tidak mampu mengusir Israel ke laut. Israel malah meluluh lantakkan mereka semua dan mereka akhirnya harus lari terbirit-birit dan berlindung di rumahnya masing-masing. 

Sejak itu, masih ada beberapa perang lagi antara Aran dan Israel. Ada perang pada tahun 1956 dan satu lagi pada tahun 1967. Dalam kedua perang itu, Israel mengalahkan bangsa-bangsa Arab dan mencaplok banyak sekali wilayah mereka termasuk wilayah bersejarah yaitu Jerusalem. 

Pada bulan Agustus tahun 1969, salah satu bagian dari Mesji al-Aqsa Jerusalem, terbakar hebat. Kebakaran itu adalah sebuah perbuatan yang disengaja. Seluruh kaum Muslimin—baik bangsa Arab maupun non-Arab, tersulut amarahnya demi melihat perbuatan yang keterlaluan itu. Gelombang protes dan rasa amarah segera meluas ke berbagai penjuru dunia Muslim—malah sampai ke dunia Muslim yang 10,000 mil jauhnya seperti dari Indonesia di timur dan Mauritania di barat. 

Bangsa-bangsa Muslim di seluruh dunia mengadakan sebuah konferensi di Rabat (Maroko) untuk memutuskan langkah apa yang harus diambil untuk menyelamatkan Jerusalem dari Israel. Israel yang bandel malah balik menantang dunia Muslim, akan tetapi dunia Muslim tidak berani dan tidak mau menyanggupi tantangan itu.

Pada bulan Oktober tahun 1973, giliran Mesir menyerang Israel di Yom Kippur ketika orang-orang Yahudi itu sedang lengah. Bangsa Yahudi berhasil dipukul mundur. Akan tetapi kemudian mereka bangkit dari rasa keterkejutannya dan segera menyerang balik. Mereka bergerak cepat mengarungi gurun Sinai melintasi Suez kemudian mereka berdiam di tepi barat terusan Suez itu—kira-kira 60 mil jauhnya dari Kairo. Kemudian mereka mengepung tentara Mesir dari sana!

Amerika lah yang kemudian datang dan menekan Israel agar segera membebaskan pasukan ketiga Mesir. Akan tetapi lucunya, Mesir kemudian mengklaim bahwa langkah militer terhadap Israel itu adalah sebuah bentuk “kemenangan” bagi Mesir. “Perang kemudian Menang” itulah kata Pemerintah Mesir pada waktu itu, dan itu cukup untuk mengembalikan moral dan harga diri bangsa Mesir meskipun sebenarnya PBB dan Amerika Serikat lah yang sebenarnya telah menyelamatkan mereka dari bencana itu. 
Pada bulan Juni tahun 1982, Israel merangsek maju dengan kasar ke negara Lebanon. Mereka mengeluarkan para gerilyawan Palestina dari negara itu sementara bangsa Arab hanya bisa duduk termangu dan putus asa—walaupun mereka ibaratnya raksasa yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Israel. Raksasa yang tanpa daya. 

Di dalam semua peperangan ini, satu-satunya kekuatan negara-negara Arab yang tidak pernah surut ialah kekuatan ekonomi. Mereka memiliki kekuatan ekonomi yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan negara-negara dunia ketiga manapun. Sementara untuk tenaga kerjanya atau kualitas manusianya, negara-negara Arab memang jauh dari harapan. Meskipun jumlahnya jauh lebih banyak akan tetapi kualitasnya jauh dibawah Israel. Jumlah penduduk Arab itu 50 dibanding 1 dibanding dengan Israel (artinya jumlah orang Arab 50 kali lipat lebih banyak dibanding jumlah orang Yahudi).  

Kita dihadapkan dengan sebuah paradox dimana ada sebuah bangsa yang memiliki kekayaan akan tetapi di sisi lain mereka memiliki tidak-berdayaan. Harta melimpah ruah akan tetapi moral jatuh rata dengan tanah. Memiliki modal strategis tapi tidak mampu menggunakannya sama sekali ketika mereka berkonfrontasi dengan Israel.

Malah lebih menyedihkan lagi bisa dikatakan bahwa beberapa negara Arab—misalnya Yordania—malah merasa mendapatkan “kebebasan” nya dari “belas kasih” negara Israel. 

Sekali lagi bisa kita simpulkan bahwa agama—baik itu agama apapun, atau paganisme yang menyembah banyak Tuhan, atau animisme sekalipun, atau Kristen, atau Islam sebenarnya tidak begitu memerankan peranan penting dalam sebuah keberhasilan ekspansi wilayah sebuah bangsa (kehebatan Umar bin Khattab atau khalifah lainnya dalam melakukan ekspansi wilayah bukanlah karena ketakwaan dan keshalehan atau kepatuhannya pada Islam—pen.). Fenomena yang terjadi berulang kali di dalam sejarah dunia ialah bahwa sebuah bangsa apapun bisa saja menjadi bangsa yang kuat secara militer, politis, atau juga secara intelektual. Bangsa apapun bisa saja menjadi sangat tak terkalahkan dan tak terbendung kekuatannya. 

Selama beberapa abad dari tahun 632 hingga tahun 732 adalah abad kejayaan bangsa Arab. Bangsa Arab pada waktu itu sangat kuat. Mereka memperoleh kemenangan dimana saja. Mereka tak terbendung kekuatannya. Mereka tak terkalahkan dimana-mana—pada abad-abad itu. 

Islam memang mempersatukan mereka dan memberikan mereka arah dan tujuan hidup. Islam memberikan mereka sebuah kekuatan. Tanpa Islam, masa depan mereka tidak akan memiliki makna dan hampa seperti masa lalu mereka. Akan tetapi, tetap saja tidak ada hubungannya antara penaklukan atau ekspansi wilayah yang mereka lakukan dengan kesalehan dan ketakwaan mereka.

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta