(Serial Timun Laut episode 18) BUKA PUASA BERSAMA


(Serial Enambelas) BUKA PUASA BERSAMA


Timun mengajak temannya yang ia kenal di mesjid Salman, ITB Bandung, untuk berbuka puasa bersama. Hadi, temannya itu, setuju dan mereka menentukan lokasi yang baik bagi mereka berdua di sebuah kafe di jalan Juanda. Sesampainya di sana waktu masih menunjukkan jam 5 tetapi kafe itu sudah penuh sesak dijejali para penggila wisata kuliner yang terpaksa menahan hasratnya sampai waktu berbuka tiba.

Motor dan mobil di parkir berjejer mirip ikan asin di atas tempayan. Celah antara satu kendaraan dengan kendaraan lainnya hanya beberapa senti saja. Perlu kemahiran khusus untuk masuk dan keluar dari tempat itu dengan tanpa menyentuh kendaraan lainnya. Timun dan Hadi beruntung datang ke sana pake angkot……..……jadi tak usah bersusah payah menyelinapkan kendaraannya.

Hadi pesan nasi rames. Murah meriah dan lengkap lauknya. Timun ikut serta memesan menu yang sama. Tiga puluh menit lagi menjelang buka puasa mereka ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon. Banyak petuah berharga yang disampaikan oleh sahabatnya itu yang terasa oleh Timun tidak seperti petuah pada umumnya. Ia tahu betul bahwa Hadi tidak sekedar memberikan petuah akan tetapi ia telah melaksanakannya terlebih dahulu. Timun tahu itu walaupun ia tidak diberitahu dan tidak mencoba mencari tahu.

Adzan berkumandang dan untungnya pesanan mereka datang tepat waktu seperti skenario sinetron yang sudah ditulis sebelumnya. Segera Timun berdo’a buka puasa dan meminum air teh botol kegemarannya nyaris dalam satu kali tegukan. Hadi tersenyum melihat Timun begitu antusias dalam menuntaskan dahaganya. Ia juga mulai meminum teh botolnya dalam beberapa kali tegukan diselingi shalawat setiap tegukannya.

Timun agak terheran-heran melihat temannya itu. Bukan karena ia minum dengan diselingi shalawat akan tetapi ia berbuka puasa bersama dengan dirinya. Setahu Timun, orang Syi’ah itu berbuka puasanya lebih lambat sekitar 15 sampai 30 menit kemudian. Ia kemudian bertanya kepada sahabatnya itu:

“Had, kamu buka puasanya sama dengan aku?”

“Iya. Memangnya mengapa?”, Hadi menyisakan teh botolnya hingga sepertiganya.

“Bukankah orang Syi’ah itu buka puasanya itu lebih lambat daripada kita-kita orang-orang ahlussunnah?”

“Betul. Dan kami punya dalilnya dalam al-Qur’an, tsumma atimush shiyyama illa layl. Itu Al-Baqarah, ayat 187. Artinya “kemudian sempurnakanlah puasamu hingga malam hari”. Jadi berbukanya malam hari dan itu artinya ketika bintang sudah tampak di langit dan langit sudah tidak lagi berwarna biru atau jingga.”

Timun bertanya: “Jadi kalau itu dinyatakan al-Qur’an, maka hukumnya wajib bagi kamu untuk mematuhinya?”

“Betul. Persis,” Hadi menggeser duduknya jadi condong ke depan. Ia sudah memulai suapan ketiga dari menu yang dihidangkan. Timun sendiri entah sudah suapan keberapa karena ia makannya sangat lahap dan cepat. Nasi di piringnya tinggal seperempat jalan. Ia bersiap-siap untuk memesan piring yang kedua. Piring berikut makanan di dalamnya, tentunya.

“Lalu mengapa kamu tidak menunda buka puasa hingga datang waktunya seperti yang kamu yakini?”, Timun bertanya lagi di sela-sela kunyahannya.

“Aku menjalankan wajib yang satunya lagi.”

“Apa itu?”, Tanya Timun keheranan.

“Wajib untuk menghormatimu sebagai orang yang tidak berbuka pada malam hari. Menghormatimu yang menjalankan fiqih yang berlainan dengan fiqih yang aku jalankan. Menghormatimu sebagai sahabatku yang baik. Menghormatimu sebagai manusia dan sebagai seorang Muslim.”

“Jadi aku tidak menjalankan fiqih itu demi menjaga akhlak dalam pertemanan kita. Aku tidak ingin memaksakan kebenaran yang aku yakini untuk dijalankan oleh orang lain yang sudah memiliki kebenaran lain yang diyakininya. Laa iqroha fiddiin. Tidak ada paksaan dalam agama.” Hadi menuntaskan penjelasannya dengan mengutip surat al-Baqarah ayat 256.

Timun termanggu. Sendok berisi makanan yang ia tadi hendak masukkan ke mulutnya tertahan di jalan. Ia berpikir betapa bijaksananya temannya itu. Dan Timun berjanji untuk mengikuti jejak langkah temannya itu.

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta