(bagian satu) BAGAIMANA ALI BISA MENJADI KHALIFAH serta RANGKUMAN SEKITAR PERMASALAHAN KHILAFAH (hal-hal aneh dalam pengangkatan khalifah)


KEKUATAN MILITER DIANGGAP CARA YANG SAH UNTUK MENDAPATKAN JABATAN KHALIFAH

Utsman, sang khalifah ketiga, dibunuh beramai-ramai oleh kaum Muslimin yang tidak puas dengan prilaku nepotisnya. Keadaan yang berlangsung cepat dari waktu-ke-waktu membuat Utsman tidak sempat untuk memilih khalifah pengganti dirinya yang akan meneruskan kepemimpinannya. Kaum Muslimin untuk pertama kali setelah wafatnya Nabi, merasakan kebebasan untuk memilih pemimpinnya sendiri. Sewaktu pemilihan Abu Bakar, Umar, dan Utsman mereka sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak bisa memilih pemimpinnya sendiri. Kaum Muslimin, ketika kematian Utsman telah mereka dengar, mereka berbondong-bondong menuju rumah Ali. Mereka mengetuk pintu rumah Ali. Mereka beramai-ramai membai’at Ali untuk menjadi khalifah berikutnya. Untuk pertama kalinya, kaum Muslimin mendapatkan pemimpin yang mereka inginkan bukan pemimpin yang dipaksakan kepada mereka untuk dituruti dan dipatuhi.

Akan tetapi jaman sudah berubah………kepemimpinan tiga khalifah sebelumnya yang memerintah selama 25 tahun lamanya sudah mengubah segalanya. Sifat dan tabiat kaum Muslimin sudah banyak sekali yang  berubah dibandingkan dengan ketika ditinggalkan oleh Rasulullah. Para tokoh ternama di kalangan Muslimin sudah berubah perangai. Walaupun Imam Ali memerintah dengan sangat jujur, adil, penuh cinta kasih seperti ketika Rasulullah memimpin umat ini, tetap saja para tokoh ternama itu tidak senang dengan perlakuan Imam Ali terhadap mereka. Para tokoh ternama itu tidak suka diri mereka disejajarkan dengan kaum Muslimin non-Arab. Mereka merasa bahwa bangsa Arab jauh lebih mulia dan lebih utama dibandingkan bangsa lainnya. Tokoh-tokoh ternama seperti Thalhah bin Ubaydillah, Zubayr bin Awwam dan A’isyah binti Abu Bakar mulai menentang Imam Ali. Kemudian penentangan mereka itu diikuti oleh Mu’awiyyah bin Abu Sofyan. Terjadilah beberapa perang antara kaum Muslimin. Sebagian kaum Muslimin yang dihasut oleh para tokoh itu memerangi rakyat yang setia kepada Imam Ali.
Setelah Imam Ali meninggal (syahid karena luka-luka yang dideritanya ketika dibacok oleh Ibn Muljam sewaktu Imam Ali sedang shalat—red), Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib meneruskan perjuangan Imam Ali. Imam Hasan ingin meneruskan jihad melawan Mu’awiyyah. Akan tetapi perjuangan Imam Hasan menemui kendala yang serius. Sebagian dari para prajuritnya disuap, disogok oleh Mu’awiyyah. Sebagian dari mereka ialah para perwira tinggi yang ketika dikirimkan untuk mencegat Mu’awiyyah, mereka malah tunduk dengan sogokan Mu’awiyyah dan beralih mendukung Mu’awiyyah. Di dalam situasi yang tidak mendukung seperti ini, Imam Hasan akhirnya terpaksa harus menerima tawaran damai dari Mu’awiyyah.

Setelah peristiwa perdamaian atau gencatan senjata ini, kaum Ahlu Sunnah memandang bahwa kekuatan militer dianggap sebagai salah satu cara yang sah untuk mendapatkan jabatan khalifah secara konstitusional.

Dengan itu kaum Ahlu Sunnah memiliki empat cara yang konstitusional untuk mendapatkan jabatan khilafah…………………………


ULASAN SINGKAT TENTANG SISTEM KHILAFAH

Di dunia politik, biasanya sebuah undang-undang dasar negara itu disusun terlebih dahulu sebelum negara itu terbentuk. Dan ketika negara itu akan melangsungkan pemilihan umum untuk menentukan calon pemimpinnya, maka perangkat untuk itu sudah ada sebelumnya. Undang-undang pemilu yang mengatur pemilihan harus sudah ada sebelumnya. Setiap kegiatan untuk menentukan calon dan memilih calon, mengangkat calon, memberhentikan calon, dan lain sebagainya sudah diatur dalam undang-undang itu. Kalau setiap aturan yang ada dalam undang-undang itu dipatuhi, maka itu artinya kita mematuhi undang-undang (dalam hal ini mematuhi hukum Islam); sedangkan kalau tidak mengikuti aturan itu kita dianggap membangkang dan harus dikenakan hukuman atas tindakan menyimpang itu. Belum lagi kita akan dianggap berdosa karena setiap pelanggaran hukum Islam bisa berdampak ganda. Melanggar aturan sosial dan dianggap berdosa.

Menurut Ahlu Sunnah, mengangkat khalifah itu adalah tanggung jawab dan hak umat Islam (walaupun pada hakikatnya hanya ketika mengangkat Ali lah umat diberikan hak untuk mengangkat khalifah—red). Karena Ahlu Sunnah berpendapat demikian maka sudah selayaknya kalau kita menyebutkan bahwa Allah dan RasulNya harus terlebih dahulu menyediakan perangkat undang-undang (lengkap dengan prosedur pemilihan khalifah dan lain-lain). Dan apabila Rasulullah belum sempat membuatnya, maka seharusnya umat sudah membuat langkah-langkah konstitusional (membuat aturan pemilihan terlebih dahulu) sebelum akhirnya memilih khalifah.

Akan tetapi anehnya ini belum pernah dilakukan sama sekali! Tidak pernah di dalam sejarah disebutkan bahwa umat berembuk untuk menentukan sistem pemilihan khalifah sebelum mereka memilih khalifah. Semua serba mendadak. Semua serba kebetulan. Semua serba darurat. Itulah fakta sejarah yang menyedihkan!

Kita bisa lihat bahwa “undang-undang” atau “aturan” pemilihan tidak mengikuti aturan baku karena memang tidak pernah ada aturan baku sebelumnya! Undang-undang atau aturan pemilihan hanya mengikuti perkembangan politik terkini saat itu!

Argumen atau alasan yang paling baik yang bisa diajukan kelompok Ahlu Sunnah demi membendung keheranan dan keberatan kelompok lain ialah bahwa mengangkat khalifah itu adalah sesuatu yang sangat penting. Saking pentingnya sampai orang-orang pada waktu itu mengabaikan dan menelantarkan keawajiban untuk mengurus jenazah Nabi yang suci. Para elit politik pada waktu itu malah secara sembunyi-sembunyi pergi ke Saqifah Bani Saidah untuk menetapkan khalifah penerus kepemimpinan umat Islam. Dari titik poin ini, kelompok Ahlu Sunnah berketetapan bahwa memilih khalifah itu adalah kewajiban umat.

Akan tetapi sekali lagi mereka gagal membuktikan bahwa pemilihan khalifah di Saqifah itu adalah benar-benar pemilihan yang diketahui oleh umum (ingat! mereka bilang itu kewajiban umat!).

Kelompok pengikut Ahlul Bayt Nabi (Syi’ah) menganggap pemilihan Abu Bakar itu sebagai pemilihan ilegal dan bertentangan dengan Islam; sementara itu kelompok Ahlu Sunnah (Sunni) menganggap itu legal dan benar. Bagaimana kelompok Ahlu Sunnah bisa membuktikan bahwa klaim mereka itu benar?

Kita bisa merangkum klaim mereka dengan sebuah peribahasa:
“TINGKAHKU INI BENAR KARENA AKU TELAH MELAKUKANNYA”
Pengadilan mana yang bisa membenarkan pernyataan tersebut di atas????????
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ULASAN:

1. Klaim Ahlu Sunnah sangat lemah untuk menyebut tiga khalifah pertama sebagai khalifah yang sah karena sistem pemilihan mereka sangat berbeda dari satu pemilihan ke pemilihan yang lainnya

2. Kaum Ahlu Sunnah tidak bisa membuktikan bahwa ada undang-undang pemilihan sebelumnya yang akan dipakai untuk memilih khalifah

3. Pemilihan khalifah itu bukan seperti permainan anak-anak. Ini masalah serius. Tidak mungkin aturan dibuat mendadak dan tergesa-gesa tanpa sosialisasi kepada umat. Ingat! Hasil pemilihan itu harus dipertanggung jawabkan kepada umat (ingat! Kelompok Ahlu Sunnah percaya bahwa ini hak dan kewajiban umat, jadi wajar kalau umat harus—paling tidak—diberitahu tentang ini)

4. Perbedaan tata cara pemilihan khalifah itu menyiratkan bahwa tata cara itu ilegal dan tidak mengikuti syariat Islam karena syariat Islam pastilah memberlakukan satu sistem yang baku dan tegas dan tidak pernah berubah-ubah

taken and translated from IMAMATE a scientific work of The Late Sayyid Saeed Akhtar Rizvi (May His Holy Soul Rest in Peace)

Comments

loading...

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)

Karbala Berduka, Rasulullah pun berduka (klik gambarnya untuk mendapatkan e-book spesial!)
Ya, Syahid! Ya, Madzhlum! Ya, Imam! Ya, Husein!

Rekanan Islam Itu Cinta